Proses dan Peran Catur Sanak (Kandapat) dalam Kehidupan


8. Sebagai Peran Pengembalian Kepada Asalnya

Demikianlah letak sesuai dengan urutan kata hendaknya diingat. Inilah hendaknya diketahui oleh ia yang hendak melaksanakan kadarman (kewajiban) dan yang hendak mengucapkan Weda untuk jenasah, juga untuk segala kerjanya, saudaranya semua. Pertama-tama sucikan lebih dahulu kemudian persembahkan suguhan (sesaji berupa makanan). Sesudah itu menyucikan jenasah, dan saudara-saudaranya supaya dikembalikan kepada asalnya. I Anggapati kembalikan pada laklakan kleteg.

I Mrajapati kembalikan pada guruh. I Banaspati kembalikan pada krebek (geledek). I Banaspatiraja kembalikan pada greh (guntur). Dan saudara- saudaranya yang hadir dalam manah (pikiran), kênêh (kehendak), budi (nalar), idêp (kemauan), Sabda (kata-kata), tutur (ingatan), semuanya itu adalah suksma (halus), disebut golongan Dewata Nawasanga. Saudara-saudara itu semuanya itu kembalikan pada yang Tiga. Sang Hyang Tripurusa kembalikan pada kepalamu. Bhatàra Hyang Sinuhun Pur, Da, U, kembali pada Sùrya candra (matahari dan bulan). Itu berada pada prawesa (batin), sebagai tanda memperkirakan baik buruk dalam negara. Semuanya itu telah tercantum pada (Wariga) Kriping dan Bhagawan Garga, sang Wiku baik budi yang terkemuka, kembalikan ketempatmu, masuk. Bila engkau telah mengetahuinya, engkau wajib menyampaikan kepada yang menguasai negara.

Inilah supaya diingat oleh orang yang menyucikan jenasah orang yang meninggal, menghadapi kerja. Inilah lebih dahulu hendaknya diketahui: tempatkan saudara-saudaramu semua didalam badan. Saudaramu di Umah maten namanya Babu Abra, di Ambeng namanya Babu Lembana, dimujur namanya Babu Ugyan, yang di Nalang namanya Babu Kekuud, yang di Sanggah namanya Pura Dewata Nawasanga. Itulah hendaknya diketahui nama dan tempatnya dan kesenangannya. Mereka patut menghadapi semua kegiatan, menyaksikannya. Dan berkata, sebut namanya, suruh menuntun atma orang yang mati itu, berjalan menuju kuburan dan menuju sorga, menemukan ibu bapaknya. Dan persaksikan di Khayangan dan Cungkub di Pura Dale, persembahkan makanan. Bila tidak demikian Bhatàrì Durga tidak tahu akan datangnya orang yang mati itu.

Bila ia sudah tahu dan mempersembahkan makanan kepada pengiringnya, tentu orang itu mendapatkan sorga, bertemu dengan ibu bapaknya dan sanak saudaranya yang sama-sama menjemputnya. Bila ia tidak tahu dan engkau tidak mempersembahkan sêgêhan kepada semua pengiringnya dan melupakan pengiringnya, tidak ingat bahwa itu adalah pengiringnya, maka pengiringnya itu akan barang dan datang ke kuburan, menjelma berwujud Bhùta. Pengiringnya yang berada di jalan, di perempatan, di pekarangan, di kuburan, di batu, di air, di sungai, di sanggah, jika tidak diketahui bahwa semuanya itu adalah pengiringnya yang menjelma menjadi Bhùta Bhùti, Raksasa, wilayah, Bregala akan sama-sama berangkat menuju kuburan.

I Anggapati menjadi sang Suratma, I Mrajapati menjadi sang Jogormanik, I Banaspati menjadi Sang Dorakala, I Banaspati menjadi Sang Mahakala sama-sama menghadap Bhatàrì Durga. Tiba-tiba muncullah Bhatàrì Durga menjerit seperti raungan singa. “Uh, ah, eh, ih! Engkau hamba-hambaku yang baru datang. Atma siapa yang engkau bawa kesini Katakanlah kepadaku”.

“Daulat, tuanku! Hamba tidak tahu. Tanyakanlah Kiay Sang Suratma, siapa nama ibu bapaknya, dan mana surat yang dibawanya dahulu, tanyakanlah”.

“Aku disuruh oleh Bhatàrì Durga, siapa nama ibu bapaknya, dan mana surat yang dibawanya dahulu”. Hai kamu pengikutku, atma apa ini tak tahu kebenaran dan tidak ada membawa surat. Bila benar demikian, suruhlah ia keluar, tempatkan ia di Têgal Panangsaran, perintahkan supaya diikat dipukul di Tegal Panangsaran dan tenggelamkan di Kawah Tambragomuka”.

“Baiklah paduka Bhatàrì Durga, hamba menjunjug apa yang paduka katakana”. “Ih, atma apa ini, janganlah engkau disini, selaraskan dirimu di sini di Tegal Panangsaran. Berdirilah engkau, agar tidak marah Sang Suratma, Sang Jogarmanik, Sang Cikrabala, dikepung diikat, dipukul oleh sang Dorakala dan Bhùta Bhùti, Pisaca, Wilayah berteriak-teriak memperkosa.

Sekarang atma itu menjerit, lari memasuki yang tidak patut dimasuki, terburu-buru, lalu terhenyak di Kawah Tambragomuka. Demikianlah ucap sastra, samalah orang yang membebasakan dan yang dibebaskan sampai pada tujuannya, karena ia tidak tahu mengaku tahu. Demikian diajarkan.

Inilah alanya (buruknya) hari: wuku tidak mempunyai guru, sasih yang tidak mempunyai tumpek, bulan yang tidak mempunyai sirah, demikian juga tanggal dan panglong. Janganlah sangsi, tidak ditimpa kesusahan, halangan. Hendaknya saudara mengetahui, tahu saudara-saudaranya di Bhuwana Alit dan di Bhuwana Agung, tempat matahari dan bulan dan tempat para Dewata Nawasanga.

Ini bantênya: Itik putih mulus, pênêk agung, berpuncak permata, katupat mañcawarna, bantal agung, bantal pundak, gêdang satakêp, ayam putih mulus, pênêk adanan, sasananya! Tri anglayung, ayam putih kuning wyañcana, sêgêh kuning, tatêbus nagasari, tebu raja, sesari beras 2 kulak, pisang satadan, raka buah- buahan, grih telur, benang 1 gulung, uang 225 dan bantên untuk prasanak ira (saudara) di rumah meten, di ambeng, di muju, di malang masing-masing hanya satu: sega pangkonan, daging olahan, sempurna semua olahannya. Dan yang di jalan, di perempatan jalan, di tegal, di kuburan, di sungai, di batu, di hutan dan di Dalem (pura Dalem) hendaknya diketahui bantênya: tumpêng putih, ikannya saseta calon, segala macam ebatan, grih telur 3, jajanganan, serta nasi soka, daging olahan karangan. Nasi itu ditaruh di bawah, membuat sekar sataman, disertai sangku, tempurung hitam, tuak dan barem, arak, pres. Inilah doanya.

Darah kembali pada air, urat kembali pada sulur, tulang kembali pada teras, pikiran kembali pada bintang, bulu kembali pada rumput, nafas kembali pada angina, suara kembali pada getar gempa dan badai, cangkem kembali pada gua, hidung kembali pada sumur, telinga kembali pada jurang, kerdipan mata kembali pada kilat, kedua mata kembali pada matahari dan bulan, kepala kembali pada angkasa, rambut kembali pada mendung, ucapan kembali pada guruh, batuk pada kleteg, bersin kembali pada mretyu (kematian), itulah semua supaya berkumpul terlebih dahulu, janganlah salah sasaran, tidak berhasil pekerjaanmu, semua akan menindas. Ke Dalem: pras satu soroh. Bantên di rumah semua memakai pras.


Sumber
I Nyoman Nadra

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Katalog Dalam Terbitan (KDT)



Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Dapatkan Dalam Versi Cetak
Baca Juga