Makna dan Fungsi Pohon Beringin untuk Yadnya dan Pengobatan


B. Daun

Daun beringin berbentuk jorong (ovalis), dengan pangkal daun berbentuk tumpul dan bagian tepi daun yang merata dan halus. Pertemuan kedua sisi tepi daun beringin lebih tinggi/panjang sehingga ujung daun terlihat sempit, panjang dan runcing. Daging daun beringin bersifat perkamen, yaitu tipis tetapi cukup kaku. Susunan pertulangan daun beringin yaitu menyirip dengan tulang paling besar atau ibu tulang berada di tengah, lalu ibu tulang kemudian membentuk tulang-tulang cabang. Warna daun beringin ini hijau tua.

Adapun khasiat daun beringin sebagai ramuan pengobatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

1. Mengobati sakit bengkak tanpa sebab

Dharma Usada, 14b

(śa ulungan don bingin, 7, bidang, isen, 7, iris, katumbah, 7, bsik, sĕmbarakna).

Sarananya daun beringin yang jatuh berjumlah 7 helai, isen 7 iris, ketumbat 7 buah, diuapkan pada bagian yang bengkak.

2. Mengobati bengkak pada kelamin

(Ta, yania bêsêh ring praśà, yan ring purus) – Usada Kacacar 72 a

(śa, rwan bingin, tombong, ra, adas, arapàkna)

Sarananya daun beringin, tombong, dicampur adas, dibedakkan setelah ditumbuk.

 

C. Buah

Buah tanaman beringin adalah buah buni, berbentuk bulat dengan ukuran panjang kira-kira 0,5–1 cm. Ketika masih muda, buah beringin berwarna hijau lalu berubah menjadi merah setelah tua. Bijinya berbentuk bulat, keras dan berwarna putih.

Berkaitan dengan manfaat buah beringin sebagai ramuan pengobatan untuk memulihkan tenaga orang yang mengalami tanda-tanda akan meninggal dunia.

(Muah têngêr wwang màti, bwat kalih daúà dinà, yan hàna wwang katon putrênin matania kàlih, kadi kunang-kunang, pakàdepdep latinià masawang gûit, sdêngnià ngucap mtua widuh, awaknià katon pakàcêdêl lambaóià, iku tngêring pàti) – Usada Cukil Daki, 8 a.

(yan àrêp, nguripà, ta, ulungan majagawu, ulungan bingin, ulungan bêngkêl, mñàn, gamongan alit, cêkuh, musi, sêmbar dadanià)

Buah majagau tua yang telah lepas dari pohonnya, buah beringin tua yang telah lepas dari pohonnya, daun bengkel tua yang telah gugur dari pohonnya, kemenyan, gamongan kecil, kencur, musi, sembur dadanya.

Bagian-bagian pohon beringin yang dimanfaatkan sebagai sarana pengobatan adalah sulur, daun, dan buah. Sulur beringin dapat digunakan untuk mengobati seseorang yang kandungan spremanya sedikit dan encer, mual-mual dan tidak nafsu makan, cacar kambing, paspasan, cacar bangke, mata kutikan, desentri, mimisan, dan lengedan.

Sementara itu, daun beringin dapat dimanfaatkan untuk mengobati sakit bengkak yang tanpa sebab dan bengkak pada alat kelamin. Buah beringin juga dapat dimanfaatkan untuk memulihkan tenaga seseorang yang diperkirakan akan meninggal dunia. Mengacu pada sejumlah manfaat pengobatan yang dapat dimanfaatkan dari pohon beringin, maka sangat masuk akal apabila pohon ini dilindungi eksistensinya.

 

Makna Simbolis Pohon Beringin

Rimbunnya dedaunan, batangnya yang kokoh memberikan kesejukan dan keteduhan bagi orang yang berada di bawahnya. Pohon ini diyakini sebagai tumbuhan sorga, tempat anjangsana para pitara serta dewa-dewa. Dalam upacara keagamaan pun ini selalu digunakan, itulah keagungan dari pohon beringin.

Pohon beringin sering dikatakan sebagai tumbuhan sorga. Bijinya yang kecil dapat tumbuh menjadi tumbuhan besar yang memberikan kesejukan sekaligus peneduh bagi yang berteduh di bawahnya. Akarnya yang kuat melambangkan kekokohan yang tak tergoyahkan. Di balik semua itu, bagi masyarakat Hindu pohon beringin mempunyai arti penting, sama halnya dengan pohon kura bagi umat Islam, atau pohon bodi bagi umat Budha (Miarta Putra, 2009:34). Pentingnya pohon beringin bagi umat Hindu karena daunnya sering digunakan sebagai sarana upacara. Daun beringin secara filsafati bagi umat Hindu sebagai lambang kesucian, lambang agni, dan sebagai alas untuk kesucian, baik dalam upacara Dewa Yajnya, Pitra Yadnya, maupun pelaksanaan yajnya lainnya.

Keyakinan masyarakat Bali tersebut bukanlah suatu hal yang tidak beralasan, tanpa landasan sastra yang jelas. Secara mitologi, pohon beringin merupakan salah satu pohon yang mendapatkan panugrahan. Hal ini dikisahkan dalam pustaka lontar Siwagama yang ditulis oleh Ida Padanda Made Sidemen pada tahun 1860 Saka atau 1938 Masehi. Dalam bab pertama pustaka tersebut dikisahkan perjalanan Bhagawan Salukat yang sedang melakukan rangkaian Tirta Yatra. Suatu ketika, beliau tiba di pesisir Negara Daha. Saat itulah Bhagawan Salukat menemukan sebatang pohon waringin pandak (beringin).

Pohon beringin tersebut bisa berkata-kata seraya memohon kepada Bhagawan Salukat. “Yang Mulia Bhagawan Salukat leburlah dosa hamba, sebatang tanaman yang tumbuh di tempat-tempat suci, setiap waktu kurus dan selalu menjadi makanan hewan,” kata pohon beringin dengan kerendahan hati kepada Bhagawan Salukat. Bhagawan Salukat yang sudah mengerti akan hakikat hidup, serta dengan kemurahan hati dianugerahilah pohon beringin tersebut. “ih kamu pohon beringin, kini wajib kamu menjadi pendamai (membuat sentosa) dunia, melebur dosa, wajib menjadi pelindung para Dewa tumbuh di setiap tempat suci,” kata Bhagawan Salukat memberikan anugerah kepada pohon beringin.

Berdasarkan pustaka Siwagama tersebut, fungsionalnya pohon beringin dalam konteks upacara yadnya dapat dipahami. Ida Padanda Wayahan Tianyar seorang pendeta yang nyastra juga menyatakan bahwa pohon beringin yang dijadikan sarana upacara terutama dalam prosesi upacara Mukur bermakna wahana penyucian bagi arwah pitara agar menjadi Dewa Hyang. Dengan fungsionalnya pohon beringin dalam kehidupan masyarakat Bali terutama sebagai sarana upacara dan pengobatan, maka pohon beringin perlu dilindungi eksistensinya, baik hari ini maupun di masa depan.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga