Prosesi Upacara Metatah (Potong Gigi) Massal


Makna Tradisi Metatah Massal

Upacara matatah massal tampaknya memiliki sejumlah makna. Setiap kegiatan atau tindakan mempunyai arti dan makna. Makna sesungguhnya dapat tercermin dalam sikap, kepercayaan, pembenaran dan alasan yang digunakan untuk bertindak.

Ritual metatah massal yang dilakukan oleh masyarakat, dimana dalam kegiatan ini semua masyarakat terlibat membuat sarana upakara atau banten yang dipergunakan dalam rangkaian upacara metatah atau potong gigi. Berjenis- jenis upakara atau banten yang akan dipersembahkan secara tulus ikhlas kepada Hyang Widhi, Bhatara-Bhatari, Dewa-Dewi, para Leluhur sebagai makna religius. Kenyataan sangat tampak pada upakara atau banten dan bangunan serta sarana lain simbol Dewa Semara Ratih.

Disisi lain juga menggunakan tirtha atau air yang telah disucikan oleh Pandita atau Pinandita sebagai sarana penyucian diri dari pengaruh negatif serta sifat-sifat buruk manusia akibat dari perbuatan. Makna religius juga tampak dalam kegiatan ritual metatah massal menggunakan berbagai bunga sebagai simbol Dewi Gangga dalam pemujaan tirtha yang dapat melebur dosa- dosa seperti termuat pada Lontar Siva Pakarana sebagai berikut :

Om Puspa lingga maha dewyam Maha pataka nasanam Somasthanam sthiti devam Lalata Brahmana sarvapi

Om Hyang Widhi yang berstana pada bunga, yang maha suci tiada ternoda, pelebur semua dosa-dosa, Oh Hyang Widhi yang berstana ditempat soma dan didahi para pandita.

Kutipan tersebut diatas mengandung makna atau arti yang sangat dalam, bila dihubungkan dengan kehidupan manusia setelah menginjak dewasa baik cara berpikir, berbicara maupun berprilaku. Menurut ajaran Agama Hindu, upacara metatah merupakan ritual secara simbolis meningkatkan anak semakin dewasa. Yakni anak yang telah dilakukan upacara metatah mampu menguatkan kepercayaan terhadap dirinya. Sebab dalam upacara metatah membangun sifat-sifat dewata (Daivi Sampad).

Metatah dilakukan umat Hindu untuk mendewatakan diri artinya mampu mengamalkan sifat-sifat dewa dalam pergaulan, selalu ingat dengan Tuhan, menjadi orang bijaksana serta berbudi pekerti yang luhur. Dengan demikian upacara manusa yadnya dari kandungan sampai akhir hidupnya selaku umat Hindu yang telah menginjak masa remaja. Dalam ajaran ini terkandung nilai- nilai pendidikan budi pekerti yang sedang dibutuhkan pada masa remaja sebagai sarana dalam pembentukan pada masa  bayi dalam kandungan dengan harapan seorang anak yang Suputra.

Makna dari tradisi metatah jika dilihat dari sudut pandang duniawi, terlihat adanya nilai-nilai pendidikan budi pekerti karena pada saat itu merupakan kesempatan yang sangat baik bagi para orang tua untuk memberikan petuah-petuah yang bernafaskan ajaran agama yang nantinya dapat diamalkan yang terkait dengan pendidikan bhudi peketi, bisanya lebih menekankan putra sesana, sila krama dan tata tertib remaja yang sedang belajar di sekolah. Dengan cara ini para orang tua secara tidak langsung telah membentuk kepribadian anak menjadi kepribadian anak ketingkat stabil, sehingga segala perbuatan sepenuhnya adalah perbuatan kemanusiaan. Perilaku inilah yang sangat diharapakan oleh pra orang tua karena anak yang selalu berbuat kebajikan akan dapat melebur dosa-dosa seluruhnya.

Dari Lontar Sila Krama 29 (Sudarsana, 2008:26, ) menyebutkan:

Adbhir gatrani cudyanti Manah satyena cudyanti Wadyatapodyam bhrtatma Bhudhir jnanena cudyanti

Tubuh dibersihkan dengan air Pikiran dibersihkan dengan kejujuran Roh dibersihkan dengan ilmu pengetahuan dan tapa. Akal dibersihkan dengan kebijaksanaan 

 




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga