Pawintenan Dan Sesananing Pemangku (Pinandita)


Larangan Menjadi Pemangku

Dalam Lontar Kusuma Dewa diuraikan sebagai berikut:

Iki Larangan Ki Pemangku

Bratanya :

”Tan wenang mangan ulam : bawi, sampi.jen ada ngmatiang deweke upami : siap, bebek, djag mati, ika pada tan wenang pangan.

Ten wenanng njelepin longlongan, muah emper-emper, tan wenanng negen tenggala, lampit, tambah, sorok, tjongkod, antuk njelang ring anak siosan, tan wenang njumbah sawa.

Tan wenang bobad ring djatma, tan wenang mangan paridan sawa, tan wenang kabale ne misi sawa, muah tan wenang adjejuden.

Mangkana parikramaning larangan pemangku jan sampun nganggen sangkulputih”.

Terjemahannya :

Demikian larangan pemangku yang termuat dalam lontar Kusuma Dewa, adapun larangan-larangan antara lain sebagai berikut :

  1. Tidak memakan makanan yang tidak diperbolehkan menurut agama (daging sapi, babi, minuman beralkohol) maupun makanan yang merugikan kesehatan.
  2. Jika bisa dalam rangka menyucikan diri alanngkah baiknya semua jenis daging tidak dimakan.
  3. Dilarang menyentuh benda-benda cemer.
  4. Dilarang berjudi,
  5. Dilarang kawin lagi. Namun apabila hendak kawin lagi maka kepemangkuannya hilang dan kembali lagi melaksanakan upacara pewintenan bersama dengan istri baru.
  6. Dilarang ngewintenang pemangku.
  7. Karena pemangku tidak kena cuntaka, maka ia dilarang pergi kerumah /tempat kecuntakan. Hal ini tergantung kepada Ida Bhatara yang mepica panugrahan. Ada yang melarang, ada yang memberikan, hanya saja disertai dengan membuat banten segehan dan melukat setelah datang datang dari tempat kecuntakan

 

Yan Hana pamangku widhi atampak tali, cuntaka dadi pamangku, wenang malih maprayascita kadi nguni upakarania, wenang dadi pamangku widhi malih yan nora mangkana phalania tan mahyunin bhatara mahyang ring kahyangan.
Artinya :
Bilamana seorang pemangku pura pernah diikat/ diborgol dipandang tidak suci pemangku tersebut, wajib kembali melaksanakan upacara penyucian seperti sedia kala, dibenarkan ditetapkan kembali sebagai pemangku bila tidak demikian akibatnya tidak berkenan Tuhan turun di pura.

Yan hana mangku widhi sampun putus madiksa widhi mawinten, mapahayu agung, ikanang antaka away pinendem, tan wenang ila-ila dahat, ikang bhumi kena upadrawa ikang panenggeking bhumi.
Artinya :
Blia ada pamangku pura yang telah melaksanakan pewintenan hingga tingkat mapahayu agung, tatkala kematiannya jangan dikubur, bahaya akan mengancam, kena kutukan penguasa pemerintah.

Aja sira pati pikul-pikulan, aja sira kaungkulan ring warung banijakarma, aja sira munggah ring soring tatarub camarayudha, saluwiring pajudian, mwang aja sira parek saluwiring naya dusta.
Artinya :
Pemangku jangan sembarangan memikul, jangan masuk ke warung tempat berjualan yang tidak diupacarai, jangan duduk di arena sabung ayam, semua jenis perjudian, dan jangan dekat dengan niat yang jahat.

Yan pamangku mawaywahara, tan wenang kita anayub cor teka wenang adewa saksi.
Artinya :
Bilamana pemangku bersengketa, berperkara tidak patut mengangkat sumpah dengan cor, yang patut dilakukan adalah mohon pesaksi kehadapan Hyang Widhi.

Samaliha tingkahing pamangku, tan kawasa keneng sebelan sira pamangku, yan hana wwang namping babatang tan kawasa sira mangku marika, tur tan kawasa amukti drewening wwang namping babatang.
Artinya :
Dan lagi perilaku menjadi pemangku, tidak dibenarkan dinodai oleh cuntaka, bila ada orang yang punya kematian (jenasah) tidak dibenarkan pemangku mengunjungi orang yang kedukaan tersebut, apalagi menikmati makanan dan minuman di tempat tersebut.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Buku Terkait
Baca Juga