Chanakya Niti Sastra – Ilmu Politik, Kepemimpinan dan Moralitas


NITI SASTRA DALAM KELUARGA

Setiap orang pasti dilahirkan memiliki keluarga, entah itu ayah, ibu, kakak, adik, istri ataupun suami. Keluarga adalah bagian yang terdekat dalam hidup, karena bersama mereka menghabiskan sisa waktu. Baik buruknya keluarga akan berpengaruh pada diri. Kadang merasa nyaman bersama keluarga, ada juga orang merasa tidak nyaman bersama keluarganya. Kita sebagai anggota keluarga hendaknya berusaha selalu menciptakan suasana yang enak dalam keluarga.

Peranan seorang Suami/ayah

Dalam keluarga ayah hendaknya selalu berperan menjadi kepala keluarga, yang bertugas melindungi dan membimbing keluarganya. Seorah ayah selain melindungi suaminya juga bertanggungjawab melindungi dan membesarkan putra-putrinya. Seperti yang tertera pada sloka dibawah ini:

Janita copaneta ca

Yastu vidyam prayacchati Annadata bhayatrata Pancaita pitarah smrtah

Canakya Niti Sastra, V.22

Terjemahan:

Yang menyebabkan lahir, yang mengalungkan tali suci, yang mengajarkan ilmu  pengetahuan,  yang memberikan  makan,  yang  melindungi  dari  mara bahaya, kelima macam itu disebut sebagai Bapak.

Pada sloka diatas sudah jelas dikalakan sejauh mana peranan seorang ayah dari menyebabkan kelahiran putra-putrinya, megajarkan ilmu pengetahuan, memberi makan atau menafkahi keluarga, serta melindungi keluarganya. Akan sungguh berdosa apabila seorang ayah tidak man menafkahi istri dan anaknya. Sifat seperti itu tidak bisa dikatakan sebagai ayah. Selain nafkah seorang ayah juga bertanggung dalam pendidikan anaknya, seperti yang tertera pada sloka berikut:

Putras ca vividhaih silair Niyojyah satatam budhaih Niti-jnah sila sampanna Bhavanti kula pujitah

Canakya Niti Sastra, II. 10

Terjemahan:

Orang bijaksana hendaknya mengajarkan putranya tata susila, pengetahuan Niti Sastra dan ilmu pengetahuan suci lainnya, sebab seorang putra yang mahir dalam pengetahuan Niti Sastra dan pengetahuan suci hanya akan menyebabkan keluarga terpuji.

Seorang ayah hendaknya memberikan bekal kepada putra-putrinya untuk meniti masa depanya. Bekal yang diberikan tidak hanya berupa materi melainkan pengetahuan. Karena pengetahuan tidak akan pernah habis, dan dengan pengetahuan juga akan membuat orang dihormati. Apabila seorang putra memiliki pengetahuan serta mampu menerapkan ilmu pengetahuan maka ia akan disegani dan keluarga pun akan terpuji. Dalam memberikan pendidikan pada putra-putrinya hendaknya tidak sembarangan, melainkan melihat kondisi serta tahap perkembangan anak. Pada zaman sekarang cenderung seorang ayah terlalu memanjakan putra-putrinya, hal ini dikarenakan seorang ayah ingin menunjukan kasih sayang kepada putranya. Akan tetapi sikap seperti itu akan membuat sianak menjadi manja dan menjadi sering mclawan orang tuanya.

Lalanad bahavo dosas Ladanad bahavo gunah Tasmat putram ca sisyamca Tadayen na tu lalayel

Canakya Niti Sastra, II. 12

Terjemahan:

Anak yang dididik dengan memanjakan akan menjadi durhaka dan jahat. Sedangkan dengan memberikan hukuman-hukuman ia akan menjadi baik. Oleh karena itu, didiklah putra-putri dan murid-murid anda dengan cara memberikan hukuman-hukuman dan tidak dengan cara memanjakan.

Pada sloka diatas diajarkan tentang cara mendidik anak, menunjukan kasih sayang pada anak tidak selalu dengan memanjakannya melainkan dengan memberikan hukuman-hukuman yang bersifat mendidik. Apabila selalu dimanja seorang anak akan menjadi mania karena mengangap semua sayang padanya.

Apabila seorang anak sering diberikan bukuman yang mendidik maka si anak akan menjadi penurut.

Seorang ayah atau guru di Sekolah dalam memberikan hukuman kepada anak atau muridnya tidak selalu mereka itu dikatakan kejam. Karena hukuman yang mendidik bisa membuat sianak menjadi semakin kuat dan semakin dewasa dalam mengatasi masalah dibandingkan dengan selalu dimanja. Akan tetapi tingkat hukuman atau pendidikan itu hendaknya disesuaikan dengan kondisi si anak. Seperti pada sloka di bawah ini:

Lalayet panca-varsani Dasa-varsani tadayet Prapte tu sodase varse Putram mitravadacaret

Canakya Niti Sastra, III. 18

Terjemahan:

Asuhlah putra dengan memanjakannya sampai berumur lima tahun, memberikan hukuman-hukuman selama sepuluh tahun berikutnya. Kalau sudah ia menginjak umur enam belasan tahun didiklah ia dengan cara berteman.

Dalam memahami fase pertumbuhan orang tua hendaknya tahu kapan saatnya sianak harus dimanja dan kapan harus diberikan hukuman. Dalam sloka diatas dikatakan bahwa kalau anak masih berumur lima tahun kebawah  hendaknya diperlakukan seperti raja dengan dimanja. Ini bertujuan agar menjalin kedekatan psikologis antara orang tua dengan sianak, karena pada fase ini akan berpengaruh pada umur dua puluh tahun kedepan.

Begitu juga ketika sianak berumur diatas lima tahun hendaknya diperlakukan seperti budak, atau di suruh- suruh. Karena pada fase ini ia akan mematangkan sikapnya, dan agar melatih sianak menjadi penurut dan bhakti kepada orang tua. Apabila sudah berumur enam belas tahun sianak diperlakukan seperti seorang sahabat. Karena pada fase ini sianak membutuhkan teman curhat, dan agar tidak ada jarak antara orang tua dan anak.


Sumber :

Drs. I Wayan Darna, M.Pd.



Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga