Runtutan Upakara dan Pelaksanaan Ngaben


UPACARA PENGASKARAN

Ngaskara (askara=penyucian=pebersihan) adalah penyucian roh dari Atma Petra (roh orang baru meninggal) menjadi Pitara. Ketika kematian terjadi, prakerti (badan kasar) terpisah dg atma (roh) (antahkarana sarira) tapi masih diikuti oleh suksma sarira (alam pikiran, perasaan, keinginan, nafsu). Karenanya roh perlu dibersihkan dg askara (inisiasi). Oleh krn itu roh yang tidak diaben puluhan tahun akan berubah jadi Bhuta Cuil (roh yg tidak bersih) yang mengganggu kehidupan manusia.

Pelaksanaan Ngaben harus diikuti upacara Pengaskaran untuk mengembalikan unsur Panca Maha Butanya secara sempurna, sehingga kesucian dari Sang Petra terus ditingkatkan, dari Petra menjadi Pitra, pitra menjadi Dewa Pitara, kemudian dari status Dewa Pitara menjadi Hyang Pitara atau Betara Hyang. Contoh puja masing-masing status tersebut adalah:

  • Status Petra: Om Tigantu Atma Petras ca, Tigantu Atma Petranam, Tigantu Atma Petra, Sarwa yn Swadah.
  • Status Pitara: Om Jagrantu Pitara Ganem, Jagantu Pitara Ganem, Jagrantu Pitarah, Sarwa yn Swadah
  • Status Hyang Pitara: Ong Ayantu Pitara Dewa, Ayantu cariman pujam, Ayantu I A Se Te I, Siprathisto siprathisto, yn swadah, Ong nama wah pitaro suksma yn swadah. Ong namo wah pitara turya yn swadah. Ong nama wah pitaro ktan, yn swadah.

Pengabenan sepatutnya disertakan “Pengaskaran” (Samskara Atma Preta) baik Utama, Madya, Nista. Prinsipnya Petra itu harus diproses agar menjadi sifat pitara, kemudian disucikan lagi menjadi Dewa Pitara, disucikan lagi menjadi Hyang Pitara (Betara Hyang), agar bias distanakan di Pemerajan (Hyang Kemulan). Jika tidak melaksanakan Pengaskaran dikatakan berarti belum sempurna penyucian terhadap Sang Petra.

Upakara dasar Pengaskaran adalah sebagai berikut:

Upakara surya paling kecil memakai banten :

Ardha Nareswari, Banten pebersihan, Banten Dyus Kamaligi, Banten pisang jati, Banten kerayunan, Banten Peguruyagan, dapat diganti dg banten Guru Piduka, Banten Penebusan, Banten Penebusan alit, Banten pengadang-ngadang, Laban Kalika, Caru ayam brumbun, Laban rare, Laban kawah, Laban Cikrabala dan Kingkarabala (tetandingan balung Gegending dan Ketupang.

Sarana Pengaskaran :

  • Bale Pawedan (Pamiosan) untuk pandita. Jika di mrajan, Bale Piasan bisa digunakan untuk Pamiosan pandita. Dibuat leluhur.
  • Banten pengajuman kajang, banten pemerasan.
  • Sanggah surya: daksina, sesantun, suci 2 soroh, pejati, peras, pengambean, sesayut ardenareswri, rayunan putih kuning, rantasan, pesucian, klungah nyuh gading (dikasturi).
  • Banten di sor sanggah surya: pejati dan suci asoroh, gelar sanga, segehan cacahan.
  • Banten arepan sawa: banten ayaban (pemereman), uel kurenan, sesantun, suci, banten saji, panjang hilang matah lebeng, banten pengadang-ngadang, bubuh pirate putih kuning, nasi angkeb, penek catur warna, caru beten kolong sawa, diyuskamaligi, pejati, eteh-eteh pemetikan (gunting, blayag, tunjung putih), pemanahan, caru siap brumbun (caru tapakan sawa).
  • Banten pengresikan: Prayascita, Bayekawonan, durmanggala, lis bale gading, pengulapan.
  • Banten arep sulinggih: daksina gede, sesantun alit, suci asoroh, pejati, peras, pengambean, pemanisan, segehan warna lima asoroh.

MAKNA SIMBOLIS PENGASKARAN

  1. Tirta Pengentas: Pe = pegat, ngen = ngen-ngen = trena, tas = hangus. Tirta Pengentas untuk memutuskan dan menghilangkan Tresna agar kembali kepada kekuatan amertha yaitu ke Siwa Merta.
  2. Tirta Pemanah artinya: toya berasal dari sindhu atau hindu atau windhu artinya kosong atau sunya. Pemanah artinya: pe dan manah = alam pikiran. Tirta Pemanah = untuk mengembalikan Panca Maha Butha berdasar ketulusan hati.
  3. Toya Penembak: pe = pemutus; nembak = pembuka jalan. Tirta Penembak: untuk memutuskan agar terbentuk jalan ke Sunya Mertha.
  4. Pengawak Adegan: simbul dari Panca Maha Butha. Wakul simbul pertiwi, sampian simbul akasa, kwangen simbul apah, tongkat adegan simbul bayu, prerai simbul teja.
  5. Tiga Sampir: untuk memendak toya pemanah dan memendak daun beringin. Tiga sampir sebagai simbul tiga sosok apsari: Widyadari Nilotama, Widyadari Supraba, Widyadari Ken Sulasih. Ketiganya utusan Dewata untuk membawakan tirtha pawitra sebagai tirta penglukatan.
  6. Baju antakesuma: sebagai simbul kekuatan pelepasan dalam proses pengembalian Panca Maha Butanya kepada sumbernya dalam arti mengandung konsep Moksartham Atmanam.
  7. Payung Pagut: untuk mendak toya pemanah atau mohon daun beringin, sebagai simbul Bale Salunglung yaitu stana para Dewata mengadakan peparuman untuk memberikan keputusan kepada setiap mahluk di dunia yang Beliau kehendaki sesuai dengan kodratnya.
  8. Puspa Lingga: pada upacara pemukuran yang menjadi obyek penyucian adalah badan puspa lingga. Setelah Panca Maha Butha disucikan, kemudian distanakan di pengawak adegan. Tapi setelah menjadi puspa lingga, Panca Maha Buta menjadi Panca Tan Matra dan dibuatkan simbul sbb:
    • Tangkai sekah dari bambu buluh gading sbg simbul Ganda Tan Matra
    • Daun beringin sbg simbul Rasa Tan Matra
    • Jemeknya (mirahnya) sebagai simbul Rupa Tan Matra
    • Menurnya sbg simbul Sabda Tan Matra
    • Namenya sbg simbul Sparsa Tan Matra.
  9. Kwangen Pengerekan (ngereka). Kwangen penyolasan untuk mengisi persendian berisi 225 uang kepeng (jumlahnya 9 artinya pranawa/pralina). Gegaleng 250 dijumlah menjadi 7 artinya sebagai simbul sapta sunia.
  10. Daun beringin. SH Widhi pd waktu menciptakan seisi alam bermanifestasi menjadi SH Prajapati. SH Prajapati bermanifestasi menjadi SH Kalpa Wrksa dengan pangkal pohonnya berada di alam sorga, sedang ujungnya berada di alam semesta (Phon Beringin Sunya Mertha). Kalpa Wrksa ini bermanifestasi kea lam semesta sebagai:
    • Ranting (bangsingnya) menjadi sarwa denawa, danuja dan sarwa raksasa
    • Daunnya bermanifestasi menjadi kekuatan Panca Maha Butha
    • Batang pohon bermanifestasi menjadi kekuatan urip dari semua mahluk
    • Cabangnya menjadi karma dari semua mahluk dunia
    • Bunganya menjadi sarwa dewa, sarwa dewata sbg kekuatan Betara di ala mini.
    • Buahnya menjadi hukum Rta nya SH Widhi
    • Setetes air yang gemerlapan di ujung daunnya sbg percikan atma ke alam semesta ini (Lontar Praja Pati Tattwa).
  11. Kekecer: sarananya: tangkai bambU, seuntai padi, bulu ayam, bulu angsa, kain sutra. Digunakan pd waktu jenasah diberangkatkan ke setra , kececer ditancapkan setiap 9 meter sambil menghaturkan banten peras jalan. Sebagai pembuka jalan dan mengandung konsep Moksrtam Atmanam. Padi = pada= padang = galang apadang. Bulu angsa = angesah artinya telahpergi. Bulu ayam = simbul panca maha butha. Kain sutra = panca maha butanya telah disucikan shg berwujud lebih halus.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Buku Terkait
Baca Juga