Pokok Ajaran Hindu Kaharingan Bagi Suku Dayak


Hindu sebagai suatu agama atau keyakinan, kepercayaan dari sebagian penduduk Republik Indonesia, sebagai dasar untuk menjaga suatu keharmonisan dalam kehidupan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesama umat manusia dan manusia dengan roh/ leluhur sehingga tercapainya ketenangan jiwa.

Sedangkan Kaharingan adalah suatu Agama/Kepercayaan/Keyakinan asli bagi penduduk pribumi suku Dayak di Kalimantan khususnya Kalimantan Tengah.

Dalam kehidupan orang Dayak  manusia dan kosmos adalah  sangat  erat hubungannya. Setiap perubahan kosmos menunjukkan suatu tanda telah terjadi ketidakseimbangan kosmos yang disebabkan oleh pelanggaran-pelanggaran terhadap adat dan kebiasaan. Untuk menetralisir atau menyeimbangkan hal tersebut, upacara ritual dan persembahan akan dilakukan yang disampaikan melalui perantara dengan tujuan adalah Yang Maha Kuasa dengan wujud kenyataan. Dengan dipenuhinya Upacara ritual maupun persembahan tersebut merupakan perlambang akan kekuatan manusia terhadap Yang Maha Kuasa sehingga kehidupan manusia penuh dengan kesentosaan dan kedamaian dunia. Dengan kepercayaan tersebut Agama bagi suku Dayak  disebut “Agama Helu” atau “Agama Tertua”. Setelah Penjajahan Jepang Agama tersebut diberi nama “Kaharingan” oleh Y. Salilah dan direstui oleh Pemerintah penduduk serta diterima oleh semua pihak.

Riwut mengatakan Kaharingan  berasal dari kata “Haring” yang artinya “Hidup”. Kemudian mendapat awalan“Ka”dan akhiran “An”menjadi “Kaharingan”. Dengan demikian Kaharingan adalah suatu kehidupan yang kekal abadi untuk menuju kesempurnaan hidup yang lebih sempurna. Dari makna tersebut sehingga tradisi asli Dayak masih sangat kental dalam pelaksanaan Upacara ritual keagamaannya.

Tuhan dalam ajaran Kaharingan disebut Ranying Hatalla” sebagai sang pencipta alam semesta beserta isinya. Kemudian lebih lanjut Koentjaraningrat menyatakan bahwa agama asli penduduk pribumi Kalimantan Tengah adalah Kaharingan dimana kesadaran dan kepribadian kebudayaan sendiri dan suatu keinginan yang kuat untuk menghidupkan kembali kebudayaan Dayak yang asli.

Koentjaraningrat (dalam Umbaren, et. al), mengatakan Kaharingan lebih dikenal sebagai keyakinan orang Dayak zaman dahulu. Demikian lekatnya kepercayaan ini buat mereka sehingga seolah-olah sebagai agama asli mereka. Sebenarnya tidak semua masyarakat Dayak menamakan kepercayaan mereka itu dengan Kaharingan, ada yang menyebutkan kepercayaan semacam itu dengan istilah Agama “Helu”, yang artinya Agama zaman “dahulu”, ada pula yang menyebutkan kepercayaan yang mereka lakukan sebagai Agama “Dusun”, bahkan kadang-kadang ada yang memakai kepercayaan mereka itu dengan sebutan Agama “Dayak”. Namun demikian dari sekian banyak istilah kepercayaan suku bangsa Dayak tersebut Kaharingan-lah yang paling umum dipakai. Sebutan Kaharingan sendiri diambil dari kata  “Danum Kaharingan”, yang artinya air “kehidupan”.

Upacara dan upakara dalam ajaran Kaharingan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-harinya. Kaharingan penuh dengan berbagai macam upacara dan diperlukan upakara yang harus dan akan dilakukannya. Hal ini dilakukan berdasar-kan sabda Tuhan (Ranying Hatalla) dalam kitab suci “Panaturan”, pasal, 42. 16, yang berbunyi ;

“Tuntang Huang hete kea Raja Bunu ewen hanak hajarian palus umba ma-atuh, manatap ampin kakare paramun Tiwah Suntu, bilang dia hakalayan genep andau dan jatun ije tapas atawa kurang”.

Artinya :

“Disitulah Raja Bunu sekeluarga semua ikut dalam pengaturan dan persiapan segala macam upakara Tiwah Suntu yang sebagai contoh bagi umat manusia nanti dengan sibuk sekali setiap hari  siang  atau pun malam dan kelihatannya tidak ada satupun kekurangannya”.

Lebih lanjut juga Kidung dalam Kaharingan, yaitu ; Kandayu Manyarah Sangku Tambak Raja, ayat 2 berbunyi ;

Sangku Tambak Haie Baguna,

Inyarah Bentuk Paseban Raja,

Taharep uluh Bakas Tabela,

Tumun Peteh Ranying Hatalla.

Artinya :
Sangku Tambak (sarana upacara sembahyang) lebih berguna yang dipersembahkan ditengah-tengah rumah ibadah, didepan orang banyak, tua maupun muda, ini berdasarkan pesan Ranying Hatalla.

Masyarakat Kalimantan Tengah yang terdiri dari berbagai ethnik sampai saat ini masih menghargai dan menjunjung tinggi berbagai tradisi yang diwarisi dari generasi-generasi yang terdahulu. Dari ikatan kekeluargaan, kekerabatan, asal-usul, pengaturan kepemilikan, pelaksanaan upacara-upacara tradisional dan lain lain, masih mewarnai pola hidup masyarakat sehari-hari. Struktur masyarakat yang cukup sederhana sangat berpengaruh terhadap lembaga-lembaga kemasyarakatan. Dari beberapa ketentuan Adat yang terdahulu ada beberapa yang direlakan menghilang,  karena tidak mungkin dipertahankan lagi. Ini sebagai dampak atau akibat dari proses perkembangan yang sangat pesat dan pengaruh Kolonial, juga agama lain. Kini masyarakat telah dapat memilah aspek-aspek yang memang tergolong Adat dan aspek-aspek yang memang tergolong atau bagian dari religi. Pada permulaannya sangat sulit untuk memisahkan antara Adat dan religi.

Pemisahan tersebut terpaksa dilakukan mengingat ada perubahan terhadap perkembangan baru yang menyangkut religi. Hal ini dinyatakan dalam Panca Windu

Propinsi Kalimantan Tengah yang menyatakan : mempelajari konsep-konsep dasar kedua unsur kebudayaan tersebut memang pada mulanya antara Adat-istiadat dan religi di Kalimantan Tengah merupakan satu kesatuan yang saling menjalin menjadi satu struktur yang amat rumit. Karena unsur yang satu juga merupakan bagian dari unsur yang lain. Berdasarkan pola tersebut pada prinsipnya dapat dikatakan bahwa religi adalah unsur yang telah memberikan napas bagi kelangsungan atau kelanggengan Adat-istiadat.

Dengan fakta yang demikian, Kaharigan di Kalimantan Tengah dikatakan sebagai suatu aliran kepercayaan, bukan sebagai agama.

Untuk terbinanya kerukunan antar pemeluk agama dan pengaruh aliran kepercayaan serta untuk menghindari timbulnya agama baru di Indonesia, maka pembinaan terhadap Agama dan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehinga Kaharingan di Kalimantan Tengah mencari perlindungan atau wadah kedalam suatu Agama yang ada  diwilayah Republik Indonesia.

Dari berbagai macam uraian diatas dan fenomena yang dihadapi oleh Kaharingan supaya untuk tetap terlaksana, terbinanya budaya dan tradisi mereka,  maka Kaharingan harus berintegrasi kedalam salah satu agama yang ada tersebut.

Hal ini dinyatakan dalam Panca Windu Propinsi Kalimantan Tengah bahwa, sebelum agama–agama baru masuk ke Kalimantan Tengah seperti agama Islam, Kristen Protestan, Katholik dan Budha, dalam kehidupan masyarakat telah lama dianut suatu kepercayaan lama yang dikenal dengan istilah Kaharingan. Dalam perkembangannya kemudian religi Kaharingan tersebut, berintegrasi kedalam Agama Hindu dengan nama Agama Hindu Kaharingan”.

Sebagai bukti-nyata dari pernyataan tersebut keluarlah Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. MA/ 203/ 1980, Tanggal, 28 April 1980, Tentang Penggabungan / Integrasi Penganut Kaharingan kedalam Agama Hindu,  kemudian Surat Keputusan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta No.H/37/SK/1980,  bulan April 1980, Tentang Pengukuhan Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan, sebagai Badan Keagamaan dan Pengukuhan Pengurus Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan di Palangka Raya.

Hindu Kaharingan, hidupnya penuh dengan berbagai Upacara-upacara dan upakara sebagai jalan keselamatan dan kelangsungan hidupnya untuk mencapai kesejahtraan lahir dan bathin sehingga bebas dari ikatan-ikatan keduniawian. Ini dikatakan juga oleh Koentjaraningrat bahwa “Agama Hindu Kaharingan percaya bahwa alam disekitarnya penuh dengan mahluk-mahluk halus dan roh-roh (ganan) yang menempati seperti ; Rumah, Batu-batu Besar, Pohon-pohon Besar, Hutan Belukar, air dan lain sebagai.

Dalam agama Hindu, upacara-upacara dipakailah upakara sebagai alat penolong atau mediator untuk memudahkan manusia dalam menghubungkan diri dengan Hyang Widhi dalam bentuk yang nyata dan seperti upakara-upakara itu disamping alat-alat yang fungsinya kadang-kadang sebagai hiasan atau cetusan rasa seni.

Ini semua adalah sesuai dengan misi Negara yaitu peningkatan Pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari untuk meewujudkan kualitas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan dan mantapnya persaudaraan umat beragama yang berahlak mulia, toleran, rukun dan damai.

Dari berbagai paparan diatas, pada pokok yang akan ditulis dan diteliti lebih lanjut adalah alasan umat Kaharingan berintegrasi kedalam agama Hindu dan mengapa tidak ke agama yang lain. Dari berbagai perspektif  dalam upakara, berikut akan tergambar dan terdapat suatu alasan dimaksud pada bab-bab selanjutnya.

Pokok Ajaran Agama Hindu Keharingan

Agama sebagai pegangan keimanan yang membuat manusia kokoh dan berpendirian dalam kehidupan sehari-hari yang tertuju kepada Tuhan. Kepercayaan kepada Tuhan merupakan dasar kepercayaan Hindu Kaharingan yang akan dilaksanakan setiap hari sebagai landasan untuk berbuat didunia. Dalam kehidupan Umat Hindu Kaharingan selalu tertanam dalam diri masing-masing bahwa manusia wajib menyerahkan diriNya kepada Tuhan sebagai sumber segalanya yang menyebabkan segala yang ada dan kembali kepada-Nya.

Adapun pokok keimanan dalam Ajaran Hindu Kaharingan disebut dengan “LIME SARAHAN” atau “LIMA KEYAKINAN” yang diyakini oleh Umat Hindu Kaharingan, yaitu ;

  1. Ranying Hatalla Katamparan ikei,
  2. Langit Katambuan ikei,
  3. Petak Tapajakan ikei,
  4. Nyalung Kapanduian ikei,
  5. Kalata Padadukan ikei.

Kelima Keyakinan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu ;

  1. Ranying Hatalla Katamparan Ikei, adalah suatu ajaran keimanan umat manusia bahwa Tuhan (Ranying Hatalla) adalah penyebab segala yang ada, artinya Tuhan (Ranying Hatalla) sumber pertama yang ada, sehingga patut untuk dipercayakan dan akhirnya akan kembali kepadaNya juga. Demikian keimanan manusia kepada Tuhan untuk dipuja sesuai dengan sabda sucinya yang tertulis dalam kitab Suci Hindu Kaharingan yaitu “PANATURAN”.
  2. Langit Katambuan Ikei, adalah suatu keyakinan manusia bahwa langit berada diatas dunia tempat kehidupan umat manusia (Batang Danum Injam Tingang Rundung Nasih Napui Burung) yang mana manusia berperasaan luas dalam bumi ini untuk melakukan berbagai aktivitas atau kegiatan yang sesuai dengan ajaran agama.
  3. Petak Tapajakan Ikei, adalah suatu keimanan manusia bahwa dialam semesta ini manusia bebas atau leluasa untuk berbuat sehingga amal dan bhakti
  4. seseorang hanya bisa didapatkan didunia ini sehingga karma seseorang dapat dicapai hanya didunia ini. Dengan demikian manusia dengan sebaik-baiknya memanfaatkan hidup didunia ini untuk belajar beramal  dan  berbhakti  kepada  Tuhan  (Ranying Hatalla ),  artinya  dunia dapat digunakan oleh manusia sebagai tempat berbuat dan bekerja demi mencapai kebutuhan hidup sehari-hari.
  5. Nyalung Papanduian Ikei, adalah suatu diantara ciptaan Tuhan (Ranying Hatalla) untuk dipergunakan oleh manusia sebagai pembersih segala kotoran kehidupan umat manusia, artinya kotoran tersebut dapat dihapus hanya melalui beribadah yang diikuti oleh pikiran, perkataan dan perbuatan yang tidak melanggar ajaran Hindu Kaharingan, sehingga manusia itu kembalinya nanti semoga dalam keadaan Suci dan dapat kembali kepada Tuhan.
  6. Kalata Padadukan Ikei, adalah suatu ajaran kepada manusia bahwa  hanya didunia ini manusia untuk melakukan berbagai kegiatan, artinya dunia ini sebagai tempat sementara ( Batang Danum Injam Tingang Rundung Nasih Napui Burung ) bagi manusia.

Dari kelima hal tersebut Umat Hindu Kaharingan patut untuk berbuat sesuai dengan konsep keyakinan yang menjadi dasar keimanan, sehingga setiap langkah dan perbuatan itu atas dasar keyakinan. Kepercayan itu umat Hindu Kaharingan dapatkan hanya satu dalam semasa hidupnya di (Batang Danum Injam Tingang Rundung Nasih Napui Burung )  dunia  yang  hanya  sementara  ini  untuk   berbhakti

Ranying Hatalla (Tuhan) adalah sumber dan penyebab segala yang ada didunia ini, hal ini berdasarkan Sabda Ranying Hatalla yang tercantum dalam Kitab Suci “Panaturan” pasal  1  ayat  3  berbunyi ;

Pasal 1 . Tamparan Kalunen Tuntang Taluh Handiai,

Ayat 3 ;  AKU TUH RANYING HATALLA, ije paling Kuasa, tamparan taluh handiai tuntang kahapuse, tuntang kalawa jetuh ije kalawa pambelum, ije inanggare-KU gangguranan arae bagare HINTAN KAHARINGAN.

Artinya ;

Pasal 1. Awal Manusia dan Segala Kejadian,

Ayat 3 ;  AKU INILAH RANYING HATALLA, Yang Maha Kuasa, Awal dan Akhir segala Kejadian dan cahaya kemuliaan-KU yang terang, bersih dan suci, adalah cahaya kehidupan yang Kekal Abadi dan AKU sebut Ia HINTAN KAHARINGAN”.

Oleh sebab itu wajib hukumnya bagi umat manusia untuk memujaNya agar mendapatkan karunia dan hidup damai sejahtera baik didunia maupun diakhiratnya nanti. Manusia dalam berbagai cara dalam memuja Tuhan Yang Maha Esa (Ranying Hatalla) berserta manifestasiNya menurut kepercayaan Hindu Kaharingan untuk mohon perlindungan dan kedamaian lahir dan bathin.

Pemujaan-pemujaan kepada Ranying Hatalla (Tuhan) beserta manifestasiNya dalam Hindu Kaharingan dilakukan dengan berbagai macam  upacara sesuai dengan tujuannya masing-masing. Pada dasarnya upacara tersebut bertujuan untuk bermohon (Balaku Asi, Palakuan Awat Maharing) kepada Ranying Hatalla (Tuhan) beserta manifestasiNya. Hal ini terdapat dalam berbagai ayat-ayat do’a, mantra-mantra dan kidung-kidung dalam ajaran Hindu Kaharingan.

Dalam pemujaan kepada Ranying Hatalla (Tuhan) beserta manifestasiNya selalu dilakukan dengan berbagai upacara, baik itu persembahyangan maupun upacara yang lainnya selalu menggunakan upakara sebagai perantara, simbol maupun persembahan. Tanpa Upakara segala pemujaan kepada Ranying Hatalla (Tuhan) beserta manifestasiNya tidak dapat dilakukan dengan sempurna.

Pemujaan yang diikuti dengan berbagai persembahan kepada Ranying Hatalla (Tuhan) dan segala manifestasiNya berdasarkan Konsep Ajaran Bawi Ayah dan Raja Uju Hakanduang, Kanaruhan Hanya Basakati yang diperintahkan oleh Ranying Hatalla (Tuhan) untuk turun kembali mengajarkan keturunan Raja Bunu (keturunan manusia) sebagai pengisi alam semesta baik dalam hal ajaran berumah tangga, bermasyarakat dan ajaran  yang menyangkut upacara dan upakaran dari tingkat yang terkecil sampai pada tingkat yang terbesar sebagai penuntun bagi manusia dalam melakukan persembahannya kepada Ranying Hatalla (Tuhan) beserta manifestasiNya yang menjadi jalan kebenaran dengan kehidupan umat manusia.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga