Geguritan Cangak


Terjemahan Geguritan Cangak

Pupuh Ginada

“Ayah sekarang akan menceritakan, agar anakku bias menafsirkannya, cerita mengenai Sang Cangak, membangun tipu muslihat, kerakusannya sengaja disembunyikan, menyatu tersembunyi, agar berhasil mendapatkan sesuatu”

  1. Ayah mulai menceritakannya, ketika I Cangak sedang berpikir, bagaimana caranya sekarang menjalankan tipu muslihat, ikan itu agar dapat ditangkap, di kolam itu agar habis, sedikit demi sedikit, setiap hari akan hamba makan.
  2. Lebih baik sekarang diupayakan, saat ini mengurangi makanan, mencari di tempat yang lain, agar tidak diketahui oleh ikan-ikan itu, dilayani dengan lemah lembut, sedikit demi sedikit, agar dia menjadi terbiasa.
  3. Jika telah menjadi penurut semuanya, dengan mudah akan ditangkap, diambil sedikit demi sedikit, diterbangkan ke tempat yang jauh, disitu kita makan, dengan senyumannya, I Cangat selalu memikirkan tipu
  4. Ceritakan dia di pagi hari, pada sebuah kolam yang asri, di tengah hutan, yang ditumbuhi oleh bunga teratai, airnya begitu dalam, lagipula bening, ikannya begitu banyak
  5. Disitu I Cangak berdiri, dengan satu kaki dengan roman muka yang agak lesu,memakai pakaian serba putih, memakai genitri dan bermahkota, memakai anting-anting dan selempang, seperti orang suci, bagaikan seorang pendeta.
  6. Tidak pernah melewati pagi hari, Sang Bhaka sudah menunggu, selalu berdiri di tengah- tengah, namun dia tidak pernah usil. Air ludahnya dimakan, hatinya bergejolak, sebentar

 

Pupuh Sinom

Entah beberapa hari I Cangak, menjalankan tipu muslihat seolah-olah tidak memangsa mangsanya,, meskipun ada yang bercanda, ikan-ikan itu semakin berani, berkumpul berseliweran, ada yang berani minta penjelasan, berkata sambil memohon maaf “Hormat hamba tuanku, sekarang hamba minta penjelasan”

  1. Saya menjadi terpesona, mengapa tuan berhenti melakukan pembunuhan, memakan semua bangsa saya?”, sang Bhaka tersenyum lalu menjawabnya,”Jika itu yang anakku minta, agar semuanya kamu berkumpul, agar semua mendengarkannya, akan cerita ayah jaman dahulu, dengan sebenarnya, ayah akan menceritakannya”.
  2. Dahulu ayah sakit keras, hampir meninggal, kurus dan batuk-batuk, nafas ayah hanya sedikit, ayah masih hidup, berkat pertolongan para dewa, bersabda lewat mantera, memberikan pengobatan yang begitu sukar, agar berhenti, ayah melaksanakan pembunuhan”.
  3. Setelah ayah mengikutinya, menjadi sembuh seketika, tanpa parem dan obat-obatan, setelah sehat seperti sekarang, lalu diperintahkan, untuk maprayasita, mawinten dan madiksa, mengikuti aturan orang-orang suci, menjalankan apa yang disebut dengan kadharman.
  4. ‘Ayah tidak berani untuk menolaknya, akan bisikan Sang Hyang Widhi, sekarang telah dilaksanakan, berhenti melakukan pembunuhan, menjadi pendeta sebagai orang suci, dosa ayah yang terdahulu, agar menjadi hilang, janganlah anakku takut, mari berkumpul untuk bertukar pikiran.”
  5. Sang Bhaka menjadi tersenyum dalam pikirannya, karena tipu muslihatnya telah berhasil, ikan-ikan menjadi penurut, sama-sama mendekat saling berdesakan, I Cangak lalu melanjutkan, seketika wajahnya berubah, ucapannya menjadi terputus-putus,”wahai anakku, pastilah, akan segera mengalami kehancuran”.
  6. “Kesedihan ayah tiada terhingga, karena dekat denganmu, ayah telah mengetahui secara jelas, beritanya begitu jelas, tukang jarring, pancing dan lainnya, akan segera datang mengobrak-abrik, pada bulan Agustus, tidak akan batal, kamu semuanya akan

 

Pupuh Pangkur

Suaranya terputus saat menceritakannya, lalu I Cangak menjadi gelisah, dengan wajah merasa sedih, sambil menyebut nama-nama para dewa, wahai Yang mulia..

Dimana kedudukan ketuaan hamba, tidak ada gunanya dalam hal yadnya, tidak bias melakukan pertolongan.

  1. Ikan-ikan itu menjadi terkejut, ketakutan, mendengar ucapan sang pendeta, ada yang mendekat menghaturkan sembah, ;’ Mohon maaf tuan pendeta, tolonglah, hidupkanlah murid-murid tuan, semjua jenis ikan, agar berkenan tuan memberikan kehidupan”
  2. Pendeta Bhaka menjadi terkejut, sambil menyeka air matanya yang kering, ucapannya begitu lemah lembut, alisnya menjadi satu bagaikan orang yang berpikir,”Wahai anakku, ayah selalu ingat akan mu, ada sebuah kolam yang begitu indah, diapit oleh gunung tidak kelihatan”.
  3. Lagipula danau begitu luas, airnya bening, sungguh dalam, keinginan ayah jika kamu setuju, marilah kita pindah kesana, sedikit demi sedikit, ayah bias menolong, setiap hari akan kuterbangkan, tidak akan menemui bahaya”
  4. Setelah I Cangat menjelaskan, ditingggallah ikan-ikan itu agar dia mulai menghitungnya,” Besok pagi agar serempa.” Demikian pesan I Cangak, akhirnya, ikan-ikan itu berembug semuanya, tidak mengetahui akan tipu muslihat, Musang berbulu
  5. Hanya satu yang menolak, I Kapiting sangat tersiksa dalam hatinya, sedikitpun tidak percaya, akan perbuatan I Cangak, dimana si buaya tidak akan ngamuk, merancang pekerjaan sambil tidur-tiduran, agar berani mendesak.
  6. Karena pikirannya yang kotor, meskipun diselimuti, engan setumpuk kain putih, lama kelaman pasti akan luntur kembali seperti semula, sekarang dia mengaku paling baik, tidak melakukan pemangsaan, agar mau mendekat.
  7. Banyak sekali jika dijadikan bayangan, dijadikan jalan, dipakai dasar untuk berpikir, seperti burung hantu, menjadi buta ketika siang hari, karena takut dengan cahaya matahari, jika malam matanya menjadi terang.

 

Pupuh Ginada

Hanya suara yang mengalahkannya, Si Kepiting dia berdiam diri sekarang, cerita keesokan harinya, I Cangak elah menuju kesana, ikaqn-ikan semuanya mendekat, saling mendahului, agar terlebih dahulu dipindahkan.

  1. I Cangak berkata dengan lemah lembut,”Sudah diputuskan oleh anakku, jika sudah mari kita kesana, ayah tidakakan memaksanya, jika anakku tidak mau, ayah tidak marah, karena anakku yang menginginka.
  2. Tugas ayah hanya memberitahukan, yang pada akhirnya sampai pada anakku, agar tidak kena bencana, keinginanku untuk menolongmu, menolong seperti kamu, wahai anakku, ayah mersa
  3. Ikan-ikan itu saling berebutan, menyerahkan dirinya, saya mohon agar tuan dengan cepat, agar saya masih hidup, Sang Cangat lalu menjawab, bergantian, bagaimana caranya jika kesemuanya bias diterbangkan sekalian.
  4. Setiap hari digilir,Sang Cangat begitu senangnya, karena setiap hari memangsa mangsanya, dijauhkan dari gunung, di atas batu yang datar, agar tidak diketahui, yang masih tertinggal agar tidak mengetahui.
  5. Lama-kelamaan sudah menjadi terang, ikan-ikan itu semakin berkurang, tulang ikan itu bertumpuk-tumpuk,, di batu tempat Cangak memangsa mangsanya, yang terakhir Si Kepiting yang mendapat giliran.
  6. Saat akan dipindahkan, Si Kepiting sudah berada di tepian, Ssang Cangak dengan segera datang, Si Kepiting mendesak dan berkata, “ yang mulia tuanku pendeta, agar segera, agar saya tidak terlambat”.
  7. I Cangak menjadi tergesa-gesa, jika kentara saat ini, pasti akan mengalami kesengsaraan, disitu Si Kepiting menghadap, lehernya dipegang, dengan japitnya, dan berkata agar dengan cepatnya.
  8. Tidak bias ditunggu-tunggu, Si Kepiting minta dengan cepat,, dengan lambatnya I Cangak menerbangkannya, Si Kepiting bergantungan, dengan segera, sampai di atas batu yang
  9. Disitu Si Kepiting memperhatikan, tulang bertumpuk berwarna putih, sekarang sudah menjadi jelas.Buktinya ditemui, japitnya diperkeras,,sambil berkata, kamu Cangak, beritahukanlah.
  10. Tulang apa itu berserakan,, dan yang mana danau yang suci, sekarang aku telah jelas, kamu mengaku dirimu baik, saudaraku telah kamu makan, kamu jangan memungkiri, buktinya amat
  11. Japitnya semakin ditekan, mengancam akan membunuh,, tebuslah dosamu Cangak, kamu akan mati, dosamu terlalu besar, rasakanlah sekarang, lehermu akan putus..
  12. I Cangat tersengal-sengat, kata-katanya tidak menentu dan minta hidup. Saya bersalah, saya minta hidup, apa yang kamu pikirkan, akan kunamai, apalagi selama kamu hidupmu kamu akan menjadi bawahan.
  13. Si Kepiting lalu berkat, jangan banyak bicara,, bawalah aku kembali, di tempat yang terdahulu, jika kamu tidak mau, disini akan mati, aku sungguh marah.
  14. Si Cangak tidak bias berbuat apa-apa, atma sudah dipegang, hanya penyesalan, jika kembali tidak ada tenaga, Si kepiting siap sedia, selalu menjepit, leher Si
  15. Ceritanya dipercepat, Si Kepiting telah sampai, di tempat yang terdahulu, begitu tiba, japitnya semakin diperkeras, sambil berkata, akan perbuatan Si .
  16. Sekarang akau akan melanjutkan, kata-kataku yang tadi, kamu berbuat yang jelek, bertingkah laku yang congkak, tidak pantas diberi hukuman, bangkai kamu dipakai untuk membayar kesalahan.
  17. Saat tersengal-sengal, akan mati, masih juga kamu bertingkah yang jelek, mau nombok agar hidup, jika kamu sudah bebas, pastilah, melakukan perbuatan jelek kembali.
  18. Kamu pasti mati, tiada berguna hidupmu, hidupmu akan melakukan perbuatan, terimalah karmamu, baik buruk memang ada pahalanya, lalu dijapit, putuslah leher I Cangak.
  19. Hanya seperti itu ayah ceritakn, hendaknya kamu bias memikirkannya, karena sudah jelas, mengetahui akan subhakarma dan asubhakarma, ayah tidak akan mengajarkan, hendaknya diperhatikan, perbuatan ayah terhadap anak.
  20. Sampai disini.



Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

BLOG JUGA