Pawintenan Dan Sesananing Pemangku (Pinandita)


 

Sesana, Jenis dan Tugas Jadi Pemangku

Berdasarkan Swa Dharma

Berdasarkan Swa Dharma, maupun Pura tempatnya melaksanakan tugas sehari-  hari maka ada beberapa istilah Pemangku yaitu,

  1. Pemangku Pura. Biasanya setiap Pura memiliki seorang Pemangku. Pemangku seperti ini sering disebut Pemangku Pura
  2. Pemangku Pamongmong. Yaitu Pemangku yang hanya bertugas sebagai pembantu dari Pemangku utama di suatu Pura. Tugas pokoknya mengatur tata laksana dan jalannya upacara.
  3. Pemangku Jan Banggul. Yang disebut Pemangku Jan Banggul adalah Pemangku yang secara turun temurun menjadi Pemangku dari sebuah Pura. Pemangku Jan Banggul inilah yang bertugas memimpin setiap upacara yang diadakan di Pura tersebut. Tetapi di luar Kabupaten Klungkung, penulis menemukan peran lain dari Pemangku Jan Banggul ini, yaitu hanya bertugas mengatur sesajen, menurunkan Pratima, memasang bhusana pada pelinggih, membantu membagikan wangsuh pada dan bija serta membantu Pemangku utama (Pemangku Gede). Pemangku Gede ini biasanya dipilih oleh pengemong Pura.
  4. Pemangku Cungkub. Yaitu Pemangku yang bertugas pada Merajan Gede, yang memiliki jumlah pelinggih minimal 10 buah.
  5. Pemangku Nilarta. Yaitu Pemangku pada Pura keluarga atau Kawitan.
  6. Pamangku Pandita. Yaitu Pamangku yang sudah mendapat ijin dari Pedanda (Diksita/Sulinggih), untuk melaksanakan upacara Yadnya (upacara sehari-hari), Pitra Yadnya atau upacara Dewa Yadnya Sampai Batas Tertentu. Adanya Pamangku Pandita seperti ini biasanya dilaksanakan berdasarkan tradisi setempat yang diwarisi semenjak jaman dahulu, atau karena adanya Purana atau jenis sastra lainnya yang dijadikan pegangan, serta diyakini oleh masyarakat setempat.
  7. Pemangku Bhujangga. Yaitu Pemangku pada Pura Kawitan atau Paibon.
  8. Pemangku Balian. Pemangku yang melaksanakan swadarmaning sebagai balian, yaitu menyembuhkan orang sakit.
  9. Pemangku Dalang. Pemangku yang melaksanakan swa darmaning sebagai Dalang, khususnya yang mementaskan Wayang Sapuh Leger, yaitu wayang yang dipakai untuk ngeruwat setiap orang yang lahir pada Tumpek Wayang atau pada Wuku Wayang.
  10. Pemangku Lancuban. Yaitu Pemangku Ketakson, yang membantu dalam metuwunan, yaitu memohon petunjuk dari dunia maya/sunia
  11. Pemangku Tukang. Pemangku yang sangat paham akan ajaran Wiswa Karma, serta segala yang tergolong pekerjaan tukang, seperti undagi, sangging, pande dan sejenisnya.
  12. Mangku Kortenu. Yaitu Pemangku yang bertugas khusus di Dalem Prajapati atau Pengulun Setra/Seme.
Berdasarkan Tugas

Berdasarkan tugasnya, misalnya Pemangku yang bertugas di Pura, sering disebut Pemangku Tapakan Widi. Adapun Pemangku yang termasuk Pemangku Tapakan Widi adalah

  1. Pemangku Sad Kahyangan
  2. Pemangku Dang Kahyangan
  3. Pemangku Kayangan Tiga
  4. Pemangku Paibon,
  5. Pemangku Panti,
  6. Pemangku Padharman,
  7. Pemangku Merajan Gede atau yang sejenisnya.
Etika Pemangku

Pakaian/Wastra

Seperti sudah dikatakan, Pemangku adalah rohaniawan Hindu pada tingkat Eka Jati atau Walaka. Maka yang di atur adalah ketika melaksanakan tugas di Pura, sesuai keputusan Seminar Kesatuan Tapsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu VI Tahun 1980. Pemangku waktu melaksanakan tugas agar berpakaian serba putih, dandanan rambut wenang agotra, berambut panjang, anyondong, destar putih menutup kepala, sanggul tetap kelihatan.

Tetapi dalam kehidupan sehari-harinya tidak di atur secara khusus, bahkan tidak perlu merubah wesa. Misalnya dalam dandanan rambut, seorang Pemangku masih dibenarkan untuk Agotra atau bercukur seperti walaka umumnya.

Tetapi tidak boleh mendandani rambut seperti seorang sulinggih, misalnya malingga mudra asipat aking, atau magelung gotra, apalagi memakai Bhawa (Ketu).

Perbuatan

Seorang Pemangku hendaknya tidak melakukan hal-hal sebagai berikut:

  1. Tidak Memikul. Artinya seorang Pemangku hendaknya jangan memikul sembarang barang, karena dapat membuat diri seorang pemungku menjadi cemer/tampu/leteh
  2. Tidak Masuk Warung Berjualan. Bukan berarti tidak boleh berbelanja, tetapi dilarang mengambil pekerjaan berjualan (medagang, apalagi medagang banten), karena pedagang itu dibenarkan untuk melaksanakan Panca Anreta.
  3. Tidak Berjudi. Seorang Pemangku tidak boleh duduk di bawah Tetaring Sabungan ayam/Perjudian, apalagi berjudi. Sebab dapat mereredkan wibawa ke Pemangkuannya.
  4. Tidak Berbuat Jahat (tidak baik). Jangan sekali-kali mempunyai pikiran jahat, apalagi berbuat jahat
  5. Tidak Dikubur Apabila Meninggal. Apabila seorang Pemangku meninggal, terutama Pemangku yang sudah melaksanakan upacara Pawintenan hingga tingkat Mapahayu Agung, jangan sekali-kali di kubur, karena bahaya akan mengancam dan pemuka Desa akan terkena kutuk
  6. Tidak Memikul Alat-Alat Bajak. Seperti diketahui alat-alat bajak sering kali diduduki oleh para pemakainya, sehingga tidak baik apabila setelah selesai dipakai, lalu dipikul oleh seorang Pemangku.
  7. Tidak Nyulubin Barang Cemer. Jangan sekali-kali seorang Pemangku nyulubin barang yang di anggap cemer, seperti jenazah, tali jemuran, pakaian bekas dan semua jenis binatang.
  8. Tidak Bersumpah Cor. Apabila seorang Pemangku bersengketa, maka seorang Pemangku hendaknya jangan mau disumpah cor, tetapi hanya mohon pesaksian kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa.
  9. Tidak Melangkahi Tali Sapi atau Memukul Sapi. Seorang Pemangku tidak dibenarkan melangkahi tali yang diikatkan ke seekor sapi, termasuk Pemangku dilarang keras memukul sapi.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Buku Terkait
Baca Juga