Kebijaksanaan dalam Naskah Sanghyang Siksakandang Karesian


 

BAB 2

naraka; hengan lamun kapehayu ma sinengguh utama bijilna ti irung. Sungut ulah barang carek kenana dora bancana na lunas papa naraka; hengan lamun kapahayu ma sinengguh utama bijihna ti sungut. Leungeun mulah barang cokot kenana dora bancana na lunas papa naraka; hengan lamunna kapahavu ma sinengguh utama bijilna ti leungeun. Suku ulah barang tincak kenana dora bancana na lunas papa naraka; hengan lamunna kapahayu ma sinengguh utama bijilna ti suku. Payu ulah dipake keter kenana dora bancana na lunas papa naraka. hengan lamunna kapahayu ma sinengguh utama bijilna ti payu, Baga purusa ulah dipake kancoleh kenana dora bancana na lunas papa naraka. hengan lamunna kapahayu ma sinengguh utama dijilna ti baga lawan purusa, Ya ta sinangguh dasa kreta ngara(n)na. Anggeus kapahayu ma dora sapuluh, rampes twahna urang reya Maka nguni twah sang dewa ratu.

neraka: namun bila hidung terpelihara, kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari hidung. Mulut jangan (digunakan untuk) sembarang bicara karena (jika hal itu dilakukan maka akan) menjadi pintu bencana di dasar kenistaan neraka; namun bila mulut terpelihara. kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari mulut. Tangan jangan (digunakan untuk) sembarang ambil karena (jika hal itu dilakukan maka akan) menjadi pintu bencana di dasar kenistaan neraka; namun bila tangan terpelihara. kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari tangan. Kaki jangan (digunakan untuk) sembarang melangkah karena (jika hal itu dilakukan maka akan) menjadi pintu bencana, penyebab kita mendapat celaka di dasar kenistaan neraka; namun bila kaki terpelihara. kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari kaki. Tumbung (lubang dubur) jangan dipakai untuk hubungan seksual sejenis karena (jika hal itu dilakukan maka akan) menjadi pintu bencana di dasar kenistaan neraka; namun bila tumbung terpelihara, kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari tumbung. Baga-purusa (baga : kemaluan wanita, purusa : kemaluan laki-laki) jangan dipakai berjinah, karena (jika hal itu dilakukan maka akan) menjadi pintu bencana, penyabab kita mendapat celaka di dasar kenistaan neraka; namun bila baga-purusa terpelihara, kita akan memperoleh keutamaan dari baga dan purusa, Ya itulah yang disebut dasa kreta. Kalau sudah terpelihara pintu (nafsu) yang sepuluh, sempurnalah perbuatan orang banyak. Demikian pula perbuatan sang raja.

Nihan sinangguh dasa prebakti ngaranya. Anak bakti di bapa, ewe bakti di laki. hulun bakti di pacandaan, sisya bakti di guru, wang tani bakti di wado. wado bakti di mantri, mantri bakti di nu nangganan. nu nangganan bakti di mangkubumi, mangkubumi bakti di ratu, ratu bakti di dewata, dewata bakti di hyang. Ya ta sinangguh dasa prebak-

Inilah yang disebut dengan dasa prebakti. (yaitu) Anak tunduk kepada bapak; isteri tunduk kepada suami; hamba tunduk kepada majikan siswa tunduk kepada guru; petani tunduk kepada wado (prajurit yang memimpin para petani melakukan kerja bakti untuk raja yang sedang berkuasa); wado tunduk kepada mantri, mantri tunduk kepada nu nangganan; nu nangganan tunduk kepada mangkubumi; mangkubumi tunduk kepada raja; raja tunduk kepada dewata; dewata tunduk kepada hyang. Ya itulah yang disebut dengan dasa prebak-

 

BAB 3

ti ngara(n)na. (ti) Ini na lakukeuneun. talatah sang sadu jati. Hong kara name sewaya. senibah ing hulun di sanghyang panca tatagata. Panca ngaran ing lima, tata ma ngaran ing sabda, gata ma ngaran ing raga, Ya eta ma ngaran ing sabda, gata ma ngaran ing raga. Ya eta ma pahayuan sareanana. Panca aksara guru-guru ning janma. Panca aksara ma byakta nu katongton kawreton, kacaksuh ku indriya. Guru ma pananyaan na urang reya. Nya mana dingaranan guru ing janma. Sang moha sa(ng) geusna aya bwana.

ti namanya. Inilah yang harus dilaksanakan, amanat (yang disampaikan oleh) sang budiman sejati. Puji dan sembahku kepada Siwa, hormatku kepada sanghyang panca tatagata. Panca berarti lima, tata berarti ucap, gata berarti raga. Ya, itulah yang memberikan kebaikan kepada semuanya. Panca aksara (lima huruf yaitu: na, ma, si, wa, ya yang masing-masing dianggap identik dengan: Isora, Brahma, Mahadewa, Wisnu dan Siwa) adalah guru manusia. Panca aksara itu kenyataan yang terlihat, terasa dan tersaksikan oleh indera kita. Guru itu tempat bertanya orang banyak, Karena itu dinamakan guru manusia. Kebodohan itu baru ada setelah adanya dunia.

Iki byaktana. Ngaranya ya panca byapara. Sanghyang pretiwi, apah, teja, bayu mwang akasa. Carek sang sadu maha purusa. eta keh drebya urang. Kangken pretiwi kulit, kangken apah darah ciduh, kangken teja panon, kangken bayu tulang, kangken akasa kapala. Iya pretiwi di sarira ngaranya. Nya mana dikangkenkeun ku nu mawa bumi. Ya mangupati pra rama, resi, prabu, disi mwang tarahan.

Ini kenyataanya. Namanya ya panca byapara (lima anasir pelindung/pembungkus) yaitu Sanghyang pretiwi (tanah), air, cahaya, angin dan angkasa. Ujar sang budiman manusia besar: itu semua milik kita. Adapun yang diibaratkan tanah adalah kulit, yang diibaratkan air adalah darah dan ludah, yang diibaratkan cahaya adalah mata, yang diibaratkan angin adalah tulang, yang diibaratkan angkasa adalah kepala. Itulah yang disebut pretiwi yang ada dalam tubuh. Ya, diibaratkan oleh penguasa bumi. Ya, menjelma menjadi para rama, resi, ratu, disi dan tarahan.

Iki panca putra: pretiwi Sang Mangukuhan, apah Sang Katungmaralah, teja Sang Karungkalah, bayu Sang Sandanggreba, akasa Sang Wretikandayun. Ini panca kusika: Sang Kusika di Gunung, Sang Garga di Rumbut, Sang Mesti di Mahameru, Sang Purusa di Madiri, Sang Patanjala di Panjulan.

Ini yang disebut dengan panca putera (lima orang putera Sang Kandiawan yang dianggap penjelmaan panca kusika yaitu lima orang resi murid Siwa dalam mitologi Hindu) yaitu pretiwi adalah Sang Mangukuhan, air adalah Sang Katungmaralah, cahaya adalah Sang Karungkalah, angin adalah Sang Sandanggreba, angkasa adalah Sang Wretikandayun (pendiri Kerajaan Galuh), Ini yang disebut dengan panca kusika: Sang Kusika di Gunung, Sang Garga di Rumbut, Sang Mesti di Mahameru, Sang Purusa di Madiri. (dan) Sang Patanjala di Panjulan,

Lamun pahi kaopeksa sanghyang wuku lima (dina) bwana, boa halimpu ikang desa kabeh. Desa kabeh ngaranya: ppurba, daksina, pasima, utara, madya. Purba, timur, kahanan Hyang Isora, putih rupanya; daksina, kidul, (kahanan Hyang Brahma, mirah rupanya; Pasima, kulon) kahanan Hyang Mahadewa, kuning (rupanya);

Kalau terpahami semua (tentang) sanghyang wuku (ruas atau penggalan) lima di bumi tentu (akan) menyenangkan (melihat keadaan) semua tempat. Tempat itu disebut: purba, daksina, pasima, utara, madya. Purba yaitu timur, tempat Hiyang Isora, warnanya putih. Daksina yaitu selatan, tempat Hiyang Brahma, warnanya merah. Pasima yaitu barat, tempat Hiyang Mahadewa, warnanya kuning.

 

BAB 4

utara, lor, kahanan Hyang Wisnu, hireng rupanya; madya, tengah, kahanan Hyang Siwah, (aneka) warna rupanya. Nya mana sakitu sanghyang wuku lima dina bwana.

Utara yaitu utara, tempat Hiyang Wisnu, warnanya hitam. Madya yaitu tengah, tempat Hiyang Siwa, warnanya aneka macam. Ya sekian itulah wuku lima di bumi.

Iki wuku lima di maha pandita. Sandi ma karasa si tutur, tapa ma karasa si langlang, lungguh ma karasa si pageuh, pretyaksa ma karasa si asembawa, kaleupaseun ma karasa madumi tan kaduman, manghingetan tanpa hinga(n). Sakitu wuku lima di maha pandita.

Ini wuku lima (yang dimiliki oleh) pendeta yang agung. Rahasia itu terasa dalam bertutur, tapa itu terasa di saat berkelana, duduk itu terasa dalam keteguhan, kepastian itu terasa dalam kemustahilan, kelepasan itu terasa dalam memberi tanpa diberi, mengingat (eling) tanpa batas. Demikianlah wuku lima pada maha pendeta.

Nihan pawwitan ning kreta, sya sang dewata lima. Pahingawakan ngaran di maneh, pahi mireungeuh rua di manen. Hengan lamunna mo karasa ma kadyangga ning wilut tumemu wilutnya, bener tumemu benernya, Kitu keh eta, ku twah ning janma mana kreta, ku twah ning janma mana na layu.

Ini modal kesejahteraan yaitu mereka sang dewata lima (Iswara, Brahma, Mahadewa, Wisnu dan Siwa). Semua (dewata memiliki karakter yang) mewakili namanya sendiri; semua melihat rupanya sendiri. Namun kalau tidak terasa ibarat bengkok bertemu dengan bengkoknya, lurus bertemu dengan lurusnya. Demikianlah karena perbuatan maka manusia akan sejahtera, karena perbuatan maka manusia akan sentosa.

Iki karma ning hulun, saka jalan urang hulun, Karma ma ngaranya pibudieun, ti(ng)kah paripolah saka jalan ngaranya. Maka takut maka jarot, maka atong maka teuang di tingkah di pitwaheun, di ulah di pisabdaan,

Ini pekerjaan abdi yang harus dijalankan untuk sarana kita mengabdi. Pekerjaan itu disebut bakal budi, tingkah laku dan perbuatan itu namanya jalan. (abdi) hendaknya takut, berhati-hati (?), hormat dan sopan dalam tingkah. dalam perbuatan, dalam tingkah laku dan perkataan,

Maka nguni lamun hareupeun sang dewa ratu pun. Maka satya di kahulunan, maka lokat dasa kalesa, boa ruat mala mali papa, kapanggih ning kasorgaan. Lamun teu(ng)teuing ngawakan karma ning hulun, kitu eta leuwih madan usya ditindih ukir, ditapa di luhur gunung kena palarang ditapa dina luhur gajah, hunur si(ng)ha; deukeut maha bancana.

Demikian pula bila berada di hadapan sang raja. Tetaplah setia dalam pengabdian, (karena abdi yang melaksanakannya) akan pulih dari dasa kalesa (sepuluh noda, yaitu dosa yang bersumber kepada ketidakmampuan memelihara dasa indera), pasti terhapus dosa dan hilang penderitaan, (dan) bersua dengan kebahagiaan. Bila benar-benar melaksanakan tugas sebagai abdi, yang demikian itu lebih memadai dari hasrat setinggi bukit, bertapa di puncak gunung karena terlarang bertapa di atas gajah atau moncong singa; mudah mendapat bencana besar.

Iki twah ing janma pigunacun na urang reya. Ulah mo turut sang hyang siksakan-

Ini perilaku manusia yang akan berguna bagi orang banyak. Turutlah (ajaran) sanghyang siksakan-




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Blog Terkait