Pawintenan Dan Sesananing Pemangku (Pinandita)


Piteket ( Hal-Hal Penting) Untuk Pemangku

Sebagai seorang Pemangku ada hal-hal yang penting untuk dilaksanakan, tetapi tidak harus, yaitu

  1. Maguru Susrusa. Seorang Pemangku harus tekun dan rajin belajar sastra-sastra agama, terutama isi dari sastra Kusuma Dewa dan mohon bimbingan pada seorang sulinggah dan beliau dapat dianggap sebagai guru.
  2. Memelihara Rambut. Seorang Pemangku sebaiknya rambutnya tidak dicukur, lalu disanggul dan akan lebih baik apabila dalam kesehariannya memakai destar putih yang menutup kepala.
  3. Tidak Makan Daging. Artinya seorang Pemangku akan lebih baik tidak makan daging, terutama daging sapi, babi peliharaan, Ayam Peliharaan, Anjing, Kucing, Ular, Tikus, Rase, Harimau, Kera, Tupai, Ikan Hiu (kakia) dan Burung Kukur. Kalau toh makan daging, maka daging yang diperbolehkan dimakan adalah daging Kerbau (Kebo), Ayam Hutan (Keker), Babi Hutan, Itik, Badak, Kura-Kura, Biawak (Alu), Landak, Ikan. Tetapi akan sangat lebih baik kalau tidak makan daging
  4. Berpakaian Bersih. Selalu berpakaian bersih dan akan lebih baik yang berwarna putih. Seorang Pemagku sebaiknya tidak makan surudan (lungsuran manusia), paridan (lunsuran orang mati) dan lungsuran Bhuta (caru)
  5. Tidak Minta/Makan Pada Rumah Orang Mati. Seorang Pemangku sebaiknya tidak minta atau makan di tempat orang meninggal.
  6. Tidak Menginap. Seorang Pemangku untuk alasan apapun, sebaiknya tidak tidur di tempat orang lain, atau bukan rumah sendiri.
  7. Tidak Mengambil Sapi. Tidak memegang binatang sapi
  8. Tidak Mengambil Milik Orang Lain. Seorang Pemangku hendaknya tidak mengambil barang-barang yang bukan miliknya. Ini dimaksudkan agar, seorang Pemangku tidak rakus mengambil druwe milik Pura atau sesarin canang.
  9. Melaksanakan Brata/Puasa. Pada  hari-hari baik, seorang Pemangku, sebaiknya melaksanakan puasa dan melaksanakan penyucian diri, yaitu
    • Melaksanakan Haji Krete. Yaitu menyucikan diri pada Hari Purnama dan Tilem, makan nasi dengan lauk kacang-kacangan dan garam selama setahun.
    • Puasa. Apabila berhasil menjalankan Haji Krete, dapat dilanjutkan dengan makan nasi putih dengan garam saja selama 11 hari.
    • Amurti Wisnu. Setelah berhasil ini, dilanjutkan dengan makan nasi putih berlauk bunga-bungaan selama tiga hari yang sering disebut Amurti Wisnu atau Wisnu Murthi.
    • Puncak Brata. Apabila berhasil melaksanakan Amurti Wisnu dapat dilanjutkan dengan makan nasi putih dengan lauk pauk bebas, tetapi tidak minum selama sebelas hari, inilah yang disebut Puncak Brata.

Belajar Menambah Wawasan dan Pengetahuan

Hal terakhir yang terpenting adalah harus terus belajar dan membaca sastra agama, karena seorang Pemangku harus paham ajaran Tatwa Dewa, Dewa Tatwa, Kusuma Dewa, Dewa Sarana, Raja Purana, Purana Dewa, Dharma Kahyangan, Purana Tatwa. Di beberapa daerah, seorang Pemangku sering dijadikan sebagai Nara Sumber, tertutama dalam bidang sastra dan agama. Maka itu, Seorang Pemangku hendaknya secara terus menerus mengisi diri dan tidak boleh mengatakan tidak tahu apalagi bodoh.

Sikap Duduk

Sebagai seorang pemimpin upacara, seorang Pemangku harus betul-betul memperhatikan sikap etika duduk. Seorang Pemangku jangan sekali-kali duduk sembarangan, apalagi duduk dikursi dengan kaki terjuntai ke bawah, pada saat bertindak sebagai pemimpin upacara/nganteb. Maka itu ada 5 sikap duduk yang baik bagi Pemangku pada saat sebagai pemimpin upacara/nganteb :

  1. Sikap Sukasana Mudra. Didalam posisi duduk bersila, betis kaki kiri ditindih oleh betis kaki kanan, kemudian tungkai terlipat ke masing-masing paha, sehingga masing-masing mata kaki ditindih oleh masing-masing ujung paha.
  2. Sikap Ardhasana Mudra. Di dalam posisi duduk bersila dengan posisi kaki kanan tetap di atas, dengan ujung jari kaki kanan dimasukkan ke dalam lipatan lutut kaki kiri, demikian sebaliknya.
  3. Sikap Trisula Mudra. Di dalam posisi duduk bersila dengan posisi kaki kanan tetap di atas, kaki ditekuk sehingga lutut kaki kanan ditumpukkan di atas lutut kaki kiri dengan posisi berbentuk segitiga.
  4. Sikap Padma Mudra. Didalam posisi duduk bersila dengan posisi kaki kanan tetap di atas, kemudian telapak kaki kiri diletakkan di atas paha kanan dan telapak kaki kanan diletakkan di atas paha kiri.
  5. Sikap Uddiyana Banda Mudra. Sikap seperti ini adalah sikap berdiri tegak.

Sikap Tangan

Disamping sikap duduk, seorang pemangku harus juga memperhatikan sikap tangan di saat menggenggam genta (agem-ageman). Genta/Bajra digenggam dengan tangan kiri, setinggi hulu hati (Hredaya). Menggenggam bajra tidak boleh menggenggam Panca Siwanya Bajra, karena sikap tersebut adalah wewenang para Sulinggih. Seorang Pemangku hanya boleh menggenggam di bawah Paca Siwanya Bajra, karena pengastawa sahanya Pemangku sampai pada tingkat alam ketiga niskala (Tribhuwana), karena tingkat kesuciannya pada tingkat Eka Jati. Sedangkan sulinggih sampai pada tingkat ketujuh dari alam niskala (Sapta Sunia), karena tingkat kesuciannya sudah mencapai status kesucian pada tingkat Dwi Jati.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Buku Terkait
Baca Juga