Integrasi Sekala Dan Niskala
Dalam Penyembuhan Usada Bali
Berdasarkan inventarisasi mendalam terhadap berbagai naskah lontar dan praktik pengobatan tradisional Bali (Usada), bukanlah sekadar kumpulan resep obat tradisional semata, melainkan sebuah Sistem Kesehatan Holistik (Bio-Psiko-Sosio-Spiritual) yang memandang manusia sebagai mikrokosmos ( Bhuana Alit ) yang harus selaras dengan makrokosmos ( Bhuana Agung ).
Penyembuhan dalam Usada Bali berdiri di atas dua pilar utama yang tak terpisahkan :
1. Aspek Sekala (Dimensi Fisik & Empiris)
Secara Sekala, Usada Bali menunjukkan kecerdasan lokal (local genius) yang tinggi dalam memanfaatkan alam sebagai apotek hidup. Hal ini tercermin dari:
- Farmakologi Alam (Taru Pramana) : Penggunaan ribuan jenis tanaman, hewan, dan mineral yang diolah menjadi Loloh (jamu), Boreh (lulur), Tutuh (tetes), dan Sembur . Setiap bahan dipilih bukan hanya berdasarkan khasiat kimiawinya, tetapi juga karakter unsurnya (panas/dingin) untuk menyeimbangkan Tri Dosa dalam tubuh.
- Diagnosa Fisik : Kemampuan seorang Balian dalam membaca tanda-tanda fisik melalui pemeriksaan denyut nadi ( Tenung Nadi ), kondisi mata, lidah, dan suhu tubuh untuk mendeteksi kerusakan organ secara dini.
2. Aspek Niskala (Dimensi Spiritual & Metafisik)
SecaraNiskala, Usada Bali mengakui adanya faktor-faktor non-medis yang mempengaruhi kesehatan manusia. Penyakit tidak hanya dilihat sebagai disfungsi organ, melainkan manifestasi dari ketidakharmonisan energi. Hal ini meliputi:
- Kekuatan Mantra & Aksara : Penggunaan aksara suci ( Modre ) dan mantra ( Pasupati ) untuk “menghidupkan” obat fisik agar memiliki Taksu (kekuatan penyembuh).
- Manajemen Energi Gaib : Penanganan penyakit akibat gangguan entitas lain ( Bebainan, Cetik, Sawan ) melalui ritual penyucian ( Melukat ) dan harmonisasi ( Mecaru/Nyomya ).
- Hukum Waktu (Wariga) & Ruang (Asta Kosala Kosali) : Pemahaman bahwa kesembuhan sangat bergantung pada ketepatan waktu ( Dewasa Ayu ) dan keselarasan tempat tinggal. Pelanggaran terhadap tata ruang atau waktu diyakini memicu penyakit ( Kepanesan ).
3. Keseimbangan Tri Hita Karana
Muara dari seluruh praktik Usada ini adalah tercapainya keseimbangan Tri Hita Karana (Tiga Penyebab Kebahagiaan/Kesehatan):
- Parahyangan : Hubungan harmonis dengan Tuhan/Leluhur (diatasi dengan ritual Matur Piuning/Guru Piduka saat sakit akibat Kepongor ).
- Pawongan : Hubungan harmonis dengan sesama manusia (diatasi dengan etika sosial agar tidak terkena Cetik atau Bebainan akibat dendam).
- Palemahan : Hubungan harmonis dengan alam lingkungan (diatasi dengan Mecaru dan penggunaan obat herbal yang bijak).
Dengan demikian, “Sembuh” dalam pandangan Usada Bali bukan sekadar hilangnya gejala penyakit dari tubuh fisik, melainkan kembalinya keharmonisan hubungan manusia dengan dirinya sendiri, lingkungannya, leluhurnya, dan Tuhannya.
Dokumentasi resep dan metode ini diharapkan bukan hanya menjadi arsip sejarah, melainkan pedoman hidup yang relevan untuk diterapkan di masa kini, sebagai pelengkap pengobatan medis modern dalam mencapai kesehatan yang paripurna.
