Babad Ksatria Tamanbali



Ringkasan Cerita

Tersebut bahwa Bhatara Subali bersaudara dengan Dalem Bhatara Sekar Angsana, Bhatara Subali berasrama di Tolangkir. Bhatara Sekar Angsana berasrama di Pura Dasar Gelgel, Ada lagi saudaranya, bernama Sang Hyang Aji Rembat (penawing) berasrama di Kentelgumi, Sang Hyang Aji Rembat berputra Ida Mas Kuning berasrama di Guliang, berasrama di bukit Pangelengan.

Tersebut seorang pendeta Sang Pandia Wawu Rawuh, bertemu dengan Bhatara Subali di Tolangkir, Sang Pandia Wawu Rawuh hilir mudik menyusur tepi sungai Melangit. Tetapi, tidak menemukan mata air. Lalu beliau menancapkan tongkat pada-batu padas hingga keluar air yang jernih mengalir.

Bersama dengan keluarnya air itu, muncul pula seorang wanita. Sang Pandia Wawu Rawuh menanyai wanita itu, dan memberi nama Ni Dewi Njung Asti. Air itu diberi nama Tirta Harum. Ni Dewi Njung Asti disuruh menunggui air itu dan Sang Pandia Wawu Rawuh kembali pulang.

Bau harum itu sampai ke udara. Tercium oleh Hyang Wisnu dan segera bercengkrama di Tirta Harum. Di sana di sebuah gua tampak oleh Bhatara Wisnu seorang gadis, tetapi sang gadis tidak melihat. Bhatara Wisnu mandi dan keluar air mani, karena tak tahan melihat gadis itu. Bhatara Wisnu kembali ke Wisnuloka.

Ni Dewi Njung Asti keluar dari gua, melihat air mani Bhatara Wisnu di atas batu, lalu diambil dan dimakannya. Dewi Njung Asti, akhirnya hamil .

Dalam keadaan hamil Ni Dewi Njung Asti berkunjung pula Hyang Wisnu, serta bertanya asal usul dirinya. Setelah diceriterakan dengan jelas, maka Ni Dewi Njung Asti, diajak ke Wisnu Bhuana.

Bhatara Subali memaklumi air suci (Tirta Harum)itu. Disuruhnya Sang Hyang Aji Rembat menjaganya dan membersihkan pancuran setiap hari. Bhatara Subali membuat telaga meniru di Majapahit, maka diberi nama Taman Bali.

Lama kelamaan mereka masing- masing mempunyai putra, Sang Hyang Aji Jayarembat berputra Sira Dukuh Suladri. Ida Mas Kuning berputra dua orang, Ida Tapadhana
dan Ida Nagapuspa. Bhatara Dalem Sekar Angsana berputra Ni Dewi Ayu Mas.

Bhatara Subali memohon kepada Hyang Wisnu. Permohonannya terkabul, yaitu putra yang lahir dari Dewi Njung Asti bernama Sang Gangga Tirta. Anak itu dibawa oleh Bhatara Subali ke Tirta Harum. Bhatara Subali kembali ke Tolangkir .

Keesokan harinya, Sang Hyang Aji Jayarembat mendapatkan bayi itu pada pancuran di Tirta Harum. Segera datang Bhatara Subali menegaskan bahwa anak itu adalah putranya yang diperoleh dari Bhatara Wisnu.

Berkat Restu Bhatara Subali, anak itu diasuh oleh Sang Aji Rembat, semula bernama Sang Angga Tirta lalu diganti dengan nama Sang Anom, dalam waktu singkat, anak tersebut sangat rupawan dan telah remaja putra, kemudian pindah ke Rewataka Singasara.

Tersebut bahwa Ni Dewi Ayu Mas di Gelgel sakit keras, Dipindahkan ke Taman Bali . Diobati oleh Sang Hyang Aji Jayarembat. Dalam waktu singkat telah sembuh. Diajak kembali ke Gelgel, kemudian penyakitnya kambuh lagi. Demikian berulang-ulang akhirnya tinggal di Taman Bali sampai dewasa.

Terjalinlah hubungan antara Sang Anom dengan Dewi Ayu Mas hingga hamil, Dalem Sekar Angsana amat marah, dan memerintahkan untuk membunuh Sang Anom, dan Sang Hyang Aji. Rembat agar diantarkan ke Gelgel, Namun Dalem mengirim utusan rahasia untuk menyuruh Sang Anom menyingkir , Maka Sang Anom tiba di Tianyar luput dari serangan musuh.

Lama kelamaan Sang Anom melawat ke desanya kembali, sambil memikat burung di tengah hutan Jarak Bang. Sang Anom bertanya dijawab dengan kelakar berkali-kali. Sang Anom marah dan mengutuk tempat itu agar bernama Bangli, orang-orang dusun itu melaporkan ke Gelgel. Dalem memerintahkan untuk menangkap pemuda tersebut dan diantarkan ke istana Gelgel.

Sang Anom tertangkap dan diantar ke Gelgel. Mereka yang melihat pada bersedih menyaksikannya. Setelah tiba di Gelgel, Dalem memerintahkan untuk menangkap Sang Hyang Aji Jayarembat, dalam waktu singkat telah berhasil diserahkan kepada Dalem.
Bhatara Subali dari Tolangkir menghadap ke Gelgel melarang Dalem untuk membunuhnya serta menceriterakan riwayat kelahiran Sang Anom dan meminta agar Sang Anom bersuami istri dengan Dewi Ayu Mas serta kembali ke Taman Bali. Dalem dapat menyetujui dan kemudian sangat menyayangi sebagai menantu.

Restu Bhatara Subali kepada Sang Anom sebagai cikal- bakal Ksatria Taman Bali lahir dari Tirta Harum.

Juga upacara dan upakara pembakaran jenasah sesuai dengan seorang Ksatria. Tidak boleh lupa turun- temurun agar nyawi ke Tirta Harum.

Sang Anom dan Ni Dewi Ayu Mas sedang hamil berada di Taman Bali, Sang Anom meninggalkan istrinya untuk bertapa, dengan pesan bila lahir anaknya nanti agar diberi nama I Dewa Garba Jata. Dan disediakan sebilah keris yang bernama Ki Lobar untuk senjatanya di kemudian hari, bila Dalem meminta jangan diberikan.

Pada saatnya I Dewa Garba Jata pun lahir. Setelah dewasa menanyakan perihal ayahnya. Sang ibu menceriterakan tengah bersemadi di hutan Dawa, serta ciri-cirinya yang khas, Kemudian I Dewa Garba Java menjumpai ayahnya, tetapi tidak berkenan kembali pulang, Putranya disuruh kembali dan menjadi raja di Taman Bali. Dan tetap nyawi ke Tirta Harum serta Ki Lobar. Sang Anom pun wafat, I Dewa Garba Jata -kembali ke Taman Bali dan menceriterakan semuanya kepada ibunya.

Dalem amat cinta kepada I Dewa Garba Jata dan menganugrahkan seorang putri beliau untuk menjadi istrinya. Langsung upacara wiwaha menurut tata cara Ksatria.

I Dewa Garba Jata memperoleh seorang putra bernama Cokorda Den Bancingah, Setelah dewasa beristri putri Kyayi Jambe Pule. Melahirkan putra bernama Cokorda Pemecutan, Cokorda Pamecutan berputra I Dewa Gde Den Bancingah. I Dewa Gde Den Bancingah berputra I Dewa Kanea Den Bancingah. I Dewa Kanea Den Bancingah berputra I Dewa Gede Tangkeban. I Dewa Gede Tangkeban banyak putranya:

  1. I Dewa Pering
  2. I Dewa Pindi
  3. I Dewa Prasi
  4. I Dewa Kaler
  5. I Dewa Batan Wani
  6. I Dewa Pulesari
  7. I Dewa Mundung
  8. I Dewi Kliki
  9. I Dewa Gde Anom Teka
  10. Tak tercatat yang wanita.

Perpindahan putra-putra I Dewa Gede Tangkeban

  1. I Dewa Pering ke Brasika (Nyalian)
  2. I Dewa Prasi ke Gaga
  3. I Dewa Pindi ke Telagasura
  4. I Dewa Kaler tetap di Taman Bali.

Keris pusaka Ki Lobar dimohon oleh I Dewa Gde Pering kepada I Dewa Gde Tangkeban di Taman Bali. Keris dibawa ke Desa Nyalian.

Tersebut seorang raja di Bangli bernama Kyayi Anglurah Prawupan (keturunan Arya Batan Jeruk). Raja Taman Bali mengutus dua orang pesakitan untuk membunuh raja Bangli. Namun gagal, Kemudian raja Bangli mengutus kembali dua pesakitan itu untuk membunuh raja Taman Bali dengan janji bila berhasil diberikan hadiah kekuasaan di daerah itu, Pesakitan itu berusaha membunuh I Dewa Taman. Bali, namun pesakitan itu dapat dibunuhnya. I Dewa Taman Bali hanya menderita luka berat dan lama belum pulih.

Sedang dalam penderitaan luka parah, istri I Dewa Taman Bali digauli oleh putranya sendiri yang bernama I Dewa Kaler. I Dewa Kaler diusir dari Taman Bali kemudian bernama Pungakan Kedisan karena dalam perjalanannya disambar burung gagak, juga disebut Pungakan Don Yeh karena waktu berangkatnya mengarungi hujan lebat dan banjir.

Setelah raja Taman Bali wafat, diganti oleh putranya bernama I Dewa Anom Teka hendak menuntut bela atas wafat ayahnya yang direncanakan oleh Anglurah Paraupan di Bangli. Hal itu didukung oleh sanak keluarga dan pejabat- pejabat bawahannya. Segera mereka menyerang Bangli di bawah pimpinan I Dewa Anom Teka.

Terjadi peperangan sengit antara Taman Bali dengan Bangli yang dipimpin oleh Kyayi Paraupan dan putranya Kyayi Anglurah Dawuh Bahingin. Kyayi (Pamamoran) tewas, Kyayi Dawuh Bahingin tewas pula. Kyayi Paraupan tampil sebagai pimpinan perang. Beliau pun gugur pula. Akhirnya Bangli mengalami kekalahan.

Setelah Bangli kalah para putra Taman Bali beralih tempat. I Dewa Gede Perasi di Bangli, I Dewa Gede Pindi di Gaga.

Di Taman Bali bertahta I Dewa Anom Teka menggantikan ayahnya. Berdiri tiga kerajaan, Bangli, Taman Bali, Nyalian.

I Dewa Gde Prasi Raja Bangli, mempunyai seorang putri bernama I Dewa Ayu Den Bancingah. Tanpa keturunan.

I Dewa Kanea (ipar Dalem Linggarsapura) amat disayang oleh Dalem, diberi pangkat Kanea, diam di Utara Bancingah bergelar I Dewa Kanea Den Bancingah. Mempunyai seorang putra bernama I Dewa Gede Tangkeban, sebab pada waktu lahirnya tanpa sengaja ditutup kasur tempat duduk raja oleh Ki Arya Jambe Pule.

Pada saat terjadi pemberontakan Kyayi Anglurah Agung di Gelgel, Dalem Dimade mengungsi ke Guliang. I Dewa Kanea Den Bancingah kembali ke Brasika membawa keris Ki Lobar.

Taman Bali dikalahkan oleh Kyayi Anglurah Made dari Karangasem. Putra-putra raja Taman Bali diungsikan, ke Gianyar oleh I Dewa Manggis, Kemudian I Dewa Agung Gde diam di Taman Bali karena Taman Bali diserahkan oleh Kyayi Anglurah Made Karangasem. I Dewa Agung Gde menyerahkan desa-desa: Cegeng, Tembaga, Tohjiwa, Sangkan Aji, Margayu, Pamubugan, Sukahet, Lebu, kepada Anglurah Made Karangasem, I Dewa Agung Gde berputra dua orang di Taman Bali, pria-wanita. Yang pria bernama, I Dewa Agung Gde Taman Bali.

I Dewa Gde Taman Bali menggempur Taman Bali atas bantuan I Dewa Manggis, Taman Bali dikuasai kembali. I Dewa Agung Gde mengungsi ke Puri Kanginan (Klungkung)

I Dewa Manggis ingin melihat warna Ki Lobar. Tak diijinkan oleh Dalem. Namun niatnya tak kunjung padam.

Lama kelamaan Dalem meminjamkan keris Ki Lobar. I Dewa Gede Tangkeban menjadi salah paham, I Dewa Taman Bali dan I Dewa di Bangli menyarankan ajar dipertahankan meskipun apa terjadi. Didukung oleh sanak keluarga dan rakyatnya. I Dewa Agung Putra mendengar hal itu maka baginda minta bantuan ke Karangasem dan Gianyar untuk menggempur Nyalian. Terjadi perang sengit, I Dewa Gede Tangkeban minta bantuan Taman Bali dan Bangli, namun belum diberikan. Ternyata I dewa Gede Tangkeban tetap mengadakan perlawanan bersama sanak keluarganya. Banyak jatuh korban. I Dewa Gede Tangkeban tampil ke depan dengan menghunus Ki Lobar, hingga musuh- musuhnya lari tunggang-langgang. Kemudian pasukan Dalem maju lagi. I Dewa Gede Tangkeban tertembak, namun tidak gugur. Terpikir olehnya, kekecewaan dirinya, sehingga timbul kemarahannya pada sanak keluarganya di Bangli dan Taman Bali, beliau pun mengutuk agar selalu cekcok sesama keluarganya. Lalu ujung Ki Lobar dipotongnya. I Dewa Gde Tangkeban gugur dalam peperangan, Nyalian dikuasai oleh Klungkung.

I Dewa Gede Tangkeban meninggalkan seorang putra dilarikan ke Bangli oleh ibunya. Kemudian diasuh sebaik baiknya oleh I Dewa Ayu Den Bancingah, seperti putra kandung karena I Dewa Ayu Den Bancingah tidak berputra
selama bersuami istri dengan I Dewa Anon Rai.

I Dewa Anom Rai mempunyai seekor kuda bernama
Gandawesi dan mempunyai keahlian dapat melihat apa yang terjadi.

I Dewa Anom Rai kawin dengan seorang kasta sudra, sehingga I Dewa Den Bancingah tidak diperhatikan lagi, timbul sakit hatinya dan menyidangkan bawahannya. I Dewa Ayu Den Bancingah berkat bantuan seorang dukun Ida Waneng Pati berhasil membunuh I Dewa Anom Rai di tempat tidurnya. Kemudian I Dewa Ayu Den Bancingah menjadi Ratu. Keamanan pulih kembali.

Putra I Dewa Gede Tangkeban yang diasuh di Puri Bangli telah dewasa. Belum beristri. Senang tari- tarian antara lain, gambuh, legong, mencari guru tari ke Sukawati. Kesenangannya itu sama dengan kesenangan raja Taman Bali. Sering saling sabot guru tari, timbul cekcok antara Bangli dan Taman Bali. Taman Bali hendak menyerang Bangli, maka minta bantuan pada Dalem di Klungkung. Dalem tak berkenan karena tak pernah cekcok dengan raja Bangli. I Dewa Taman Bali merasa kecewa. Kemudian I Dewa Gede Raka Taman Bali mengumpulkan sanak saudara antara lain; I Dewa Gede Mundung, I Dewa Pulesari, I Dewa Batan Wani, I Dewa Jelepung, I Dewa Pindi, I Dewa Rendang, I Dewa Guliangan, I Dewa Pasalakan. Semua setuju menggempur Bangli tetapi agar minta bantuan ke Gianyar. Hal itu disetujui oleh I Dewa Taman. Bali, lalu minta bantuan kepada I Dewa Manggis dengan catatan bila Bangli kalah agar dibagi dua. Pasukan Gianyar dipimpin oleh Cokorda Mas. Bangli kalah dikuasai oleh Taman Bali dan Gianyar. Raja Bangli bersembunyi di Kehen. Raja Taman Bali mengepung Kehen, dan raja Gianyar menunggu di Taman Bali.

I Dewa Ayu Den Bancingah setelah memperoleh wahyu di Pura Kehen, hendak berhadapan dengan I Dewa Taman Bali. Namun bersimpang jalan, perjalanannya langsung ke selatan hingga ke Taman Bali, maka berhadapan dengan I Dewa Manggis, pasukan I Dewa Manggis kalah, mereka kembali ke Gianyar.

I Dewa Taman Bali tiba di Kehen, tidak berjumpa dengan siapa pun juga. Melihat asap mengepul di arah selatan. Disangka raja Gianyar berbuat buruk. Segera beliau hendak menghadapi raja Gianyar. Tiba di Taman Bali, ternyata sunyi-senyap. Dugaannya semula semakin tebal dan kuat

I Dewa Taman Bali menerima laporan dari Guliang, bahwasanya ada serangan pasukan Klungkung. Pasukan Klungkung dihadapinya, pasukan Klungkung ketakutan, sebab tujuannya bukan untuk berperang, melainkan Cokorda Dewagung Putra ingin bertemu dengan I Dewa Manggis. Karena serbuan pasukan Taman Bali, maka baginda kembali melalui jembatan darurat. Jembatan itu patah menimbulkan banyak korban, Dewagung Putra wafat di Blahpane. Bhatara Dalem Sakti (ayah Dewata di Blahpane) amat murka dan memerintahkan agar Gianyar dan Bangli menyerang Taman Bali, Terjadi pertempuran sengit sasih ke 5, rah 9, tenggek 3, titi tanggal 13 Isaka 1809. Taman Bali kalah, dibumihanguskan oleh Bangli. Dan kekayaan Taman Bali dibawa ke Bangli, Raja Bangli tetap I Dewa Ayu Den Bancingah.


Sumber
I Gusti Ngurah Bagus, Ida Bagus Rai Putra

Babad Ksatia Tamanbali

Department Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta 1989



Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Blog Terkait