Geguritan Sudhamala


Geguritan Suddhamala berisikan nilai ajaran Tattwa, Susila dan konsep pendidikan karakter yang dapat dipakai pedoman untuk membentuk suatu karakter manusia untuk mendapatkan pendidikan dan dapat mencapai kebahagiaan diri. Penceritaan Geguritan Suddhamala merupakan kisah dikutuknya Dewi Uma oleh Dewa Siwa untuk tinggal dilingkungan kuburan dan akan memiliki wajah yang sangat menyeramkan sampai ada yang mampu melepaskan kutukannya, yang mampu melepaskan kutukannya hanyalah manusia yang memiliki hati yang bersih tulus ikhlas. Kutukan kepada Dewi Uma untuk menjelma menjadi Durgha dikarenakan Dewi Uma tidak jujur ketika diminta untuk mencarikan Dewa Siwa obat kedunia. Kisah ini juga merupakan rangkaian dalam kehidupan pandawa yang bersaudara lima orang diantaranya adalah Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sahadewa, dimana Sahadewa yang nantinya akan mampu untuk membersihkan kutukan yang dialami oleh dewi Uma. Sahadewa telah mendapatkan segala macam ujian dan cobaan dalam hidupnya, tetapi karena kethulusannya menjalankan kehidupan di dunia maka akhirnya sahadewa mampu melepaskan kutukan dari Dewi Uma, sehingga Sahadewa diberikan gelar Suddhamala.

Secara etemologi kata Sudhamala berasal daridari dua kata yaitu Sudha artinya suci, bersih, tak ternodai dan Mala artinya kotor. Jadi Sudamala adalah menyucikan, membersihkan yang kotor-kotor. Dalam geguritan ini tersebut yang disucikan adalah sifat-sifat seorang yang mau menyerahkan dirinya, tanpa menghiraukan dirinya. Dalam geguritan ini diceritakan Betari Uma menyerahkan dirinya pada Rare Angon tanpa pertimbangkan bahwa ia mempunyai suami.

Di sisi lain geguritan ini juga memberikan pandangan terhadap kesetiaan seorang istri untuk melakukan sesuatu demi suaminya dengan cara apapun.

Dalam menghilangkan dan menyucikan kotoran diri diperlukan sifat-sifat rendah hati, sabar, tidak iri dan tidak dengki, seperti tersurat dalam pupuh “Ginada Bagus Semara”.

Sinopsis Geguritan Sudhamala

Diawali dari kisah yang ada di Siwaloka, Dewa Siwa akan menguji kesetiaan dari Dewi Uma. Dewa Siwa bermaksud ingin mengetahui apakah Dewi Uma benar-benar setia atau tidak. Maka dari itu Dewa Siwa berpura-pura sakit keras dan tidak bisa disembuhkan. Kemudian Dewi Uma menghadap kepada dewa Siwa dan bersedia mencarikan obat, Dewi Uma bertanya kepada Dewa siwa apakah obat yang bisa menyembuhkan penyakit yang didertita oleh Dewa Siwa. Dewa siwa lalu memberitahu bahwa penyakitnya hanya bisa disembuhkan oleh air susu lembu yang ada di dunia.

Kesetian Dewi Uma membuatnya tidak membuang-buang waktu lagi untuk segera ke dunia dan mencari air susu lembu. Pada saat yang bersamaan Dewa Siwa juga pergi kedunia dan menjelma menjadi pengembala dalam wujud Rare Angon yang mengembala lembu putih di dalam hutan secara gaib, dimana lembu itu banyak memiliki susu.

Lama mencari menyusuri dunia, memasuki hutan dan lain sebagainya akhirnya Dewi Uma bertemu dengan seorang pengembala itu. Setelah bertemu dengan pengembala itu maka terjadilah negosiasi antara Dewi Uma yang ingin mendapatkan air susu lembu. Dewi uma bersedia membeli dengan harga berapapun dan akan mengganti air susu lembu itu dengan intan dan permata.

Tetapi pengembala yang merupakan jelmaan dari Dewa Siwa itu tidak mau menukarnya dengan Intan Permata. Gembala itu mau memberikan air susu itu apabila Dewi Uma mau memenuhi keinginan si pengembala yaitu agar mau melayani keinginannya untuk berhubungan badan.

Hal itu tentunya membuat Dewi Uma marah besar kepada si pengembala tersebut. Namun si Pengembala tetap tidak memberikannya.

Sampai akhirnya demi cintanya kepada Dewa Siwa, Dewi Uma mau melayani permintaan sang pengembala yaitu berhubungan badan. Setelah selesai berhubungan badan, maka Dewi Uma diberikan Air Susu tersebut. Dewi Uma segera membawa air susu lembu itu ke Siwa Loka. Sesampai di Siwa Loka, segera Dewi Uma memberikannya kepada Dewa Siwa untuk obat.

Setelah selesai minum air susu lembu itu Dewa Siwa menanyakan bagaimanakah Dewi Uma sampai bisa mendapatkan air susu itu. Dewi uma mengatakan bahwa air susu itu didapatkan dengan cara menukarnya dengan intan permata.

Tentu hal itu membuat Dewa Siwa marah, karena Dewi uma tidak jujur. Marahnya Dewa Siwa tidak bisa terhalangi dan langsung mengutuk Dewi Uma agar menjadi Durga dan mengalami hukuman selama 12 tahun didunia serta diberikan tempat untuk menjaga kuburan Gandamayu sampai akhirnya kutukan itu akan dibebaskan oleh Sang Sahadewa.

Disana Dewi Uma juga ditemani para bidadari dan malaikat yang melakukan kesalahan, diantaranya adalah Ni Kalika serta Citranggada dan Citrangseda.

Sesuai dengan perintah Dewi Durga Citranggada dan Citrangseda yang dikutuk menjadi raksasa Kalanjaya dan Kalantaka agar berteman dengan Korawa serta membantu para korawa hingga tiba saatnya dosanya akan dilebur oleh sang Suddhamala atau Sahadewa.

Singkat cerita akhirnya Kalanjaya dan Kalantaka bergabung dengan Korawa dan membuat onar serta mengganggu Pandawa, mengetahui hal itu maka Dewi Kunti menghadap Dewi Durga agar mampu membantu mengalahkan raksasa Kalanjaya dan Kalantaka. Dewi Durga bersedia dengan sarat adalah Dewi Kunti memberi persembahan Kambing Merah yang berisi nasi yang ditutupi oleh putranya yang paling kecil yaitu Sahadewa.

Tetapi Dewi Kunti menolak karena Sahadewa bukanlah putra kandungnya serta memohon agar memilih diantara Yudistira, Bima dan Arjuna.

Karena tidak ada kesepakatan maka Dewi Kunti yang tidak rela menyerahkan Sahadewa yang hendak kembali ke Indraprasta. Ditengah perjalanan Dewi Kunti di rangsuki oleh Ni Kalika atas permintaan Dewi Durga. Sehingga Dewi Kunti berubah menjadi menakutkan dan tanpa disadari Dewi Kunti menyeret Sahadewa yang akan dijadikan tumbal persembahan kepada Dewi Durga.

Sesampainya di kuburan Gandamayu Dewi Kunti kembali sadar dan hendak membawa Sahadewa kembali pulang, tetapi lagi-lagi Ni Kalika merangsuki tubuhnya sehingga dengan marah mempersembahkan Sahadewa kepada Dewi Durga.

Sahadewa diikat di pohon rangdu untuk bisa menyucikan kembali segala dosa Dewi Durga agar bisa kembali lagi menjadi Dewi Uma. Memang benar adanya Sang Sahadewa tidak bisa untuk menyucikan kembali Dewi Durga, maka Sahadewa rela untuk dibunuh.

Hal itu diketahui oleh Hyang Naradha, yang menyampaikan kepada Dewa Aswin dan Dewa Siwa. Mengetahui hal tersebut Dewa Siwa lalu bergegas untuk pergi ke Kuburan Gandamayu dan mendekati Sang Sahadewa. Sahadewa pun diminta untuk tidak kawatir dan bersedia membantu Dewi Durga menyucikan segala dosanya.

Akhirnya Sahadewa mampu menyucikan Dewi Durga serta mampu mengembalikannya kembali menjadi Dewi Uma. Semua Bidadari dan malaikat yang terkena kutukan juga berhasil disucikan, kecuali Sang Kalika yang memiliki dosa terlalu besar karena menyantet dan meracuni suaminya setra Kalanjaya dan Kalantaka yang masih berteman dengan Korawa.

Atas keberhasilnya menyucikan dan melebur dosa Dewi Uma, lalu Dewi Uma memberikan Sahadewa nama yaitu Suddhamala serta memberi hadiah yang berupa jodoh dengan jalan meminta menyembuhkan Bagawan Tamba Petra yang berasal dari Prang Alas.

Setelah berhasil menyembuhkan Bagawan Tamba Petra dari kebutaanya maka Sahadewa diberikan mengambil kedua anaknya yaitu Dewi Soka dan adiknya yang bernama Dewi Padapa.

Setelah lama tidak terdengar kabar beritanya Sahadewa, membuat Sang Nakula merasa sedih dan berniat untuk menyusulnya. Sampai pada akhirnya atas petunjuk dari Ni Kalika tibalah juga Nakula di Prang Alas serta mereka berdua sama-sama menikah dimana Nakula menikah dengan Dewi Soka sedangkan Sahadewa menikah dengan Dewi Padapa.

Setelah lama berada di Prang Alas Nakula dan Sahadewa mendengar bahwa Indraprasta diganggu oleh raksasa yang merupakan teman dari Korawa. Akhirnya Nakula dan Sahadewa memutuskan kembali ke Indraprasta dengan mengajak istrinya. Sesampai di Indraprasta Sahadewa menceritakan kisahnya sampai ia mendapatkan nama baru yaitu Suddhamala serta istri untuk Nakula dan dirinya. Tetapi indraprasta masih dalam keadaan waspada karena masih diintai oleh dua raksasa yaitu Kalanjaya dan Kalantaka yang tidak mampu dihadapi oleh Yudistira, Bima dan Arjuna.

Nakula dan Suddhamala lalu bersiap menghadapi kedua raksasa itu. Akhirnya kedua raksasa itu bisa dikalahkan oleh Suddhamala. Setelah dikalahkan tiba-tiba raksasa itu berubah menjadi dua malaikat yang sangat tampan yaitu Citranggada dan Citrangseda serta memberikan anugerah kepada Pandawa agar selalu menang menghadapi musuh-musuhnya.

Begitulah ketulusan dan kepasrahan terhadap Tuhan yang akhirnya mampu menjadi pelebur dosa. 

Teks Geguritan Sudhamala

PUPUH SINOM
  1. Iseng tityang muruk nyurat, tatwa sudhamala kambil, anggen muruk ngawi tembang, nanging twara manut indik, pupuh basa kirang rawit, madasar manahe kudhu, anggen ngalimbakang satwa, tan lali nunas aksami, ring i ratu, miwah ida dane samian.
  2. Ngawit mangkin katuturang, ida sang hyang giri putri, mapi-mapi sungkan rahat, kayun ida mamintonin, makadi ida batari, bhatari uma kawuwus, bhaktine kalawan ne tan, mugi mangkin ne ungsengin, duh dewayu, mai ja dewa tampakang.
  3. Ne jani durus pirengang, beli katibanan gering, gering beli rahat pisan, gering kantane mabalik, wawu miyarsa bhatari, wecanane ngetus kayun, bhatari gelis ngarepang, madulur ngaturang bhakti, inggih ratu, ampurayang dewek tityang.
  4. Bhatara siwa angucap, wacanane sada aris, mawosang sungkane rahat, bhatari sarwi nyawurin, naweg tityang nene mangkin, antuk nambete kalintang, napi anggen titiang tamba, tan kamanah antuk mangkin, inggih ratu, durusang titiang nikayang.
  5. Bhatara siwa ngandika, kema te adi digelis, kema luwas ka mercapada, ne buwat kemo alih, empehan lembu putih, sig anake nganggon lembu, saget sida adi maan, buwatang kema adi alih, pade durung, eda adi malipetan.
  6. Ida bhatari madabdaban, saha ngarepang ngubhakti, raris mabur mangalayang, mrecapada ne kaungsi, sapatinggal ida bhatari, bhatara raris mawungu, gelis ida nyuti rupa, manados pangangon sampi gelis mabur, ngalinggihin lembu selem.
  7. Nuli ida sang hyang siwa, mastu lembu dadi putih, tur suba ngajak piyanak, nuli ida ngalunganin, genah anake ngangon sampi irika ida manunggu, pangerawuh dewi uma sarwi ida mapi-mapi, ngangon lembu mangajanang manelodang.
  8. Crita mangkin dewi uma, manglayang sarwi manglingling, genah anak malembuwan, jantos, kaleson mangumbari, taler durung mamanggihin, ring alase raris tedun, mamargi masusupan, raris kapanggih ne mangkin, pangangon tembu, hana ring tengahing wana.
  9. Yeh nyonyone abot pisan, bhatari raris nampekin, sarwi ngandika alon, inggih jero ngangon sampi, olasin ja tityang mangkin, icenin manumbas susu, yadiyastu aji kuda, ngurupin baan mas manik, yaning sampun, tityang polih empehan
  10. Dwaning ida sanghyang siwa, sungkan tan sidha tambanin, sadurung polih empehan, i pangangon raris nyawis, ndawegang jero anak istri, nenten pisan tityang purun, pacang mangadol empehan, diyastu mas manik, reh di gunung, twara wenten kagunanya
  11. Atur ipun twara panjang, digelis raris mamargi, lembune dandan-dandanan, bhatari nesekang malih, ndaweg jero pangangon sampi, sapunapiang mangden durus, tityang molihang empehan, napi anggen manukarin, ndaweg jero, aturin ja tityang numbas
  12. I pangangon maan detan, matur sarwi kisi-kisi, inggih tityang mangaturang, yan sida jero nagingin, legan manah tityang mangkin, mangden sida mapangguh, punika ne tunas tityang, bhatari raris nyawis, dulur bendu, wadanane banget baag.
  13. Ih ne cai sanget degag, tusing ke nawang cai, gelah bhatari uma, hyang siwa nganggen rabi, ida ane ngutus mai, apanga cai tatas tahu, i pangangon raris nimbal, dyastu ne jero dewa bhatari, tan kahatur, yan tan nagingin manah tityang
  14. Mapikayun dewi uma, reh ring alas lintang sepi, bantas lembu guwar-guwar, hanger kayun bhatari, preraine baag biying, taler i pangangon lembu, preraine acreng pisan, mamandreng ida bhatari, sada mrengus, reh manahnya tan kadingan.
  15. Suwenya apanalikan, saling pandreng sareng kalih, bhatari nuli asredah, antukan eling ring janji, nenten katurin mawali, sadurunge polih susu, raris mawacana banban, pinunasnya kadagingin, sampun puput, raris katurin empehan.
  16. Sasampun katuran empehan, bhatara mabur mawali, manglayang ka siwaloka, tan ucapan maring margi, digelis pranamya tangkil, ngaturang empehan lembu, aksinin ratu bhatara, aturan tityang puniki, sadya ratu, durusang mangkin matamba
  17. Bhatara ngandika banban, sadya pajalan i adi, ngalihin beli empehan, suksema beline jani, olih kenken carane polih, bhatari raris matur, dawegang ratu bhatara, sangkaning tityang mameli, polih susu, ring genahing palembuwan
  18. Bhatara banget piduka, antuke linyok bhatari, tan nguningang sapatutnya, bhatara ngandika malih, sangkan jati adi meli, apa anggen numbas ditu, dwaning jinah twara ngaba, bhatari jeg ngamenengin, wuwuh bendu, bhatara jeroning arsa.
  19. Kapastu bhatari uma, wastu i dewa na jani, apang matemahan durgha, sapramangkin ida bhatari, ane pecak hayu lewih, pramangkin ida ngelur, praraine aeng pisan, rambute inggel tur berit, raris matur, banget nunas pangampura.
  20. Singgih ratu sanghyang siwa, ampurayang tityang mangkin, ledangang bhatara ngruwat, malan tityange tan gigis, bhatara raris nyawurin, pastun beli kadung labuh, twara dadi jani tulak, kewala antosang adi, kala ditu, disubane roras tiban.
  21. Kala ditu mara ruwat, ento dasa malan nyai, olih sang pandu putra ngruwat, putran ida pinih alit sang sahadewa kang name, tuwah mula ida iku, ngamargiang panglukatan, bhatara ento nyuwecanin, raga bagus, twara ada cedan ida.
  22. Pradnyan ida ring payudhan, ida patut nglukat nyai, apang kadi jati mula, nah ngawit dina ne jani, teka ditu jani malinggih, maring setra gandamayu, kairing baan ni kalika, panjerowan ida adiri, gelis mabur, gandamayune ungsiyang.
PUPUH GINADA
  1. Sewos mangkin caritayang, wenten widyadara kakalih, medal ida sinarengan, citrang gada kawuwus, miwah sang citra seda, sareng kalih, hyang guru ida nyupat.
  2. Awinannya keni sapa, duwaning polih nglengkain, hyang guru sareng rabinya, duk ida nglanglang ulangun, maring tatamanan ida, sane ngawi, hyang guru dahat duka.
  3. Wastu kita ajak dadwa, manadi raksasa kalih, mangaran sang kalantaka, kalanjaya bwin aukud, dahat merang sang kalihan, sane mangkin, di subane dadi raksasa
  4. Raris mangelur mangerak, kantos genjong kang pratiwi, tan bina sang kumbakarna, raris ngandika hyang guru, kawulane mangda ngaterang, detya kalih, lunga ring genah hyang durgha.
  5. Tan ucapan maring jalan, ring setra rawuh mangkin, kasambrama ring hyang durgha, bagia cening mai rawuh, apa krana cening palas, ring widyadhari, sang kalih matur nguningang.
  6. Nguningang pari indiknya, duwaning kapastu mangkin, sampun sami kapidartha, indike keni kapastu, raris hyang durgha ngandika, uduh cening, meme masih kena sapa
  7. Kapastu antuk hyang siwa, dwaning meme nglinyok riin, majeng ring anggan ida, sang kalih raris matur, inggih ratu hyang durgha, tityang mangkin, nunasang maring i dewa.
  8. Sapasira patut ngruwat, malan tityang sareng kalih, nah meme jani nuturang, apang cening pedas tahu, ane pacang sidha ngruwat, malan cening, tuwah ida sanghyang siwa.
  9. Di subane roras tiban, kala ditu bwin mawali, bareng tekening manira, nah jeni antiang malu, sengkere roras tiban, ane jani, kema lunga ka astina.
  10. Tangkil ring ratun korawa, reh kenjekane jani, ida sang prabhu astina, dahat kuciwa mapagut, arepe ring sang pandawa, ento jani, kantinin watek korawa.
  11. Sinah ledang ida narima, reh cening dhanuja lewih, dhanuja saking kendran, dahat purusa matempur, tur pascat ngarepin yudha, lewihing sakti, aja i dewa sangsaya.
  12. Tan carita sareng tiga, ngiring bawosang mangkin, ring Indraprasta asah, semalihnya sepi sampun, antukan myarsa orta, kocap mangkin, wenten kantin sang korawa.
  13. Karawuhin kanti dhanuja, saking kendran sareng kalih, mawinan panjak pandawa, bulisah ibuk tan purun, mala lungan kija-kija, dwaning ajrih, ring pidabdab sang dhanuja.
  14. Dewi kunti dahat merang, miyarsa gatrane pasti, dwaning ida tatas wikan, mimitan raksasa iku, kaputra ring nini durgha, ne malinggih, ring setra gandamayu.
  15. Dewi kunti nyilib memarga, tan kocapan maring margi, ring gandamayu prapta, dewi durgha raris ngrungu, sadya hana wong prapta, sada gelis, dewi kunti manangsekang.
  16. Dewi kunti raris nyumbah, madulur kahyune sedih, raris bhatari ngandika, uduh iba janma luh, apa buwate prapta, raris nyawis, dewi kunti awot sekar.
  17. Bhatari ndawegang tityang, dwaning tityang pedek tangkil, wenten ne lungsur rityang, sang pandawa kasatru, antuk detya mawisesa, nika mangkin, tunas tityang mangda padem
  18. Hyang durgha raris nakenang, nyen musuh pandawane kunti, singgih ratu hyang durgha, mungguwing wastanya i satru, tan seyos sang kalanjaya, malih siki, mawasta sang kalantaka.
  19. Punika ne tunas tityang, mangden ipun sidha mati, sapunika kedeh tityang, hyang durgha raris masahur, meme tonden ngalugrayang, yening cening, tonden ngaturang palaban.
  20. Caru kambing bhang sanunggal, nasine matangkeb malih, teken putran dewa sanunggal, sane pinih alit iku, ne madan sang sahadewa, apang jati, punika bawos hyang durgha.
  21. Dewi kunti raris nyumbah, ndawegang ratu bhatari, dwaning sang sahadewa, pyanak madun tityang ipun, nenten buwah basang tityang, matur sisip, tan las tityang ngaturang.
  22. Yan ipun aturang tityang, napi ucape ring gumi, yan wantah bilih kangkat, wenten pyanak tityang telu, silih tunggil aturang tityang, asing kapti, ledang pikayun bhatara
  23. Ngandika ida hyang durgha, tusing beneh keto kunti, reh iya acepang nira, dewi kunti malih matur, santukan tan pyanak tityang, mangeraris, manyumbah mapamit budal.
PUPUH DURMA
  1. Risampune dewi kunti mangkin matinggal, hyang durgha raris ngesengin, panyerowane ni kalika, ni kalika kema lawutang, tut pajalan dewi kunti, surupin iya, apang ya ngaturin mai.
  2. Pyanaknya ane madan sang sahadewa, ni kalika matur gelis, singgih ratu bhatara, tityang ngiring sawacana, nging tityang nunasang rihin, napi sisipnya, dewi kunti ring bhatari.
  3. Warah hyang guru duke malu teken nira, roras tiban jangkep pasti, meme nandang kasangsaran, ditu mara sidha ruwat, sang sahadewa sidha ugi, ento krana, managih ring dewi kunti.
  4. Dewi kunti manulak laut matinggal, ento mawinan nyai, jani jua enggalang, tur rangsukin deweknya, ni kalika ngetut getis, tur masurupan, ring anggane dewi kunti.
  5. Dewi kunti ngangkreg nuli malipetan, ka genah durgha dewi, panyingakan ida merengang, lali ida maring angga, nuli hyang durgha mangaksi, sarwi ngandika, ih kunti nguda mawali
  6. Enggalang ja alih pyanake sang sahadewa, kema alih ajak mai, sapunika dewi durgha, reh kahyune banget paling, digelis budal, midarta ring putra sami.
  7. Uduh cening pyanak meme ajak makejang, meme teka uli tangkil, mahaji ring hyang durgha, nunas kapatian i detya, musuh ceninge pituwi, iya i detya, ngantinin korawa jani.
  8. Sane mangkin umatur ida sang bhima, napi ibu mapikolih, lunga mapinunas, dewi kunti raris nimbal, lacur twara mapikolih, ngalahang ia, i detya sareng kalih.
  9. Manut bawos ida bhatari durgha, pyanak meme silih tunggil, kabawos manesin kadangnya, patut aturang ring ida, keto bawos idane cening, tusing ja biyang, sapasira ne manesin.
  10. Nah ento adin cening sang sahadewa, kema jani ia alih, sahadewa gelis prapta, saha pranamya nyumbah, tanganya jeg kaambil, tur kadandan, kaoros mangkin ring margi.
  11. Kemengan putra-putrane sesiosan, indik biyang ida mangkin, kadi anake edan, ngamigmig salantang jalan, uduh sahadewa cening, sinah seda, olih hyang durgha dewi mangkin.
  12. Kabawos i dewa manesin karang, wawu tampek linggih bhatari, ni kalika raris medal, saking anggan dewi kuntya, nuli eling ida mangkin, mangelut putra, tur ngandika sarwi nangis.
  13. Uduh cening pyanak meme sahadewa, apa ane makarani, laksanan meme corah, meme ngidih pangampura, jalan enggal cening mulih, bhatari durgha, kalintang bendune mangkin.
  14. Mangaksinin dewi kunti mawali budal, ni kalika raris kesengin, wacanan ida bangras, uduh nyai sang kalika, suba napak dyah kunti, pacang ngaturang, pyanak nyane teka mai.
  15. Dadi bwin ngajak pyanaknya mawalya, lawutang bwin selenin, apang mawali bwin ngaturang, ni kalika matur sisip, durung katuran, tityang gelis maninggalin.
  16. Makawinan ida eling mara angga, tityang ngawalinin malih, manyelehin ragan ida, ni kalika raris mamarga, masusupan ring diah kunti, kandugi ida, pramangkin bingung paling.
  17. Cingak mrengang pramangkin bendu ring putra, maduluran bangras kapti, kaorosang sahadewa, kaatur ring dewi durgha, sang sahadewa ngasih-asih, mangrasayang, pidabdab biyange mangkin.
  18. Tan suwe rawuh ring linggih hyang durgha, glis ngaturang putra mangkin, sang sahadewa tan tulak, ring pikayun i biyang, ratu bhatari puniki, pyanak tityang, pacang aturang mangkin.
  19. Saha ledang ne mangkin kayun bhatara, tityang ngalungsur pamit, mawali ka indraprasta, pamargane gagesonan, ri sampun ruwuh ring puri, nyujur pamreman, ni kalika mlecat gelis.
  20. Natan ucapan pawalin ni kalika, sahadewa kocap mangkin, katinggal ring setra, ring kepuhe ya kabanda, surup sang hyang surya mangkin, watah hyang wulan, ngentosin manyuluhin.
  21. Sakewala ring linggih sang sahadewa, petenge tan mari-mari, carang kepuh daunya rambyah, awinan tan wenten galang, sang sahadewa lintang sedih, tan angucap, reh kayune lintang sedih.
  22. Tan pararapan wenten maya makelap, sahadewa katampekin, sang sahadewa ngandika, inggih sapasira prapta , sang maraga maya nyawis, ne ne gelah, ni kalika teka mai
  23. Singgih jero olasin ja kuda tityang, tityang kabanda iriki, ni kalika kapiolas, nyingak sang sahadewa, taline raris kaelusin, nuli ngandap, sang sahadewa atanyi
  24. Ndaweg jero sang ledang mangelesang, panegulan tityang mangkin, inggih aksamayang tityang, sapasira parab jero, sang kataken raris nyawis, inggih tityang, ni kalika ikang nami.
  25. Dahat ledang ne mangkin ni kalika, anak anom tur apekik, raris dane ngandika, uduh dewa sang sahadewa, pinunas tityang dagingin, ledang ring tityang, sinah buwung dewa ngemasin
  26. Sapunika atur dane kaulangunan, madulur ngasih-asih, sang sahadewa nulak, singgih ndawegang tityang jero, durung purun tityang ngiring, kayun i dewa, becik pademang tityang mangkin.
PUPUH GINADA
  1. Mireng bawos sang sahadewa, ni kalika dahat brangti, manahe tan kadagingan, tumuli raris mangutus, waduwane mangda medal, kagelurin, waduwannya sami prapta
  2. Sangkan waduwane teka, tangan-tangan kumangmang malih, bhuta bang bhuta gadang, miwah kalajengking milu, sami ngigel jingkrak-jingkrak, mangilehin, punyan kepuhe ring setra.
  3. Wenten sane itep pisan, manadabang basang bangke, wenten sane mukang-mukang, miwah melut tendas ditu, ne pecak sampun matanem, tiyos malih, dingkrak-dingkrak ipun ngiget.
  4. Ni kalika malih ngatag, uduh watek kala-kali, jejehin ja sahadewa, bhuta-bhutane lumaku, pagelur ia mangakak, kagambelin, antuk gambelan bragenjang.
  5. Langkung pisan kabhinawa, rehnya mamata abesik, gede tur mulan purnama, ngardi kakedekan bawud, mawinan kadangnya teka, makasami, mapunduh maring setra.
  6. Rawuh i bhuta papeteng, matane bunter abesik, teka iya gerak-gerak, ngrawos iya sami guyu, jani payu nadah ksatriya, nyambal hati, getihnyane daar corot.
  7. Tan ucapan sesolahnya, sakancan i bhuta-bhuti, mangoda sang sahadewa, pada parikosa ngulgul, saget mangkin sampun galang, sang hyang rawi, sampun manyundarin jagat.
  8. Sagenah-genah sami galang, saget metu hujan angin, ketug lindu magenjotan, jantos genjong pretiwi iku, ajahan sager makrempyang, swaran pangiris, ulung ring genah punika.
  9. Raris medal sang hyang durgha, sahadewa nyingak mangkin, hyang durgha sarwi ngandika, uduh cening sang abagus, cingak juwa biyang teka, ngalih cening, ngidih tulung nene buwat.
  10. Apang lega cening ngruwat, malan memene jani, sang sahadewa manimbal, ngubhakti nyembah umatur, singgih ratu sanghyang durgha, ndaweg mangkin, reh tityang jatma muda.
  11. Tan uning tityang ngruwat, malan tityang nenten gigis, tan sidha tityang ngruwat, napi malih malan ratu, inggih ampurayang tityang, ratu bhatari, sampunang menggah ring arsa
  12. Bhatari kalintang duka, preraine baag api, cacingake ngardi ulap, lidah nyelep sarwi ngelur, saha mijilang udaka, ngandika nyerit, jani cai twara enyak.
  13. Yening saja twara enyak, sing buwungan cai mati, sarwi mangayatang blakas, jaga manyempal gulu, singgih ratu hyang durgha, durus mangkin, pademang ratu tityang.
  14. Santukan tityang tan siddha, manglukat malan bhatari, becik ratu pademang tityang, sapunika ida matur, madulur nyerahang angga, raris nyerit, hyang durgha mangarepang.
  15. Tangkejut wateking dewa, ring gagana humyang mangkin, kagiyat hyang narada, sedek ngalanglang ulangun, raris ida majanggelan, dwaning ngaksi, teja galang saking jagat.
  16. Raris ida manudtudang, makanten hyang durgha mangkin, dahat duka ngayat belakas, pikayune tan guyu-guyu, bingbang kahyun hyang narada, kudiang jani, nulungin sang sahadewa.
  17. Yan sang sahadewa pejah, pandaawa makejang mati, yan sinalih tunggil pejah, jagate milu lebur, mawali ida hyang narada, sada aris, saget rawuh ring suwarga.
  18. Rawuh ida ring suwarga, hyang aswino kapanggih, sareng hyang mahadewa, hyang kalih sada gisu, nyambrama hyang narada, saha bhakti, om swasti astu bhatara.
  19. Dahat bagya ratu tityang, kerawuhin hyang rsi mangkin, napi wenten bwate prapta, tan pararapan ratu rawuh, hyang narada gelis ngandika, krana prapti, ngaturin indik hyang durgha.
  20. Miarsa bawos hyang narada, hyang kalih engsek mangkin, ngayunin solah hyang durgha, maduluran tangise metu, raris matur ring hyang narada, ratu resi, sapunapi antuk tityang.
  21. Pidabdabe banget duka, ring sang sahadewa mangkin, kayunne jaga nyedayang maring setra gandamayu, yan tan gelis katulungan, sampun pasti, tan wang de pacang kasedayang.
  22. Budi nulung ajerih tityang, dwaning sapunika ngiring, aturang indik punika, majeng ring ida hyang guru, raris hyang tri punika, sada gelis, mangungsi ka siwaloka
  23. Tan ucapan maring jalan, ring siwaloka rawuh mangkin, kanjek paruman para dewa, watek dewa kagyat ngrungu, pangrawuh hyang sareng tiga, sada gelis, nyujur linggih sanghyang siwa.
  24. Hyang anyar rawuh manyembah, saha ngaturang indik, pidabdab ida hyang durgha, maring setra gandamayu, ri sampun ida myarsa, sane mangkin, raris ida mangandika.
PUPUH SEMARANDANA
  1. Mangresep manira jani, teken atur i dewa, nah manira lunga mangko, ring genah ida hyang durgha, raris ida sanghyang siwa, lunga nyuksma laku, tan ucapan maring jalan.
  2. Saget sampun napak mangkin, maring setra gandamayu, sarwi mangandika mangko, majeng ri sang sahadewa, uduh cening pyanak bapa, melah ne jani i bagus, ngruwat malan nini durgha.
  3. Da cening walang ati, bapa nyusupin i dewa, apang i dewa prasidha, sang sahadewa kagiat, reh tan uning karawuhan, antuk ida sang hyang guru, tumuli gelis manyembah.
  4. Ong Nama siwa ya hrdhi, ndaweg aksamayang tityang, kasep manyambrama mareko, inggih tityang manyadyayang, paswecan singgih bhatara, inggih tityang nyadya ratu, ngruwat ida hyang durgha.
  5. Yan sampun bhatara nyewecanin, malingga ring dewek tityang, micayang kasidan mangko, tumuli raris madabdab, sang sahadewa ngarepang, sarwi manunggalang kahyun, ngastawa ida hyang siwa
  6. Sakarura bija kuning, sampun sami cumadang, raris ngelarang weda mangko, hyang durgha maweweh duka, santukan tan kahyun karuwat, duk ida kadung nyusup, durgha murtine karangsukang.
  7. Wirosa kahune mangkin, jaga munggal sahadewa, prarai acreng nyarorot, mangandika gerak-gerak, nah ne jani sahadewa, tan urungan cai lampus, pelihe sing nyak ngruwat.
  8. Agya naruju nyempalin, saha sakahyun nyedayang, ri wawune nampek reko, hyang durgha makakeb bah, sang sahadewa nyambehang, sakarura bija iku, nguncer weda pangruwatan.
  9. Ri sampuh ida matangi, nuli ida hyang durgha, warnine sampun magentos, warna kadi jati mula, maswabhawa dewi uma, sakancan bhuta bhuti iku, sami sampun meseh rupa.
  10. Ne istri dadi widyadari, ne lanang widyadara, rawuh setrane magentos, tan dumade dados taman, katah sekare mendahan, warnane ngangobin kayun, dewi uma dahat ledang
  11. Hyang uma raris mamargi, nampekin sang sahadewa, tumuli ngandika alon, uduh cening sahadewa, meme dahating suksma, baan legan i cening bagus, malan meme sida ruwat.
  12. Uli jani i dewa cening, maparab sang sudhamala, bina buwin teken ento, ada upah meme dewa, maka jatu karman dewa, mamargi dewa nglawut, nyujur jagat prangalas.
  13. Ditu ada sang sulinggih, ngaran resi tamba petra, mangelah pyanak roro, agre ngaran dewi soka, sang ari diah padapa, jatu karman dewa bagus, sasarad memene aba.
  14. Sakancan satrune wani, jaga nyangkala i dewa, nah meme matinggal mangko, raris malecat dewi uma, widyadhari widyadhara, sareng sami ngiring mabur, mangungsi ka siwaloka.
  15. Sang kalika saget sedih, engsek kahyune mulisah, santukan katinggal reko, antuk ida dewi uma, miwah sametone samiyan, wantah ida kari iku, maduluran toyan panon.
  16. Mangarepang matur mangkin, uduh dewa sang sahadewa, olasin ja meme mangko, lukat malan tityang dewa, sidha mawali ka swargan, sang sudhamala matur, ndaweg tityang biang kalika.
  17. Durung purun tityang mangkin, mangruwat malan i biang, waning dosan biyange reko, maneluh manyetik suamya, sisip biyang durung pragat, riki biyang jantos dumun, jantos puput jwa sengkerya
  18. Dados tunggun taman iriki, benjangan yan sadiya, tityang ngruwat biyang reko, tityang mangkin jaga lunga, ka jagat prangalas, ni kalika raris matur, inggih durus dewa lunga
PUPUH PANGKUR
  1. Sang sudhamala mamarga, manyujur ngaja kaginang mangungsi, munggah bukit tedun pangkung, nyusup alas madurgama, sakewala tan hana ngardhi pakewuh, tan warnanen ida ring hawan, rawuh ring prangalas mangkin.
  2. Pangguh parekan sanunggal, pun i puput aran parekan puniki, sedek makedas-kedas ring lebuh, sang sudhamala atanya, jero lanang ndaweg tityang nunas pamungu, jagat napike wastannya, suwecha jerona nuduhin.
  3. I puput raris manimbal, niki mwasta prangalas nagari, muwah pondoke puniku, linggih resi tamba petra, inggih jero mangkin tityang nunas tulung, ledang mangokasang tityang, sadyan tityang pedek tangkil.
  4. Tityang ngantosang ring jaba, gelis lumaku i puput raris ngeranjin, sarawuhe raris matur singgih pranda sasuhunan, wenten anak jaga tangkil ring hyang biksu, warna kadi ksatriya, yan ring warni bagus genjing.
  5. Ngiring mangkin durus medal, sapunika hatur parekane tangkil, bhagawan raris katuntun, antuk ipun i parekan, rawuh ring jaba raris nyambrama sang tamyu, inggih jero rarisang munggah, sareng-sareng ngiring mlinggih.
  6. Raris mamarga bhagawan, ngadab tampul raris kering melinggih, gelis ngandika sarwi guyu, ndawegang tityang nakenang, durung tatas sira parab jero tamyu, saking napi panagara, napi kabwatane mangkin.
  7. Sang sudhamala raris nyembah, sarwi matur aksamayang tityang mangkin, tityang putran ida sang pandu, panca katah putran ida, ring pandawa jagat tityang ratu mpu, yan mungguwing wastan tityang, sang sudhamala kaparabin.
  8. Kesah tityang saking setra, tityang usan ngruwat durgha dewi, sampun mawali kadi dangu, walik dados dewi uma, raris ida ngandikayang mangda rawuh, ngruwat palungguh bhagawan, mogi icha hyang pramakawi.
  9. Sidhane kadi bhagawan, manyuryanin tityang nyadya kadi mangkin, sang resi nuli mawuwus, aduh cening sudhamala, dahat lega bapa manarima pitulung, yan suba bapa sadiya, pyanak bapa karo ambil.
  10. Munggwing parab pyanak bapa, ne kelihan dewi soka papasih, dewi padapa arih ipun, yan manut ring kahyun i dewa, inggih dabdabang indik upakara iku, tan asuwe sampun sadya, upakara jangkep sami
  11. Sang sudhamala madabdaban, mangredana ngastawayang hyang siwa mangkin, tur nyambehang sakarureku, ring anggan ida bhagawan, maduluran bija kuninge kasahur, bhatara indra kalinggayang, ring aksi bhagawan kalih
  12. Siratin tirtha pangruwat, tan dumada raris prasidha dumeling, kancan warnane puniku, sami sampun sidha tatas, tan carita ledang kahyun danghyang mpu, raris lunga ka pasraman, sang sudhamala mangiring.
  13. Tur malinggih pakalihan, hyang bhagawan ngsengin putrane mangkin, uduh cening pyanak ingsun, dewi soka tan padapa, dong baktayang bapa pacanangan hayu, tan asuwe raris prapta, putrin ida sareng kalih.
  14. Ngadpadha ngaturang canang, wawu majog engsek kahyune mangaksi, tata warvan sang atamyu, munggwing bawa bagus pisan, gagesonan pacanangane katur, majeng ring ida bhagawan, madulur ngaturang bhakti.
  15. Bhagawan raris ngandika, ento cening tamyune aturin mangkin, raris katur ring sang bagus, madulur panyambrama, inggih durusang jerone macanang dumun, sang sudhamala kagyat, ngaksinin sang hayu kalih.
  16. Sang hayu sareng daduwa, kadi dudut kahyune mangaksinin, saget wenten panyerowan rawun, mangaturang rayunan, hyang bhagawan ngandikain ida sang hayu, cening hayu ajak dadwa, iring beline ngajeng jani.
  17. Sang sudhamala ngandika, singgih ratu tityang nunas mangkin, iring unggahin dumun, sami padha ngarayunang, tan ucapan ngarayunang sampun puput, yan makudang-kudang bulan, sang sudhamala iriki.
  18. Caritayang ring pandhawa, lintang sedih eling ring arine mangkin, sang nakula dahat sungsut, eling ring sang sahadewa, raris ida nyujur setra gandamayu, ngetut lampuh arin ida, ne katur ring durgha dewi. 
  19. Rahina wngi masambatan, sarwi nangis toyan panone tan mari, swabhawane lintang acum, antuk lami kasedihan, ne ngawinang las pikahyune meru, nyadya mangaturang raga, mangde sareng mangemasin.
  20. Pamargan ida sang nakula, sada nyilib manyusup alas sripit, tan wenten rasa pakewuh, sering ida mararyan, jlempah-jlempah ngajap-ajap arine ditu, uduh adi sahadewa, dija ruruh beli jani.
  21. Kene alas madurgama, tur rurunge nuju gandamayu sripit, katah manedunin pangkung, kaludan deweke bedak, raris ida ngaruruh toya ring pangkung, panggih toya ning pisan, raris ida nayub wene.
  22. Tan kocapan lampan ida, sager sampun ring gandamayu prapti, sang kalika panggih ditu, anglila cita ring taman, nuli kagyat sang kalika wuwus metu, kasengguh sang sudhamala, mawali mangrawuhin.
  23. Raris ngarepang panyembrama, inggih dewa sapunapi mawali malih, napi sane jaga durus, mangruwat malan tityang, kadi kemad sang nakula nampi atur, raris ida mangaksama, boya sudhamala puniki.
  24. Tityang wantah sang nakula, rawuh mangkin wantan ngaruruh sang ari, sang sahadewa kawuwus, kocap iriki kasangkala, inggih dewa yan sweca dewa nulung, ndikain kuda tityang, ring dija ipun kapti.
  25. Tityang nyadya sareng pejah, mangda kapangguh ring niskala malih, sang kalika nyawis matur, ampurayang tityang dewa, antuk iwang nyengguhang kadi i ratu, inggih ida sang sahadewa, magentas parabe mangkin.
  26. Munggwing warna pateh pisan, bagus anom tan keni antuk minanin, indik arin dewa dumun, ayat jagat sangkala, dwaning ida ngruwat bha{iiri tan kahyun, gelis kaswecanin bhatari, panugrahan dahat lewih
  27. Hyang durgha gelis kalukat, premangkin dados hyang uma mawali, nuli bhatari mawuwus, maicayang jatukarma, anak istri kakalih hayu-hayu, irika ring prangalas, ring tambra petra resi.
  28. Sang nakula manyesedang, inggih dewa sang kalika welasing hati, napika awinan ipun, wantah bhatari kalukat, kadi idewa napi awinanne kantun, sang kalika raris nimbal, sisip tityang tan gigisin.
  29. Nyerik somah iwang tityang, katahnyane patasaur makasami, punika awinan kantun ,sang nakula kapiwelasan, mamirengang atur sang kalika sendu, raris ida sang nakula, matur nunas jaga pamit.
  30. Inggih dewa sang kalika, sane mangkin ledangang iriki, icenin tityang patunjuk, encen margi patut ambah, mangda sidha rawuh ring genahe tuju, sang kalika matujuwang, rurunge nengen marginin.
PUPUH DANGDANG
  1. Sang Nakula ri sampune mapamit gelis mamarga, nuwut tuduh Kalika, tan ucapan maring margi, ring Perangalas rawuh, arin ida panggih mangkin, sang ari raris nyambrama, saha ngaturin malungguh, sang kaka raris ngarepang gelis munggah, sareng-sareng malinggih, sang kalih saling aksamang.
  2. Sang ari midanayang mangkin lampah ida, kawit jantos pragat, rawuh panyuguhe gelis, ngiring beli ngajeng dumun, sang Nakula kagyat ngaksi, sang ngaturang rayunan, sareng kalih hayu-hayu, raris ida manakenang sapasira, sang kalih punika ari, sang Sahadewa nuturang.
  3. Inggih beli sang istri puniki wantah ida, kaputra bhagawan, nanging yan munggwing papasih, Diah soka pinih duwur, Diah Padapa sang ari, ne dumun ida bhagawan, keni sungkan tan ngarungu, saking pituduh Dewi Uma mapresidha, jantos presidha mangaksi, putrane raris kapica.
  4. Inggih mangkin yan manut tata krami pawiwahan, beli ngambil ne duhuran, tityang arine ngambil, sapunika sang ari matur, Sang Nakula raris nyawis, uduh adi beli trima, sami mangkin padha adung, tan sandang malih bawosang sang karuwa, wenten ring pasraman niki, critayang sang detya karwa.
  5. Detiya roro makakanti sang Korawa, ngarepin sang Pandhawa, miragi orta ne ne jani, katarka mati sampun, sang Nakula lan sang ari, katadah hyang Durgha, detya kalih sanak ngebug, kadi ida sang Pandhawa subayanya, sang Pandhawa makasami, pejah asiki seda samian.
  6. Jalan jani beli adi mamargi makamuka, ngendonin Pandawa, sang karo sahasa mangkin, kadulurin saha tabuh, maka pagalak ipun sami, maduluran panjak katah, makasami girang ngelur, pangungsi Pandhawa kula sampun tatas, sang Pandhawa maring indik, pidabdab i detya karwa.
  7. Ngandika sang Dharmasunu mangkin ring arinya, sang Bhima Arjuna, mawosang indik mesehe, sampun nguyang ngebug, mangendonin teka mai, tan lian i detya ruwa, sane maka pamucuk, jalan jani dabdabang pacang mayuda, manyentokang kasaktin, dawuhin wadwane onya.
  8. Kadi ida sang Arjuna mangkinmmakamuka, ring tengahing rana, ka iring antuk wadwane, ida sang Bhima di ungkur, ngemban wadwane sami, sang kalih raris nyumbah, singgih ratu prabhu, tityang nyadya mangiringang sareng karwa, nandingin meseh bhupati, tityang nyadya kapucukang. 
  9. Ri sampune sang kalih ngubhakti raris medal, mangungsi ka payudhan, turing aregep sanjatane, raris kanten ida satru, Kalanjaya mangantenang mangkin, pidabdab sang Arjuna, raris ngarepang ipun, saha matbat sang Arjuna lega pisan, ne jani kai matanding, lawutang jani dangsekang.
  10. Sang Arjuna sampun tatas ngaksi sanjatanya, I Kalanjaya, mangraris mangayatang, sanjata geni murub, yudane mangresresin, miwah pagatik sanjata, ngamijilang geni murub, katah wadwa Korawa pejah wenten ngalas, ipun manyilibang urip, Kalanjaya dahat wirang.
  11. Sarakonta katiwakang mangkin saya humyang, pagatik panahe, sang Kalanjaya keni wijange, nanghing tan bintul, malih nyeceh mamanahin, antuk sarotama, Kalanjaya ran kengguh, sarwi matbat dahat bangras ah Arjuna, telahang tiwakang panah cai, kai twara ya sangsaya.
  12. Sing buwungan cai amah kai ih Arjuna, raris ida makitesan, antuk wisesan mesehe, sang Bhima raris kacunduk, mirib suba lesu adi, nah lawut adi kirigang, bli jani mangamuk, nandingin I Kalanjaya sada egar, sang Bhima raris mamargi, manyujur ka payudhan.
  13. Sarwi ida matbat mangkin Kalanjaya, twara buwung pejah, saha manguyeng gadhane, Kalanjaya sebet matempur, gelis ngwales mangontanin, yudane matelasan, saling gadha saling suduk, kawes kapesan sang Bhima kemengan, dwaning ida kakembatin, antuk detya lintang akas.
  14. Bhima arjuna mangkin lilih, ajrih ida, ngwatesang mayudha, raris koneb kori agunge, tan wak tan sang matempur, bawosang mangkin sang ari, wenten ring Prangalas, sang Sahadewa raris matur, ring rakane sang Nakula ngiring budal, dwaning tityang ngrengo orti, i raka kocap kapesan
  15. Sang Nakula kesiyab mirage tur ngandika, ngiring adi gebrasang, mangda tan kasep rawuhe, raris tangkil ring resi guru, indike jaga mapamit, bhagawan raris ngandika, Bapa lasiyan cening bagus, ring pidabdab i dewa nah lawutang, kema cening mamargi, sang catur raris mamarga.
PUPUH DURMA
  1. Tan ucapan lampah ida maring jalan, ring indraprasta prapti, lintang samun ring bancingah, tan kadi suba-suba, santukan sami ajerih, ring i detiya, wantah gebagan kakalih.
  2. Kakantenang pangrawuh sang ninggal pura, gelis ipun ngungkab kori, sang kalih ngapuryang, jumujug ring panangkilan, panggih sametone tangkil, miwah baudanda, sang kalih raris ngubhakti. 
  3. Nuli ngandika ida sang Dharma Putra, sang Bhima Arjuna nyaregin, Uduh adi ajak dawa, uli kija mara teka, sang Bhima nimbal nakenin, uli dija dadi mara mulih.
  4. Malih nyawis sang Arjuna manakenang, uduh adi sareng kalih, beli sanget lega, baan sadya i dewa prapta, teked dija lunga adi, nah uningang, sang Nakula raris nyawis.
  5. Raris mangkin sang Nakula mangarepang, ri jong sang prabhu ngubhakti, matur uning pariindiknya, durung puput nguningayang, pidabdab idane nguni, saget medal, ibun ida dulur tangis.
  6. Makakalih kagelut putran ida, sang kalih macelos ngubhakti, malinggih durusang biyang, sampunang banget nyungkanang, Dewi Kunti gelis malinggih, tur mangandika, nah tuturang cening jani
  7. Gelis matur ida sang Sahadewa, prenamya ring biyang mangkin, miwah ring rakan ida, ring sang prabhu ping ajong, ndaweg aksamayang mangkin, kasisipan tityang, kasep tityang mangrawuhin.
  8. Duke biang ngaturang ring Ida Hyang Durgha, ring Gandamayu nguni, raris tityang kandikayang, mangruwat malan ida, saking titah Sanghyang Widhi, prasidha tityang, dados Dewi Uma mawali.
  9. Raris ida mangentosin wastan tityang, Sudhamala kawastanin, tur kicen jatukarma, anak istri punika, putrin Tamba Petra resi, ring Prangalas, ida bhagawan malinggih.
  10. Saking tityang sidha ngruwat malan ida, tan panone ida nguni, jantos sidha ngaksi ida, sapunika hatur Sahadewa, nguningang indike nguni, jantos prapta, Dewi Kunti ngandika aris.
  11. Uduh cening pyanak meme makadadwa, dahat bagia cening prapti, tur mangajak somah, da malu malegan-legan, satonden musuhe mati, ento i detya, Kalanjaya Kalantaka malih.
  12. Ento ia ngatinin para Korawa, sapunika Dewi Kunti, nguduh putrane mayuda, mireng wacanan i biyang, sang karo pranamya bhakti, ngeraris medal, makta sanjata utami
  13. Kairing antuk para wadwa Pandawa, sang Nakula ngandika aris, adi eda ampah-ampah, pitekete elingang, tumuli medal sang kalih, rawuh ring jaba, i detya kalih ngantenin.
  14. Kalanjaya wirosa manangsekang, saha banggras matbatin, ih Nakula Sahadewa, sayang iba bajang-bajang, ngedalem ngong teken cai, yan ngamatiyang, melah kema cai mulih.
  15. Raris nyawis sang Nakula Sahadewa, Kai twara takut mati, dong lawut mai arepang, masa hidup cai karuwa, sang detya kaiiwat brangti, tur parikosa, nyagjag nganggar konta lewih.
  16. Sahadewa ne nyabut jani jiwan iba, kalepas kontane gelis, ngenenin sang Sahadewa, nanging tan bered ida, wawu pacang ngayatang malih, kasuduk wijangnya, ebah ngelur ring prathiwi
  17. Waduwannyane sami mlaib pabiesat, Kalantaka ngwales gelis, sanjata limpung katiwakang, sang Sahadewa ngarepang, sapisan i detya mati, kandugi kaiah, meseh ida makakaiih.
  18. Ri wawune sang kalih nginkinang budai, anak lanang rawuh kakalih, swabhawa bagus pisan, tumuli mayambrama, majeng ring sang Putra Madri, Duh singgih dewa, Legan bapane tan sipi.
  19. Dening sidha dewa ngruwat malan bapa, ane buwatan sinipi, sapunika bawos sang karwar, majeng sang Sahadewa, sujatine bapa nguni, twah widyadhara, uli Siwaloka cening
  20. Adan bapa Citranggada Citrangseda, kabatek ampahe nguni, majeng ring Hyang Guru Siwa, ditu bapa kasapa, dadi raksasa sareng kalih, mangiring ida, Hyang Durgha ring setra nguni
  21. Saking panguduh ida Dewi Durgha, Korawane kakantinin, mayuda ngarepin Pandhawa, tatujone apang enggal, bapa presidha mawali, mantuk ka swarga, baan i dewa sang lewih
  22. Nah aketo unduk bapa apang tatas, buwat hutang bapa jani, wastu dewa sang Pandhawa, sami rahajeng tur jaya, ring kancang satrune sami, ngraris i dewa, tumuli mantuk sami

 




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan