Ajaran Karma Sebagai Aspek Kosmis dan Moral


Hukum karma adalah salah satu ajaran yang penting dalam agama Hindu dan Buddha. Hukum karma merupakan ajaran yang amat dalam dan rumit, maka untuk itu dibutuhkan suatu uraian yang terperinci untuk memahaminya.

Umat Buddha memandang hukum karma sebagai hukum kosmis tentang sebab dan akibat yang juga merupakan hukum moral (Kitab Hukum Karma) yang impersonal. Menurut hukum ini sesuatu (yang hidup maupun yang tidak hidup) yang muncul pasti ada sebabnya. Tidak ada sesuatu yang muncul dari ketidakadaan.

Dengan kata lain, tidak ada sesuatu atau makhluk yang muncul tanpa ada sebab lebih dahulu. Kita berbicara tentang akibat bila sesuatu itu terjadi tergantung pada kejadian yang mendahuluinya dan kejadian mula yang menghasilkan kejadian berikutnya disebut ‘sebab’.

Dengan adanya ini, terjadilah itu. Dengan timbulnya ini, timbulah itu. Dengan tidak adanya ini, maka tidak ada itu. Dengan lenyapnya ini, maka lenyaplah itu.

Pernyataan ini merupakan teori relativitas yang digunakan pula untuk menerangkan tentang munculnya alam semesta. Ajaran agama Hindu & Buddha menekankan keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai Yang Agung, Mulia, Suci, Mutlak dan Impersonal.

Hukum karma termasuk dalam hukum sebab akibat universal ini. Tentang alam semesta terjadi karena adanya hukum relativitas. Hukum ini meliputi seluruh semesta alam dan hukum ini bekerja dengan sendirinya. Menurut hukum ini alam semesta adalah dinamis atau selalu berubah dan setiap perubahan selalu terjadi secara relatif.

Ada perubahan yang berlangsung dengan cepat tetapi ada juga perubahan yang berlangsung dengan perlahan, sehingga perubahan yang perlahan ini tidak nampak atau sulit dimengerti oleh orang yang kurang waspada dan cermat. Contoh cara kerja hukum ini, adanya suatu keadaan disebabkan oleh suatu keadaan lain dan keadaan ini pun disebabkan oleh keadaan lain pula, begitu seterusnya. Cara kerja hukum ini mirip dengan hukum ilmu pengetahuan tentang aksi dan reaksi.

Hukum karma dapat di lihat dari 2 aspek, yaitu aspek kosmis dan aspek moral.

Hukum karma dalam aspek kosmis meliputi alam fisik dan psikis. Dipandang dari sisi kosmis, makhluk – makhluk hidup seperti manusia dan binatang adalah fenomena materi. Keberadaan manusia dan binatang adalah fenomena relatif karena mereka ada disebabkan adanya hal – hal lain seperti adanya makanan, minuman, matahari, dunia dan sebagainya. Mereka mengalami perubahan, muncul dan lenyap, seperti semua hal di dunia. Dunia pun akan mengalami proses perubahan, muncul dan lenyap. Demikian pula dengan alam semesta yang berisi banyak galaksi serta tata surya yang tidak terhitung banyaknya selalu berproses, muncul dan lenyap.

Ajaran karma sebagai hukum moral menitik beratkan pada perbuatan – perbuatan manusia yang dilakukan melalui perbuatan jasmani, ucapan dan pikiran. Perbuatan perbuatan itu diklasifikasikan sebagai karma bila suatu perbuatan dilakukan karena adanya niat atau kehendak (Cetana). Suatu perbuatan tanpa niat atau kehendak tidak dapat disebut karma karena perbuatan itu tidak akan menghasilkan akibat moral bagi pembuatnya.

Karma suatu perbuatan dalam aspek moral mencakup nilai-nilai etika tentang baik dan buruk. Hal ini merupakan konsep yang lebih luas daripada persoalan tentang benar dan salah bila dilihat dari sisi pandangan sehari hari Apa yang dianggap benar menurut pandangan umum Mungkin tidak baik dalam pengertian moral, demikian pula dengan kata buruk. Misalnya menurut pandangan umum adalah benar bila tentara membunuh musuh dalam pertempuran. Tetapi pembunuhan ini tidak benar menurut hukum moral. Menurut pandangan moral agama suatu pembunuhan adalah pelanggaran hukum moral, pembunuhan ini dipandang sebagai perbuatan karma buruk. Ajaran agama menganjurkan kita untuk mengembangkan perasaan cinta kasih dan kasih sayang  terhadap semua makhluk.

Prinsip dasar dari hukum karma adalah barang siapa yang menanam maka dia yang akan memetik hasilnya apakah hasil itu baik atau buruk. Perbuatan baik atau buruk dinilai berdasarkan pada akibat yang menyenangkan dan tidak menyenangkan yang dialami oleh pembuat. Seseorang yang telah melakukan karma buruk pasti menderita karena menerima hasil perbuatannya sendiri. Kita tidak mungkin menghindarkan diri dari akibat yang tidak menyenangkan yang dihasilkan oleh karma buruk yang telah kita lakukan.

Menurut hukum sebab akibat ini, seseorang adalah hasil perbuatannya sendiri. Ia sendiri yang menyebabkan keberadaanya dan ia sendiri yang bertanggung jawab untuk masa depannya. Pada kelahiran yang lampau pun seseorang telah menyatakan kehendak melalui perbuatan jasmani, ucapan atau pikiran, maka berdasarkan pada perbuatan perbuatannya itu sekarang ia hidup.

Kondisi dan lingkungan tempat kelahiran seseorang ditentukan oleh karma dari kehidupannya yang lampau. Pada kehidupan sekarang ini, seseorang menerima hasil sebagai akibat karmanya yang lampau dan melakukan karma-karma yang baru. Karma baru dan karma lampau yang belum berbuah akan membentuk kondisi tempat kelahirannya pada masa kehidupan yang berikut. Setiap orang memiliki kebebasan untuk melakukan perbuatan baik atau buruk. Bila pada kehidupan ini seseorang telah melakukan perbuatan buruk dan ia menyadari bahwa perbuatannya itu adalah buruk serta akan menghasilkan akibat yang tidak menyenangkan, maka agar akibat karma buruk itu tidak terlalu berat atau tidak efektif ia harus melakukan banyak perbuatan baik.

Dalam ajaran agama Hindu telah menunjukkan kepada kita sifat dasar dari kenyataan, dan sekarang kita harus berupaya menjalankan kehidupan berdasarkan hal itu dengan mematuhi hukum karma, sebab dan
akibat.

Karma positif akan membawa kebahagiaan, dan karma negatif membawa penderitaan. Perbuatan, perkataan, dan pikiran akan meninggalkan jejak (Karma) positif dan negatif pada kesadaran, seperti bibit yang ditanam di tanah. Jika kondisinya sesuai, maka mereka akan tumbuh dan memberikan hasil.

Positif dan negatifnya suatu tindakan terutama ditentukan oleh motivasi yang melandasinya, dan efek yang dihasilkannya terutama oleh faktor sebelumnya(motivasi)  dan bukan dibentuk oleh “penampilan” luarnya. Pada dasarnya, tindakan-tindakan yang dimotivasi oleh keinginan untuk memperoleh kesenangan kehidupan ini saja, merupakan tindakan negatif, dan tindakan yang termotivasi oleh keinginan untuk mencapai kebahagiaan kehidupan yang akan datang, pembebasan dan pencerahan, jika dilakukan dengan benar merupakan tindakan yang positif.

Karena kita tidak memiliki pengertian yang cukup untuk mengetahui motivasi dari tindakan-tindakan kita sebenarnya maupun kemampuan supranatural untuk melihat efek dari tindakan kita di masa depan.

10 perbuatan buruk yang harus dihindari, yang terdiri atas:

  1. 3 perbuatan buruk melalui tubuh (membunuh, mencuri, dan melakukan hubungan seksual menyimpang),
  2. 4 perbuatan buruk melalui ucapan (berdusta, memfitnah dengan tujuan memecah belah, berbicara kasar, dan bergosip), dan
  3. 3 perbuatan buruk melalui pikiran (niat untuk mendapatkan harta atau hak milik orang lain, niat buruk untuk melukai, dan pandangan keliru).

Dalam berlatih, kita harus berusaha untuk tidak melakukan perbuatan negatif dan memurnikan jejak karma buruk masa lalu yang tertinggal dalam aliran kesinambungan mental kita. Selain itu, kita juga harus mengembangkan semua kecenderungan positif yang kita miliki dan berupaya memperoleh kembali kecenderungan positif yang belum kita miliki.

Dengan cara ini, secara bertahap kita mengembangkan pikiran kita menuju kesempurnaan dan dalam proses penyempurnaan tersebut, makin hari kita akan makin bahagia.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

HALAMAN TERKAIT
Baca Juga