Penyatuan Dasa Aksara Bali, Sebagai Sumber Kekuatan


Dasa aksara merupakan sepuluh hurup utama dalam alam ini yang merupakan simbol dari penguasa alam jagat raya dan sangat erat hubungannya dengan dewata nawasanga. Dari sepuluh hurup bersatu menjadi panca brahma (lima hurup suci untuk menciptakan dan menghancurkan), panca brahma menjadi Tri aksara (tiga hurup), Tri aksara menjadi Eka aksara (satu hurup). Ini hurupnya: “OM / ONG”.

Jika menggunakan tahapan “Pengeringkesan aksara”, maka aksara Tri aksara tidak dapat langsung diringkas dikembalikan menjadi Ongkarāmretha, namun harus melalui tahapan Dwi aksara terlebih dahulu. Setelah dari Tri aksara dikembalikan ke Dwi aksara, kemudian dapat diringkas kembali menjadi Ongkarāmertha. Karena ini adalah tahapan sebuah proses penggunaan Daya (energi), maka tahapan “Pengeringkesan aksara” pun ada ketentuannya.

Pada tahapan berikutnya, dari Tri Aksara muncullah Panca Aksara, yaitu Sang, Bang, Tang, Ang dan Ing.

Dari Panca Aksara kemudian muncullah Dasa Aksara, yaitu Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang dan Yang.

Bila sudah hafal dengan pengucapan hurup suci tersebut agar selalu di ingat dan diresapi, karena ini merupakan sumber dari kekuatan alam semesta yang terletak didalam tubuh kita (bhuana alit) ataupun dalam jagat raya ini (bhuana agung) .

Setiap aksara apalagi setelah digabungkan beberapa aksara sehingga menjadi Dasa aksara, Panca aksara, Catur aksara, Tri aksara, Dwi aksara, dan Eka aksara mempunyai gambar atau lambang sendiri-sendiri dengan kekuatan bayu atau vayu yang dapat dimanfaatkan untuk kebaikan dan kesehjateraan umat manusia. Tetapi ada pula orang yang mempelajari aksara ini dengan tujuan utnuk membuat sakit orang lain, sehingga dia disebut balian pangiwa. Hal ini tentunya tidak dikehendaki oleh umat manusia.

Proses & Tahapan Penyatuan Aksara Bali, Sebagai Sumber Kekuatan dan Penyatuan Diri

Yang pertama sang hyang sandhi reka yang terletak dalam badan kita ini. Beliau bertapa-beryoga sehingga beliau menjelma menjadi sang hyang eka jala resi. Sang hyang eka jala rsi beryoga muncul sang hyang ketu dan sang hyang rau.

Sang hyang rau menciptakan kala (waktu), kegelapan, niat jahat yang sangat banyak, sedangkan sang hyang ketu menciptakan tiga aksara yang sangat berguna, diantaranya wreasta (ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, ma, ga, ba, nga, pa, ja, ya, nya), beserta swalalita dan modre. Sehingga jumlah hurupnya adalah dua puluh hurup. Aksara modre bersatu dengan sembilan hurup wreasta yaitu dari ha –wa, yang kemudian disebut dasa sita. Aksara swalelita, bersatu dengan sembilan hurup wreasta lainnya yaitu dari la – nya, yang kemudian disebut ‘dasa sila’ dan ‘dasa bayu’. Bertemu ketiga induk dari aksara suci tersebut; dasa sita, dasa sila, dasa bayu menjadi ‘dasa aksara’.

Kedelapan belas aksara ini dapat dirangkaikan menjadi suatu kalimat untuk memudahkan menghapalkannya, yakni: Hana caraka gata mangaba sawala pada jayanya. Artinya: ada (dua orang) hamba berpengalaman membawa surat, sama perwiranya. Tetapi ada pula yang menulis aksara ini sebagai berikut: Hana caraka dhata sawala pada jayanya magabathanga. Artinya: Ada (dua) prajurit berkelahi, sama saktinya (akhirnya) keduanya menjadi mayat.

Kedelapan belas aksara ini merupakan wreastra, yakni aksara yang tampak dan dapat diajarkan kepada siapa saja. Sedangkan aksara yang tidak tampak yang terdiri atas dua buah aksara disebut swalalita yaitu Ah dan Ang; merupakan aksara yang tidak boleh diajarkan kepada sembarang orang.

Kedua aksara swalalita ini dilengkapi dengan pangangge sastra, yaitu kelengkapan aksara berupa ardha-candra berbentuk bulan sabit, windu yang melambangkan matahari berbentuk bulatan dan nada melambangkan bintang yang dilukis sebagai segi tiga. Ketiga pangangge sastra ini sering dipasangkan dengan aksara huruf hidup: a, i, u, e, o sehingga dibaca menjadi: ang, eng, ing, ong, dan ung. Suku kata ini disebut: ang-kara, eng-kara, ing-kara, ong-kara, dan ung-kara.  Bentuk seperti ini disebut modre.

Kelengkapan ketiga aksara swalalita ini sering dihubungkan dengan kekuatan dan simbol dari dewa, sehingga bentuk windu adalah lambang agni, Dewa Brahma, sama dengan aksara Ang.

Bentuk ardha-candra adalah lambang air, Dewa Wisnu sama dengan aksara Ung. Dan bentuk nada adalah lambang udara, Dewa Siwa sama dengan aksara Mang. Ketiga aksara ini jika disatukan akan menjadi Ang-Ung-Mang atau A-U-M yang dibaca Aum atau Om, di Bali diucapkan Ong. Aksara Ong-kara inilah sumber dari semua aksara, sehingga disebut wija-aksara, aksara yang maha suci, lambang Dewa Trimurti.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Dapatkan Dalam Versi Cetak
Baca Juga