Runtutan Upacara Ngaben Arya Kubon Tubuh


Pandangan masyarakat tentang upacara ngaben masih dipersepsikan ngabehin atau pemborosan, artinya berlebihan, tanpa mempunyai uang lebih atau banyak orang tidak akan bisa ngaben. Ngaben dianggap selalu memerlukan biaya yang besar sehingga memerlukan kesiapan fisik maupun non fisik untuk melaksanakan upacara ngaben. Akhirnya, banyak warga yang tidak bisa ngaben, lantaran biaya yang terbatas. Akibatnya leluhurnya bertahun-tahun dikubur. Hal ini sangat bertentangan dengan konsep dasar dari upacara ngaben dan yadnya.

Bentuk upacara ngaben yang dilaksanakan semestinya tetap disesuaikan dengan kemampuan. Yang penting bukanlah besarnya korban melainkan keyakinan, ketulus-iklasan, kesucian dan keserasian. Justru adanya penyesuaian dengan tempat, waktu dan keadaan. Untuk penyesuaian inilah ada tingkatan-tingkatan upacara menurut kuantitasnya, dari tingkatan nistaning nista sampai utamaning utama. Bahwa umat boleh memilih salah satu antara tiga jalan pokok yang telah ditempuh, yakni tingkatan nista, madya dan utama. Dalam kelompok nista ada tiga lagi tingkat yaitu: Nistaining nista, Madyaning nista, Utamaning nista. Begitu pula dalam kelompok madya mempunyai nistaining madya, madyaning madya, utamaning madya. Sedangkan bagi kelompok utama ada nistaning utama, madyaning utama, utamaning utama. Perbedaan tingkat di sini bukanlah perbedaan kualitas, tetapi perbedaan jumlah, namun esensinya adalah sama.
Lontar Panca Suda Atma menjelaskan lima bentuk upacara pengabenan, cara pelaksanaannya, beserta upakaranya, yang terpenting masing-masing dari bentuk upacara pengabenan tersebut intinya adalah tetap sama, perbedaanya hanya pada pelaksanaan dan upakaranya. Upacara ngaben bukanlah suatu pemborosan, karena upacara ini adalah yadnya yang dilandasi keyakinan, ketulus-iklasan, kesucian dan keserasian.

Dalam lontar Yama Purana Tattwa lembar nomor 6 (Bangli, 2005:103), juga disebutkan mengenai hutang budi kepada leluhur yang menjadi dasar umat Hindu melaksanakan upacara ngaben:

Hana atma mangeb amangguh neraka mungguwing alangaking ring soring waduri reges, katiksan olih ikang surya, menangis mengisek-isek sumambenia anak putunira sakari urip, lwir sabdaning atma papa, duh anakku ring madia pada, tan hana mantra welas, ring kawitan maweh bubur muah wesatahap, muah drewen mami hana kagamel, den kita tan hana wawanku mati sira juga wisesa, anggen sira kasukan, tan eling sira ring rame rena we tirtha panglepas. Jah tasmat santanaku, wastu sira amangguh alpa yusa, temah sang atma papa.

Terjemahannya:
Ada roh/atma menyelinap di alang-alang di bawah pohon maduri yang kurus disinari teriknya matahari, keadaannya sangat menyedihkan, menangis terisak-isak serta menyebutkan anak cucunya, yang masih hidup, serta berkata ; wahai anakku di dunia maya, sedikitpun tidak ada rasa belas kasihan engkau, untuk memberikan sesuguh dan air seteguk, sedangkan banyak aku mempunyai anak dan cucu, aku sudah memberi kesenangan kepada engkau sekalian dan lagi ada milikku engkau warisi dan tidak ada yang aku bawa mati, semuanya engkau yang mengambil, hanya dipakai untuk bersenang-senang oleh engkau sendiri, sama sekali engkau tidak ingat dengan orang tuamu, yang sudah tiada, untuk membebaskan aku dari kesengsaraan, akhirnya dikutuklah turunannya semua. wahai turunanku sekalian, semoga engkau tidak berumur panjang, demikian kutukannya.

Mengacu pada berbagai sastra Agama Hindu tersebut, sudah menjadi kewajiban kepada para leluhurnya dengan melaksanakan upacara ngaben.

Pelaksanaan ngaben sebagai yadnya merupakan upacara peleburan jenasah untuk dikembalikan ke asalnya yaitu Panca Maha Bhuta, agar roh mencapai bhwah loka atau alam pitara. Umat Hindu mempunyai kepercayaan apabila seseorang telah meninggal dunia belum diupacarai atau diaben atmanya akan mengalami kesengsaraan yang disebut atma papa dan dalam batas waktu tertentu akan menjadi Bhuta Cuil yaitu tinggal bersama dengan setan di alam bhur (alam bawah) dibawah pimpinan Hyang Preta Raja dan atmanya disebut preta. Apabila dilaksanakan upacara ngaben, maka atma dipisahkan hubungannya dengan badan manusia, dibersihkan dan dibebaskan dari Hyang Preta Raja kemudian dientas (dilebur), diangkat dari alam bhur ke alam bhwah (alam antara yaitu dari tempat roh), atma seseorang pada tingkatan ini disebut pitra. (Arwati, 2006:5).

Ada dua macam cara pengabenan yang bisa dipilih pelaksanaannya oleh pihak individu. Pelaksanaan ngaben melibatkan seluruh warga dan peserta ngaben, yang dilaksanakan pada hari subha dewasa (hari yang dianggap baik) yaitu pada saat matahari melintasi katulistiwa yang diistilahkan dengan Utara Yana, dimana mayat itu masih banyak berada dikuburan. Pengabenan secara individu dilaksanakan oleh pihak keluarga yang mampu melaksanakan upacara pengabenan sendiri, dengan memilih hari baik/dewasa yang baik untuk melaksanakan upacara pengabenan.

Pada pelaksanaan upacara ngaben, secara umum terdapat prosesi upacara yang panjang dan cukup kompleks, sehingga akan menghabiskan waktu yang cukup lama. Adapun rangkaian ngaben yang dilaksanakan oleh warga Dadya Arya Kubontubuh Tirtha Sari Desa Ulakan Kabupaten Karangasem adalah sebagai berikut:




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga