Jnana Tattwa, Dasar Semua Tattwa Siwa


Tempat Sanghyang Atma Pada Manusia dan di Alam

Apabila dengan baik dapat memahami Sanghyang Tattwajnāna, oleh masyarakat yaitu dari kesadarannya untuk melaksanakan Prayogasandhi, dengan penerangan Samyagjnāna, dengan berdasarkan brata, tapa, yoga, Samadhi, itulah obat dari atma yang sengsara.

Tempat Sanghyang ātmā di Turyapada, telah lebih dulu dikatakan Bhatara jungjungan disebut wyāpi wyapaka. Ia berada di alam niskala kriya saktinya Bhatāra merasuki ahangkāra. Ahangkāra merasuki wāyu. Wayu meresap pada nadi. Nadi itu merasuki tubuh dengan halus. Tubuh itulah yang menanggung pancagati (lima kesengsaraan ) itu. Ketika ātmā memberi kesadaran pada pradhānatattwa maka pada saat itulah Sanghyang ātmā yang terbagi dua yaitu ada yang wyāpāra dan yang tidak wyāpāra.

Wyāpāra adalah ketika atma pada saat memberikan kesadaran pada pradhanatattwa. Tidak Wyāpāra adalah Bhatāra junjungan berhenti diam tidak lagi menyuruh memberi kesadaran.

Keberadaan Sanghyang Ātma

Ātma tetap tinggal diam tak begerak dan tak terguncang, ialah yang disebut Ātmāwisesa dan ia pulalah yang disebut Bhatāra Dharma. Ketika ātmā itu aktif memberi kesadaran di sebut dengan Pramāna. Ātmā yang disebut Sanghyang pramāna dan Sanghyang Ātmā Wisesa hanya tetap akan di Turyapada, Begitu juga Ātmā yang berada di Jāgrapada ia juga tunggal sifatnya hanya saja perbedaan halus dan kasar. Ātmā yang berada di Jāgrapada sebab cetana sifatnya. Cetana adalah wujud kasar Ātmā yang berada di Turyapada yang disebut citta yang dilekati oleh Triguna. Citta ialah tutur Wyapara kesadaran yang kacau yang tahu baik dan buruk.

Tutur adalah ketika tetap diam tak bergerak. Ātmā yang berada di Jagrapada berkeadaan sama pada tutur wyapara dan tanpa waypara. Ātmā yang diberi nama Ahangkara si Waikrtha, ialah dibuat oleh bhatara untuk membuat pancatanmatra dan pancamahabhuta. Adapun manah (pikiran) itu diwujudkan lagi menjadi tattwa lawölawö (kelopak bunga). Ātmā lawölawö adalah atma pari wara.

Ātmā Pariwara adalah pancatmā yaitu, ātmā, parātmā, nirātmā, antarātmā dan suksmātmā. Itulah yang disebut dengan inti wujud kasarnya ātmā ialah yang sesungguhnya mengalami baik dan buruk perbuatannya, tidak habis-habisnya.

Ātmā disebut Ahangkara si waikrta adalah buddhi sattwa, ialah yang menanggung sengsara. Ātmā yang dinamai Ahangkara si tejasa, ia adalah buddhi rajas, ialah yang menyakiti. Ātmā yang disebut si bhutadi ialah buddhi tamas, ia sebagai kesengsaraan orang yang ditempati oleh bhatāra Siwa memiliki atma wisesa. Walaupun ātmā worang ātmā wisesa ia harus melaksanakan tapa, brata, samādhi. Pada waktu samādhi Bhatāra Siwa akan menyatakan dirinya.

Pada binatang tidak ada ātmā wisesa itu, ia lebih namyak digerakkan oleh wāyu, idep dan sabda. Sabda, wāyu dan idep itu meresapi seluruh tubuh manusia yang dibei kesadaran oleh ātmā dalam kadar yang berbeda-beda yang menyebabkan perbedaan itu ialah Subhāsubha Karma.

Ātmā yang berada dijāgrapada dan tūriapada adalah ātmā yang luput dari subhāsubha karma karena kesuciannya. Sedangkan ātmā yang berada di suptapada adalah ātmā sengsara karena terus menerus lahir menjadi dewata, manusia dan binatang. Ia selalu diombang-ambing oleh pikiran yang berangan-angan. Adapun turyapada dan tūryāntapada itu sukar dijangkau oleh pikiran manusia yang begitu halusnya.

Untuk menentukan sesuatu itu dapat dipergunakan Tri Pramāna, yaitu Praktiyasa, Anumāna dan āgama pramāna. Turyāntapada hanya dapat dibayangkan dengan āgama, pramāna. Ātma-ātmā itulah yang lahir menjadi manusia, tinggal dalam badan manusia meresap dalam sadrasa, yang membangun tubuh manusia. Adapun Sadrasa (enam rasa) itu adalah : Amla (asam), Kesaya (sepet), Tikta ( pahit ), Katuka (pedas ), Lawana (asin), Madhura (manis).

Namun tubuh itu dasarnya dibangun dari Panca Mahābhuta yaitu : tanah dijadikan kulit, air dijadikan darah, teja dijadikan daging, angin dijadikan tulang, udara dijadikan sumsum. Dan pancatanmatra yaitu : sabda tanmatra menjadi telinga. Sparsa tanmatra menjadi kulit, rupa tanmatra menjadi mala, rasa tanmatra menjadi lidah, gandha tanmatra menjadi hidup. Sebenarnya tubuh itu juga merupakan tiruan alam besar karena bagian-bagian tubuh itu bagaikan bagian-bagian alam besar.

Sanghyang Ātma di Buwana Agung (Alam Semesta)

Dan ini bagian-bagian tubuh itu dapat dibandingkan dengan sapta bhuwana, sapta pātāla, sapta parwata, sapta arnawa, sapta dwipa.

  • Sapta Buwana ialah : bhur loka adalah perut, bhuwarloka adalah ati, swarloka adalah dada, tapaloka adalah kepala, janarloka adalah lidah, mahaloka adalah hidung dan satyaloka adalah mata.
  • Sapta Pātāla ialah : petala adalah dubur, wantala adalah paha, nitala adalah lutut, mahatala adalah betis, sutala adalah pergelangan kaki, tala-tala adalah …, pasatala adalah telapaknya yang dibawah.
  • Sapta Parwata ialah buah pelir adalah gunung Mālyawān, pelir adalah gunung Nisada, limpa adalah gunung Gandhamādana, paru-paru adalah gunung Malayamahidhara, empedu adalah gunung Trisrengga, hati adalah gunung Windhya, jantung adalah gunung Mahāmeru.
  • Sapta Arnawa, ialah : air kemih adalah lautan tuak, darah adalah lautan gula tebu, keringat adalah lautan garam, lemak adalah lautan minyak, air liur adalah lautan madu, sumsum adalah lautan susu, otak adalah lautan santan. Sapta Dwipa, ialah : tulang adalah pulau jambu, otot adala pulau kusa, daging adalah pulau sangka, kulit adalah pulau samali, bulu adalah pulau gomedha, sendawa adalah pulau puskara dan gigi adalah pulau kraunca.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

HALAMAN TERKAIT
Baca Juga