Dasaksara dalam Bhuwana Agung dan Alit


Omkara Dan Dasaksara Dalam Bhuvana Alit

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa Bhuwana Agung adalah sama dengan Bhuvana Alit. Yang dimaksud dengan Bhuvana Alit adalah tubuh semua makhluk, tetapi dalam penulisan ini terbatas pada diri manusia.

Dalam kehidupan manusia dapat kita katakan terdiri dari dua unsur yaitu: jasmani dan jiwatma. Jasmani manusia (badan wadag) adalah evolusi dari Panca Tan Matra atau Panca Maha Bhuta juga.

  • Dari unsur Gandha (pertivi), menjadi tulang, daging, otot, kulit, urat, rambut, dan segala yang sifatnya padat dalam tubuh. Dari unsur Rasa (apah), menjadi: darah, serum, kelenjar, lendir dan segala yang cair.
  • Dari unsur Rupa(teja), menjadi: temperatur/panas, yang terdapat dalam tubuh.
  • Dari unsur Sparsa (bhayu), menjadi udara yang terdapat dalam tubuh.
  • Dari unsur Sabda (akasa), menjadi benih suara.

Jasmani yang berasal dari Panca Maha Bhuta inilah yang disebut dengan badan kasar atau sthula sarira. Bersamaan dengan terciptanya Sthula Sarira, maka seketika itu juga muncullah alam pikiran. Pada manusia alam pikiran itu adalah Buddhi, Manah, Ahamkara dan Indriya, demikian juga dengan Atma mulai memberikan tenaga hidup, sehingga Sthula Sarira dapat hidup dan berkembang, serta alam pikiran menjadi aktifsesuai dengan fungsinya.

Buddhi adalah bagian dari alam pikiran, yang berfungsi untuk mengambil keputusan, karena mempunyai sifat kebajikan. Manah adalah bagian dari alam pikiran, yang berfungsi untuk menganalisa sesuatu.

Ahamkara adalah bagian dari alam pikiran yang bersifat aku (egoistis). Buddhi, Manah, dan Ahamkara disebut dengan Tri Antah Karana, yang mewujudkan alat bathiniah atau badan halus yang disebut Suksma Sarira.

Sedangkan Atma yang sebagai sumber tenaga hidup telah membawa badan dari tempat asalnya yang disebut Antahkarana Sarira (badan penyebab). Sehingga manusia mempunyai tiga lapisan badan, yaitu: Antahkarana Sarira, Suksma Sarira, dan Sthula Sarira.

Maka berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa sumber asal dari Bhuvana Agung dan Bhuvana Alit adalah sama. Didalam tubuh manusia sebagai tempat/alatdaripada alam pikiran untuk beraktivitas, disebut Golaka Indriya.

Golaka Indria itu terdiri dari 11 macam, yaitu:
1. Telinga untuk srotendriya.
2. Kulit untuk tvakindriya.
3. Mata untuk caksvindriya.
4. Lidah untuk jihvendriya.
5. Hidung ntuk Granendriya.
6. Mulut untuk Vakindriya.
7. Tangan untuk Panindriya.
8. Kaki untuk padendriya.
9. Dubur untuk Payvindriya.
10.Alat kelamin untuk upasthendriya.
11.Otak untuk rajendriya.(Transkripsi Lontar Vrhaspati Tattva, hal. 76).

Golaka dan Indriya pada dasarnya berbeda, akan tetapi tak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Golaka adalah tempat atau alat sedangkan Indriya adalah merupakan sifat. Dari kesebelas macam Indriya itu bersumber pada Manas dan oleh karena manas itulah Indriya dapat menikmati obyeknya (visaya), maka itulah manas sering disebut Rajendriya, yaitu raja dari semua indriya. Disamping adanya Golaka dan Indriya pada tubuh manusia terdapat pula 10 pembuluh yang disebut Nadi.

Kesepuluh Nadi itu adalah: Ida, Pinggala, Sumsuma, Gandhari, Hasti, Jihva, Dusa, Yasa, Alambusa, Kuhu, dan Sangkhini. Di antara ke-10 Nadi itu ada tiga yang terpenting, yakni: Ida, Pinggala,dan Sumsum, yang terdapat pada tulang punggung, yang erat hubungannya dengan “Sapta Cakra”, yaitu tujuh simpul syaraf, yang merupakan tempat dari kundalini. Kundalini itu adalah sumber kekuatan ilahi dan kebathinan.
Sapta Cakra adalah tujuh simpul syaraf yang terdapat pada tulang punggung, yang disebut juga Sapta Padma, yaitu:

  • Muladhara Cakra, terletak pada dasar tulang punggung, di antara kemaluan dan lubang pantat.
  • Svadhisthana Cakra, terletak di dasar alat peranakan.
  • Manipura Cakra, terletak pada tulang punggug sejajar dengan pusar (nabhi).
  • Anahata Cakra, terletak pada tulang punggung sejajar dengan hulu hati.
  • Visudha Cakra, terletak pada tulang punggung sejajar dengan kerongkongan.
  • Ajna Cakra, terletak pada tulang punggung sejajar dengan Bhrumadya atau kening.
  • Sahasrara Cakra, tempatnya pada Śiva Dvara yaitu ubun-ubun. Cakra ini disebut juga Śivasthana/ Brahmarandra.

Cakra-cakra inilah merupakan tempat dari kundalini seseorang sudah hidup, maka ia akan bergerak ke atas dari Muladhara terus ke Sahasrara Cakra. Untuk menghidupkan kundalini, menurut ajaran oda harus melalui Pranayama, yaitu: pengaturan napas (prana) yang teratur dan sempurna dan dilanjutkan dengan Samadhi. Denag melaksanakan Pranayama yang teratur dan sempurna demikian juga Samadhi, maka kebahagiaan hidup akan dapt tercapai.

Jadi dasar untuk mencapai kebahagiaan itu adalah dengan pengaturan Prana, yaitu tenaga hidup yang timbul dari unsur material, setelah Atma memberikan kehidupan pada tubuh. Prana juga disebut Vayu, yang menurut fungsinya ada sepuluh macam, yaitu: Prana, Apana, Samana, Udana, Vyana, Naga, Kurmara, Krekara, Devadatta, dan Dhananjaya. Prana fungsinya mengatur pernapasan, Apana fungsinya untuk mengatur pembenihan dan membuang kotoran, Samana berfungsi untuk mengatur pencernaan, Udana berfungsi sebagai pengatur gerak dahi dan kelopak mata, Vyana berfungsi untuk mengatur gerak persendian, Naga fungsinya untuk mengempiskan perut, Kurmara berfungsi sebagai alat untuk menggetarkan badan, Krekara fungsinya untuk menguap dan Dhananjaya fungsinya untuk menciptakan suara. (Oka, 1969: 56).
Demikianlah keterangan-keterangan secara ringkas mengenai keadaan Bhuvana Alit, yang pada hakekatnya tidaklah berbeda dengan unsur-unsur yang mengadakan Bhuvana Agung. Bhuvana Agung yang berada dalam keadaan sejahtera dan seimbang dilambangkan dengan Svastika atau Padma Asta Dala, demikian juga tubuh manusia (Bhuvana Alit). Dalam Lontar Dasaksara, disebutkan:

“Bahwa tubuh manusia juga disebut “Brahma Pura” (singhasana Tuhan), yang dilambangkan dengan Dasaksara sebagai sthana-Nya.

SA tempatnya pada Papusuh (jantung), BA letaknya di Hati, TA tempatnya pada Ungsilan (ginjal), A tempatnya pada Nyali (empedu), I tempatnya pada bungkahing hati (pangkal hati), NA tempatnya pada Paparu (paru-paru), MA tempatnya pada Waduk Vredha (usus besar), SI tempatnya pada Limpa, Va tempatnya pada kakulungan atau ineban (Kerongkongan) dan YA tempatnya pada Tungtunging hati (ujung hati)”.

Demikian juga Vijaksara-Vijaksara yang lain, seperti: Ekaksara (OM), tempatnya di Śiva Dvara (Polo Jati), Aksara Rvabhineda ” AM” di mata kanan (ring netra tengen), “AH” di mata kiri (ring netra kiwa) dan Tryaksara tempatnya “AM” di kening kiri, “UM” di kening kanan dan “MAM” di sela-selanya kening.

Dalam Lontar Kanda Pitu dijelaskan bahwa :
“Padma ring jero (tubuh manusia bagian dalam), baru akan berfungsi sebagai singgasana Tuhan, jika disucikan dengan melaksanakan Pranayama dan Samadhi”.

Pranayama adalah suatu teknik pengaturan napas yang sedemikian rupa. Karena aturannya sulit dan berbahaya perlu tuntunan seorang guru yang berpengalaman. Samadhi adalah pemusatan pikiran pada obyek yang tertentu. Oleh karena itu untuk mensucikan Padma (tubuh manusia ) amat perlu melaksanakan Pranayama dan Samadhi dengan membayangkan organ-organ tubuh yang dianggap sebagai Sthana Tuhan.

Hal ini sudah biasa dilakukan oleh Sang Sadhaka (orang-orang suci) tatkala melakukan pemujaan. “Pertama-tama seorang Sadhaka melakukan Pranayama, Meditasi dan membayangkan dirinya bagikan utphula/lotus yang belum kembang, bentuknya bagaikan ‘ulucandra’ ( ). Kedua, memusatkan pikiran pada suatu titik (windu), membayangkan dirinya bagaikan O-kara ( ), dan mengucapkan Utpeti Dasaksara Mantra OM I BA SA TA A YA NA MA SI VA, sebagai lambang mekarnya bunga teratai yang ada dalam tubuhnya. Ketiga, setelah kembang teratai itu dirasakan kembang, lalu dipancarkan keluar, dengan ucapan Sthiti Dasaksara Mantra OM SA BA TA A I NA MA SI VA YA. Keempat mengucapkan mantra yang disebut “Puja Simpen”, yaitu:
Agni madhye ravis caiva ravi madhye tu candrama candra madhye bhavet sukla sukla madhye shito Śivah“.

Untuk menampilkan bagian ini, diperlukan
Login Membership

Berdasarkan keterangan di atas seorang sadhaka, membayangkan dirinya bagaikan Padma yang dapat memancar ke dalam dan ke luar, yang diwujudkan dalam bentuk lambang Omkara dan Dasaksara, serta Vijaksara yang lainnya. Sebagai dasar untuk mensucikan diri, melebur dosa, dan agar dapat bersatu dengan Tuhan (Śiva).

Orang-orang yang seperti inilah yang kita harapkan , yaitu orang yang sudah dapat merealisasikan dirinya dengan Tuhan. Untuk dapat sampai kepada kondisi seperti ini, harus kita siapkan dari sedini mungkin (masih muda) ketika manusia diibaratkan seperti alang-alang yang masih tajam tentu akan lebih gambang untuk dapat menyerapnya, terlebih pada masa anak -anak yang belum memilki tanggung jawab yang besar seperti para orang tua. Untuk dapat mencapai sampai pada tingkatan itu kita dapat melepaskan peranan orang tua dan guru kerohanian sebagai tempat di mana anak-anak dapat menimba pengetahuan kesucian tersebut.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

HALAMAN TERKAIT
Baca Juga