Tattwa / Tutur Candrabherawa dengan Yudistira


Terjemahan Tutur Candrabherawa

OṀ, Awighnamastu

 

Tidak diceritakan, tahun sudah berulang berganti, sudah banyak yang sempurna  pelaksanan   kegiatan   Tri   Kaya     Parisudha.   Dan  pandawa, empat bersaudara diutus oleh Yang Mulia Raja Hastina, mengunjungi desa-desa yang belum mengikuti Karma Sanyasa. Oleh karena itu hal ini agar  disampaikan kepada Sri Maharaja, pengendali Negara Hastina.

Dengan tujuan itulah Sang Pandawa, empat bersaudara pergi dengan arah yang berbeda-beda. Terlunta-luntalah perjalanan Bhimasena. Akhirnya ia menemukan sebuah negeri di sebelah timur laut, yang megah cemerlang, wilayahnya luas dan datar, airnya terus mengalir tidak putus-putusnya.

Sang Wrekodhara lalu datang kesana, karena bukit dan lembahnya tidak banyak, laut dan gunungnya tidak terlalu jauh. Sang Bhima mengikuti jalan, menemukan orang sebanyak dua orang, bercakap-cakap dibawah pohon bungur, Sang Bhima mendekat disamping dua orang itu, berhenti ia sendirian. Dua orang itu, seorang berkata kepada adiknya, katanya: “adikku Wisnu, ada kabar undangan, Raja Hastina, melangsungkan upacara agama sekarang, apakah engkau Wiṣṇu, adikku mengetahuinya?” Jawab adikknya:

Nuyuktam gajahé pakṣyam.

“Benar kakak Brahmā, adikkmu mengetahui tentang ajaran itu,  perihal orang membuat sanggar děngěn, tentu membuat pikiran orang menjadi bingung. Demikianprosesnya itu. Bila pada sanggar děngěn arah pemikiran itu, dari manakah asalnya dahulu, sebab banyak perilaku orang yang diciptakan oleh Bhaṭāra, banyak karya Déwa-Déwa pada manusia. Karena itu banyak adanya śūnyanya śūnya. Demikian uraian ajaran agama.

Siapakah tahu Warna Déwa? Pikirannya sendirilah yang  menciptakan Déwa, membuat tujuan, membuat sanggar děngěn. Itulah yang dibuatnya Banten. Siapakan yang tahu menerima banten itu? Adapun kurang atau lebih banten itu, dirinya sendiri yang merasakan senang atau susah, tidak ada Déwa mengatakan kurang atau lebih. Meskipun orang yang disebut Wiku yang mempersembahkan banten dengan puja. Bila pujanya salah, tidak ada Déwa yang mengatakan puja itu salah. Dirinya sendirilah yang mengetahui salah. Demikianlah kakak Brahmā”.

pramoddhaṃ Brahmā vaksyami.

Kata Brahmā : “ Benar demikian adikku Wiṣṇu! Apa tujuan orang demikian? Orang bijaksana menyadarkan diri pada Déwa- Déwa yang bijaksana memberikan dia anugra, karena dahulu Déwalah asal badan itu. Sekarang badan

itulah asalnya Déwa. Pikiranku tidak sejalan dengan orang yang membuat banten, menyembah di sanggar kebuyutan, sebab sekarang Déwa itu berada dalam badan; di dalam badanlah ia harus dicari, disucikan dengan ajaran Māyā Sukṣma. Adikku biarlah tidak sulit olehmu memanfaatkan ilmumu”.

Svanaḥ brahmacaté Viṣṇu, Téyacakaḥ naraḥ tathaṃ, Dārśakaṃ kayavigrahaṃ, Caṅgra ménjatihiréṇaḥ.

Kata Brahmā: “ adikku Wiṣṇu! Siapakah disampingmu itu? Badannya kelihatan bulat, agak ia mengenal semacam senjata. Tanyalah ia, adikku Wiṣṇu!”.

Kata Wiṣṇu: “ perhatikanlah olehmu siapakan engkau, datang kesini, sebab disini tidak ada orang yang wajahnya seperti engkau. Katakanlah olehmu dengan jujur”.

Bāyusutaṣṭu méwaca.

Kata Sang Bhīma: “Aku kesatria Pāṇḍawa, namaku Bhīmaséna. Kakakku Yudhīṣṭira, siapakah engkau berdua? Aku dengar tentang engkau,  Brahmā, Wiṣṇu, katamu. Katakanlah tentang Wangsamu”. Brahmā menjawab:

Upéṭaḥ Bhīma vacasyat.

Katanya: “Ya, Bhīma. Namaku Brahmā, adikku bernama Wiṣṇu,  pelayan Sri Candrabherawa, yang bergelar Bhatara Guru, yang mengendalikan Negara Déwāntara, penjelmaan Bhatara catur Daśa Manu, keturunan Sri Swayambhuwamanu zaman dahulu. Adapun pertanyaanmu, Bhīma, tentang Wangsa kami, kami semua keturunan wangsa Pārya, bertempat tinggal disini, di wilayah Negara Déwāntara”.

Demikianlah kata Brahmā. Adikku yaitu  Wiṣṇu membenarkan.

Téna Bhīma viramanti.

Pikiran Sang Bhīma bingung dan heran, katanya: “Ah engkau Brahmā Wiṣṇu, aku tidak mengerti akan kata-katamu, wangsa mana yang disebut wangsa Pārya, Brahmā, Kṣatriya, Wiśéṣa, Śudra”.

Brahmā vacastuté tasmāt.

Kata Brahmā: “Wah bila demikian, seperti katamu Narārya Bhīma, bagaimana  sebenarnya,  barangkali  demikian  pernyataanmu.  Dengan kekuasaan

kami, kami Brahmana, kami Kṣatriya, kami Wiśéṣa, kami Śudra. Demikian sebenarnya Bhīma”.

Nabhaścan sandi svarataścaḥ.

Kata Sang Bhīma: “Engkau Brahmā dan Wiṣṇu, sekarang bagaimana sebenarnya disini, di Negara Déwāntara, tidak ada orang yang melaksanakan kewajiban catur wangśa, di bawah Śrī Candrabherawa?”.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

HALAMAN TERKAIT
Baca Juga