Sadangga Yoga dalam Wrhaspati Tattwa


Filsafat Yoga Dalam Wrhaspati Tatwa

Karma Wasana

Wasana artinya perbuatan yang dilakukan oleh manusia di dunia ini. Ia menerima hasil perbuatan pada kelahirannya yang baru, apakah hasilnya itu baik atau buruk. Perbuatan apapun yang dilakukan olehnya, pada akhirnya pasti akan menghasilkan buah. Seperti halnya periuk yang berisi hinggu (getah damar) walaupun hinggu itu telah habis dan periuk itu telah di gosok dan cuci, baunya tetap tercium, karena bau itu tetap melekat pada periuk. Inilah yang dinamakan vasana. Demikian halnya dengan wasana perbuatan (Karma Wasana)

Wasana itu ada dalam atman, ia melekat padanya. Ia menodai atau mewarnai atman itu. Atman yang ternoda disebut Raga. JadiWasana menghasilkan Raga.

Oleh karena itu, setiap perbuatan orang akan membuahkan Karma WasanaWasana yang telah mewarnai atman akan menghasilkan Karma Wasana dan Karman. Keduanya itu kemudian membawa kelahiran yang berbeda-beda. (Misalnya yang mempunyai sifat dewa) melahirkan dewa (devayoni)vidhyadhara (vidhyadhara yoni), raksasa (raksasayoni)daitya (daityayoni), naga (nagayoni). Sangat banyak yoni yang terjadi, yang merupakan sumber kelahiran. Oleh karena itu dalam fisik yoni-yoni itu berbeda-beda. Adapun yang diperbuat oleh pikiran pada yoni yang terdahulu, ia merupakan keinginan. Keinginan ini merupakan karma yang terjadi terus menerus.

Apabila yang dilakukan itu suatu perbuatan jahat, maka atman akan terlempar ke neraka, di mana ia akan mengalami bermacam-macam siksaan. Bila akibat dari perbuatan jahat itu telah berakhir, maka atman akan lahir menjadi binatang yang rendah. Sebaliknya bila perbuatannya baik, ia akan lahir di surga dan mengalami bermacam-macam kenikmatan. Setelah masa yang menyenangkan itu berakhir ia akan lahir sebagai putra raja atau orang yang hidup makmur.

Dapat dijumpai juga seperti orang buta yang tidak mengetahui wujud gajah yang sesungguhnya, demikian juga manusia itu diliputi oleh kebingungan, kemabukan itulah sebagai kegelapannya. Tattwa itu umpama gajah yang dianggap sebagai kepala, gading, belalai, perut, kaki dan ekor. Ilmu pengetahuan dan sastra itu banyak adanya yang dikembangkan olehSang Hyang Wisesa, itulah yang menjadikan bingung dan terlena, saling tindih-menindih, tidak tahu mana yang mulia mana yang utama, tidak tahu mana atas dan mana bawah, tidak tahu kurang dan lebih, tidak tahu pergi dan datang. Pikiran yang demikian itu disebut bingung yang tidak akan berhasil mencapai tujuan.

Cetana dan Acetana

Tattwa itu yaitu Cetana dan Acetana. Cetana yaitu pengetahuan (jnana svabhava), tidak terpengaruh oleh ketidaksadaran dan bersifat abadi (nitya), artinya tetap kokoh, tidak dapat disembunyikan. Itulah yang disebut dengan Cetana. Begitu pula dengan Acetana yang berarti tanpa pengetahuan, ibarat batu. Itulah yang dinamakan Acetana.

Jika Cetana dan Acetana bertemu maka akan lahirlah seluruh Tattwayaitu Tattwa asal (Pradhana Tattwa)Triguna Tattwa, Budhhi Tattwa, Ahangkara Tattwa, Bhayendriya Tattwa, Karmendriaya Tattwa, Pancamahabhuta Tattwa. Ada tiga bentuk Cetana yaitu Paramaiswa Tattwa, Sadasiwa Tattwa dan Siwa Tattwa.

Paramasiwa Tattwa

Penjelasan tentang Paramasiwa Tattwa disampaikan dalam sloka 7 sampai sloka 10 yang berbunyi :

Aprameya bhatara, tan pangen-angenan, apa hetu, ri kadadinyan ananta, tan pahingan, anirdesyam, tan patuduhan, ri kadadinyan tan palaksana, anaupamyam, tatan papada, ri kadadinyan tan hana pada nira juga, anamayam, tatan keneng lara, ri kadadinyan alilang, suksma ta sira sarwagata, kehibekan tikang rat denira, sahananya kabeh, nityomideng sadakala, ri kadadinya n tan pasangkan, dhruwam, menget ta sira, ri kadadinyan tan polah, umideng, sadakala, awyayam, tatan palwang, ri kadadinyan pariprna, Isvara ta sira, Isvara ngaranya ri kadadinya n prabhu ta sira, sira ta pramana tan kapramanan, nihan yang paramasivatattva ngaranya. Nihan yang sadasivatattva ngaranya, I sor ning paramasivatattva.

Artinya:
Iswara tidak dapat di ukur, tidak berciri, tidak dapat dibandingkan, tidak tercemar, tidak tampak, ada dimana-mana, abadi, tetap, tidak berkurang (sloka 7).
Ia tidak dapat diukur dalam arti tanpa akhir. Ia tidak berciri karena ia tidak mempunyai cirri. Ia tidak dapat dibandingkan, karena tidak ada yang lain seperti Dia. Ia tidak tercemar, karena ia tidak bernoda (sloka 8). Ia tidak tampak karena ia tidak bisa dilihat. Ia ada di mana-mana, karena ia ada dalam segala benda. Ia abadi karena ia tidak berbentuk. Ia tetap karena ia tidak bergerak (sloka 9). Ia tidak berkurang karena ia tetap utuh. Ia tetap tenang Sivatattwa ini meliputi seluruhnya (sloka 10) Ia tidak tampak karena ia tidak bisa dilihat. Ia ada di mana-mana, karena ia ada dalam segala benda. Ia abadi karena ia tidak berbentuk. Ia tetap karena ia tidak bergerak (sloka 9). Ia tidak berkurang karena ia tetap utuh. Ia tetap tenang Sivatattwa ini meliputi seluruhnya (sloka 10)

Tuhan tidak dapat dibayangkan, Apremaya. Karena bersifat anantayaitu tidak terbatas. Anirdesyam berarti tidak dapat diberi batasan karena ia mempunyai ciri. Anaupamya artinya tidak dapat dibandingkan, karena tidak ada yang menyamainya. Anamaya artinya tidak terkena penyakit atau sakit karena Ia suci. Ia Suksma karena Ia tidak dilihat. Ia Sarwagata karena Ia ada dalam segalanya, Ia memenuhi seluruh jagat raya.  Ia Dhruva yaitu kokoh, karena Ia tidak bergerak, tetap stabil. Ia Avyaya yaitu Ia tidak pernah berkurang, karena Ia selalu utuh. Ia adalah Iswara. Ia disebut Iswara karena ia sebagai guru. Ia mengatur seluruhnya, namun tidak di atur (oleh siapa-siapa). Inilah yang dinamakan Paramasiwa Tattwa. Sekarang kujelaskan apa yang disebut Sadasiwa Tattwa yang lebih rendah daripada Paramasiwa Tattwa.

Dari petikan sloka di atas dapat disimpulkan bahwa, Parama Siwa sama sekali tidak terbelenggu oleh Maya, oleh karena itu ia disebut Nirguna Brahman, ia adalah perwujudan sepi, suci murni, kekal abadi tanpa aktivitas. Dalam wujud transendental-Nya ini, kenyataan itu disebut dengan Nirguna Brahman, yaitu Brahman tanpa atribut. Ini diterima sebagai sesuatu yang satu dan tidak berbeda, yang tetap statis dan dinamis dan merupakan prinsip mutlak yang menggaris bawahi jagat raya. “Brahman adalah dia yang kata-katanya tidak dapat diungkapkan, dan yang mana tidak dapat digapai oleh pikiran kita yang membinggungkan”, demikian juga diungkapkan dalam kitab Taittiriya Upanisad.

Sadasiwa Tattwa

Penjelasan tentang Sadasiwa Tattwa disampaikan dalam sloka 11 sampai sloka 13 yang berbunyi :

Sawyaparah, bhatara sadasiva sira, hana padmasana pinaka palungguhanira, aparan ikang padmasana ngaranya sakti nira, sakti ngaranya, vibhusakti, prabhusakti, jnanasakti, kriyasakti, nahan yang cadusakti.
Artinya :
Sadasiwa aktif, berguna, bersinar, terdiri dari unsur kesadaran, mempunyai kedudukan dan sifta-sifat. Ia memenuhi segalanya. Ia di puja karena tanpa bentuk ( sloka 11). Ia maha pencipta, pelebur, pengasih, bersinar, abadi, maha tahu, dan ada di mana-mana (sloka 12). Bagi orang yang tak punya tempat berlindung, Ia merupakan saudara, ibu dan ayah. Ia merupakan penawar dari segala rasa sakit dan membebaskan manusia dari ikatan tumimbal lahir. (sloka 13).

Padmasana sebagai tempat duduk Beliau, sakti-Nya meliputi:Wibhu Sakti, Prabhu Sakti, Jnana Sakti dan Kriya Sakti. Disebut Cadu Sakti yaitu empat kemahakuasaan Sang Hyang Widhi.

Jika ditilik dari petikan sloka di atas, pada tingkatan Sadasiwa, kesadarannya sudah mulai tersentuh oleh Maya. Pada saat itu Ia mulai terpengaruh oleh Sakti, Guna, dan Swabhawa yang merupakan hukum kemahakuasaan Sadasiwa. Ia memiliki kekuatan untuk memenuhi segala kehendaknya yang disimbolkan dengan bunga teratai yang merupakan stana-Nya.  Sadasiwa digambarkan sebagai perwujudan mantra yang disimbolkan dengan aksara AUM (OM) dengan Iswara sebagai kepala, Tatpurusa sebagai muka, Aghora sebagai hati, Bamadewa sebagai alat-alat rahasia, Sadyojata sebagai badan. Sada Siwa aktif dengan segala ciptaan-ciptaan-Nya. Karena itu Ia disebut Saguna Brahman.

Siwatma Tattwa

Pada tingkatan Siwatma Tattwa, Sakti, Guna dan Swabhawa Tuhan (Siwa) sudah berkurang karena sudah dipengaruhi oleh Maya. Karena ituSiwatma Tattwa disebut juga Mayasira Tattwa. Bilamana pengaruh Maya sudah demikian besar terhadap Siwatma menyebabkan kesadaran aslinya hilang dan sifatnya menjadi awidya. Dan apabila kesadaranya terpecah-pecah dan menjiwai semua makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia, maka Ia disebut atma atau jiwatma.

Meskipun atma merupakan bagian dari Tuhan (Siwa), namun karena adanya tirani awidya yang pekat yang sumbernya adalah Maya, maka ia tidak lagi menyadari asalnya. Hal ini menyebabkan atma dalam lingkaran sorga-neraka-samsara secara berulang-ulang. atma dapat bersatu kembali pada asalnya, apabila semua selaras dengan ajaran Catur Iswarya, Panca Yama Brata, Panca Niyama Brata dan Astasiddhi. Bilamana dalam segala karma dari atma bertentangan dengan ajaran-ajaran tadi, maka atma akan tetap berada dalam lingkaran reinkarnasi.

Untuk mengakhiri lingkaran reinkarnasi Wrhaspati Tattwa mengajarkan agar setiap orang menyadari hakekat ketuhanan dalam dirinya. Hal itu dapat dilakukan melalui jalan (1) Jnana Bhyudreka, mempelajari segala Tattwa; (2) Indriya Yoga Marga,  tidak tenggelam dalam kesenangan hawa nafsu; (3) Tresna Dosa Ksaya,  tidak terikat pada pahala perbuatan baik atau buruk; (4) Yoga, selalu memusatkan pikiran pada tuhan melalui enam tahapan yang disebut Sadangga Yoga.

Pradhana Tattwa dan Tri Guna

Pradhana Tattwa, wujud besar maya, sunya acetana sebagai badannya. Dipertemukan Atma Tattwa dengan Pradhana Tattwa oleh Bhatara, maka atma yang dalam keadaan Acetana menjadi hilang atau lupa. Digerakkannya Pradhana Tattwa melahirkan Triguna Tattwa yaitu Sattwam, Rajas, Tamas. Pikiran yang serba ringan dan jernih disebut satwa, pikiran yang cepat gerakannya disebut dengan rajas, dan pikiran yang gelap-gelap disebut dengan tamas.

Pikiran yang menyebabkan atma menikmati sorga, jatuh ke neraka, menjadi binatang, lahir sebagai manusia dan mencapai moksa atau kelepasan. Prilaku yang sungguh-sungguh jujur dan kokoh, ia mengetahui perbedaan antara sesuatu dan batas-batasnya, ia memahami Iswara Tattwa, pandailah ia, manis tutur katanya dan indah badannya itu semua merupakan ciri-ciri pikiran Sattwika.

Prilaku bengis, pemarah dan menakutkan, congkak, suka memperkosa, panas hati, lobha, melakukan perbuatan kasar dengan tangan, melakukan perbuatan kasar dengan kaki, berkata-kata kasar, merupakan ciri-ciri dari pikiran Rajas. Pikiran dihinggapi rasa takut, lelah tidak suci, suka mengantuk, cenderung untuk berkata bohong, ingin membunuh, tidak hati-hati dan murung merupakan cirri-ciri dari Tamas.

Apabila ketiga unsur itu sama, maka kita akan lahir sebagai manusia, karena ketiga unsur itu memenuhi keinginan, masing-masing rajas berkata: “saya mau berbuat jahat”Sattwa menghalangi. Tamas berkata:“Saya lelah dan tidak ingin berbuat apa-apa”

Rajas membuat kita bergerak. Sattwa bersama rajas berkata: “Saya ingin berbuat baik”. Maka dicegah oleh tamas. Demikian kerja ketiga sifat itun silih berganti. Karena itu atman tidak berbuat baik maupun buruk. Namun apabila atman berbuat baik dan buruk karena pengaruh ketiga sifat itu maka kita akan lahir sebagi manusia. 

Sang Hyang Widhi telah memperhatikan antara surga dan neraka merupakan tempat pensucian atman. Apapun yang dikerjakan dalam kelahiran sebagai manusia, Sang Hyang Widhi memperhatikannya, oleh karena Ia menjadi saksi dari segala perbuatan manusia baik maupun buruk.

Tatkala Tamas yang lebih besar mempengaruhi pikiran maka akan menyebabkan atma menjadi binatang. Ada lima jenis binatang, seperti : Pasu, Mrga, Paksi, Sarisrpa, MinaPasu adalah binatang piaraan di desa, seperti : sapi, maka akan menyebabkan atma menjadi binatang. Mrga adalah jenis binatang yang ada di dalam hutan. Paksi adalah segala jenis binatang burung yang dapat terbang. Sarisrpa adalah segala jenis binatang yang bergerak dengan dadanya. Mina adalah semua jenis binatang yang ada di dalam air.

 Dari Triguna maka lahirlah BuddhiBuddhi ada empat jenis, bagian-bagianya antara lain: Dharma Buddhi, Jnana Buddhi, Wairagya Buddhi dan Aiswarya Buddhi.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

HALAMAN TERKAIT
Baca Juga