Pan Balang Tamak, Pesan Moral dari Seorang berpemikiran Cerdik dan Licik


Mulailah amanat sang suami dijalankan oleh istrinya.

Keesokan harinya krama banjar tersentak kaget kenapa Sang Pan Balang Tamak tidak meninggal juga dan malah menjadi suci dengan mengucapakan ‘Weda Mantram’ lengkap dengan banten dan perlengkapan pengastawa. Padahal jika dilihat seksama ucapan Weda Mantram tersebut hanyalah bunyi sayap ‘tabuan simbar’ yang digantung diatas kepalanya.

Melihat hal itu, kelian banjar segera melapor pada Anake Agung bahwa Pan Balang Tamak masih hidup. Mendengar laporan tersebut membuat sang raja kaget, dan berucap :

“Kenapa dia masih hidup padahal ‘cetik’ (racun) yang aku campurkan dalam makanannya adalah yang paling hebat???”.
Tanpa pikir panjang sang baginda raja mencoba racunnya sendiri, dan apa daya ternyata seketika itu juga meninggal akibat rasa penasarannya yang kurang ‘wiweka’ (sikap hati-hati dan mawas diri). Kontan kematian Sang Raja menyebar kepelosok Bali akibat cetiknya sendiri. Inilah tipu daya Sang Pan Balang Tamak meskipun sudah meninggal masih bisa membalaskan dendamnya kepada sang raja secara tidak langsung.

Kembali kerumah Pan Balang Tamak, setelah hari menjelang sore mayatnya dipindahkan dari bale dangin ke peti oleh istrinya dan ditaruh di gedong. Malam harinya, rumah Pan Balang Tamak disatroni oleh dua maling. Mereka mengendap-ngendap menuju gedong Pan Balang Tamak. Disana dlihatlah peti besar dan maling itu berkata :

Wahh… besar sekali peti ini, mungkin ini peti harta karun Pan Balang Tamak mari kita angkut!!!”
Bergegaslah para maling untuk membawa peti itu. Dengan tergopoh-gopoh para kedua maling itu kaget kenapa kok peti ini berat sekali?

Mungkin isinya banyak potongan emas batangan dan uang gobang itu pikir mereka. Tanpa berfikir lagi disikatlah peti tersebut dan sampai di depan Pura Bale Agung (Pura Desa Adat) mereka berhenti.

“Kok ada bau busuk ya?” Tanya salah satu maling ke temannya.
”Aku tak tahu mungkin ada bangkai ayam mungkin”.
“Disini saja kita buka peti ini, tak mungkin ada orang semalam ini ke Pura yang gelap seperti ini dan hasilnya kita bagi dua”. Sahut maling kesalah satu temannya.

Karena masih takut ada yang lewat, maka peti pun dibawa sampai ke jaba tengah pura Bale Agung. Setelah sampai di halaman Pura Bale Agung mereka kemudian membuka peti tersebut dan dengan sontak kedua maling tersebut berteriak :

“…….mayatnya…….!!!”
Seketika itu juga para maling lari terbirit-birit ketakutan dan dibiarkanlah peti itu tertutup lagi dan ditinggalkan tanpa sengaja oleh para maling tersbut. Keesokan paginya yang cerah di Pura Bale Agung datanglah sang pemangku pengempon Pura Puseh dan Desa tersebut untuk melakukan ‘penyapuhan’ (pembersihan halaman pura) dan ‘surya sewana’ (pemujaan bagi para pendeta Hindu di pagi hari yang ditujukan kepada Dewa Surya).

Setelah sampai di jeroan (halaman) Pura, sang pemangku kaget karena ada peti besar di depan pelingih Bale Agung Pura Desa. Sontak sang pemangku berteriak

“Ida Betara Turun Kabeh”!!!! (Sang Dewa/Tuhan Turun Ke Bumi).

Kemudian sang pemangku melapor ke kelian banjar, seketika itu juga seluruh krama desa tersebut berduyun-duyun ke Pura Bale Agung untuk melakukan persembahyangan. Sampai disana para krama menutup hidung karena areal Pura dipenuhi dengan bau busuk. Sambil menutup hidung para krama dan pemangku melakukan pengastawa panca sembah. Selesai melakukan panca sembah sampai ‘nunas’ (minta anugerah) ‘tirtha’ (air suci). Kemudian dibukalah peti tersebut apa isinya. Dan semua kaget karena isi peti adalah mayat Pan Balang Tamak yang tiada lain adalah salah satu krama dari mereka yang ‘medaya corah’ (licik) semasa hidupnya hingga matipun masih bisa mengelabui masyarakat banjar dan desa. Atas usul pemangku ke perangkat Desa sebaiknya mayatnya dikubur saja. Seketika hari itu juga mayatnya dikubur.

Karena itu, untuk mengingat kejadian tersebut, lokasi ditemukan peti mayat Pan Balang Tamak dibuatkan bangunan yang kemudian dikenal sebagai pelinggih Balang Tamak.

Pesan yang tersirat dari Satua Pan Balang Tamak ini

Kekuasaan pada dasarnya adalah sebuah amanat, tugas atau kepercayaan. Hanya orang-orang yang terpilih yang layak mendapatkan kekuasaan. Kekuasaan bukan untuk disalahgunakan, melainkan untuk dijalankan dengan adil, penuh empati. ketika kekuasaan itu disalah gunakan, terlebih dimanfaatkan sebagai alat untuk berbuat sewenang-wenang, pasti akan ada perlawanan terhadapnya. Pasti akan muncul seseorang atau sekelompok orang yang akan mengkritisi tindak-tanduk sang penguasa tadi.

Di Bali, Pan Balang Tamak dianggap sebagai pahlawan rakyat kecil karena ia berani melawan kekuasaan golongan feodal yang sering menindas mereka.

Satwa Pan Balang Tamak ini mengambarkan bahwa dalam ketertekanan, ada muncul seseorang yang mampu “mementahkan” dalil-dalil penguasa yang tidak valid. Pan Balang Tamak muncul sebagai sosok yang mewakili rakyat kecil yang menyuarakan ketidakadilan. Sosok Pan Balang Tamak adalah sosok yang mesti dibutuhkan, tetapi kenyataannya kerap menjadi tidak populer bahkan dijauhi. Meskipun demikian, Pan Balang Tamak telah mengajarkan dan memberi contoh bahwa penguasa tidak selalu benar, atau harus menang sendiri. Kritik, terutama yang konstruktif, harus menempatkan sebagai sesuatu yang menyehatkan, bukan meracuni. seorang pemimpin harus bisa mengayomi dan menyelami masyarakat yang dipimpinnya. Kita harus sadar bahwa sebagai manusia kita mempunyai kekurangan dan tentu saja punya kelebihan.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Blog Terkait


Lihat Detail Di Cerita Bali