Upakara Mendem Pedagingan


Setiap pelinggih atau bangunan Niyasa, di suatu Pura atau Sanggah Pamerajan harus dilengkapi dengan akah/ pedagingan, orti, palakerti dan ulap-ulap. Jika tidak demikian maka dalam Lontar Sanghyang Aji Swamandala disebutkan sebagai berikut:

…. muang yen ngewangun kahyangan tan mapedagingan, nista, madya, utama, luwire wewangunane, mearan asta dewa, dudu kahyangan dewa ika, dadi umahing detya kubanda, tan pegat nandang wiadin sang madruwe kahyangan ika sami mangguh kageringan, mekadi mati salah ton, kerangkenganing bhuta pisaca.
Artinya:
… dan lagi jika membangun tempat suci tidak diisi “pedagingan” baik dalam bentuk sederhana, menengah maupun utama serta kelengkapannya, bangunan itu cacat, bukan stana para Dewa, bahkan ditempati setan, menjadikan yang punya mendapat rintangan, sakit-sakitan, mungkin saja mati mendadak, atau dikuasai setan.

Akah/ pedagingan yang ditanam di dasar bangunan terdiri dari:

Akah/ pedagingan yang ditanam di bagian tengah bangunan terdiri dari: lima macam pripih seperti diuraikan di atas, ditambah: pudi dan buah pala dengan daunnya, ditaruh di dalam kendi tanah, dibungkus kain putih dan diikat benang tridatu.Untuk bangunan niyasa selain Padmasana, akah/ pedagingan itu lebih sederhana, tanpa memakai korsi-capung-bathil emas dan uang logamnya hanya 11 keping. Banten pemendemnya hanya pejati (tegteg daksina peras ajuman) dan sejumput caru.

Di puncak bangunan diikatkan janur dari daun lontar yang dinamakan: orti/ bagia, palakerti.

Ulap-ulap adalah selembar kain putih bergambar “acintya” dan “padma angelayang” (bunga teratai berdaun delapan dilengkapi dengan “Dasa Aksara” suci: SANG, BANG, TANG, ANG, ING, NANG, MANG, SING, WANG, YANG dan gambar dari sembilan buah senjata para Dewata Nawa Sangga yaitu:

  • BAJRA dari Iswara,
  • DUPHA dari Mahesora,
  • GADA dari Brahma,
  • KADGA MOKSALA dari Rudra,
  • NAGAPASA dari Mahadewa,
  • DWAJA ANGKUS dari Sangkara,
  • CAKRA dari Wisnu,
  • TRISULA dari Sambu, dan
  • PADMA dari Siwa.

Untuk bangunan niyasa selain Padmasana, ulap-ulapnya tidak memakai gambar Acintya, hanya padma angelayang saja.

 

1. Eteh Eteh Pedagingan (Lontar Dewa Tatwa)

A. Padmasana mwang Sanggar Agung

Ring Dasar :

  • Bedawang Selaka,
  • Naga Mas
  • Prabot Manusa Jangkep
  • Wangi – wangian jangkep
  • Anget-angetan jangkep
  • Pripih Mas, Selaka,Temaga, Besi masurat
  • Sampiyan Selaka
  • Udang Mas
  • Nyalian Selaka
  • Yuyu Temaga
  • Mewadah rapetan putih, mewastra putih merajah, ingiket dening sala/benang 5 warna,

Ring Madhya :

  • Pripih Mas, Selaka,Temaga, Besi masurat
  • Jaum Mas,
  • Jaum Selaka,
  • Jaum Temaga,
  • Podi / mirah 2
  • Wangi-wangian Jangkep
  • Mewadah rapetan putih

Ring luhur :

  • pripih mas, selaka, temaga, besi masurat
  • Mirah 2
  • Senjata pangideran
  • Wangi-wangin jangkep
  • Mwadah rapetan putih

 

B. Meru Tumpang 11, 9, 7, 5.

Ring Dasar :

  • Prabot Manusa Jangkep mewadah kewali waja
  • Siyap mas
  • Siyap Selaka
  • Kacang Mas
  • Kacang Selaka
  • Tumpeng Selaka
  • Peras Mas
  • Peras Selaka
  • Sampiyan Mas
  • Sampiyan selaka
  • Penyeneng Mas
  • Penyeneng Selaka
  • Bebek mas
  • Bebek Selaka
  • Bedawang Mas memata mirah
  • Bedawang Selaka memata mirah
  • Pripih Mas, Selaka, Temaga, Besi Merajah
  • Jaum Mas, Selaka, Temaga, Besi
  • Mirah 2
  • Wangi-wangian Jangkep
  • Mewadah rapetan putih merajah
  • Metatakan rantasan seperadeg

Ring Madhya :

  • Pripih Mas, Selaka,Temaga, Besi masurat
  • Jaum Mas,
  • Jaum Selaka,
  • Jaum Temaga,
  • Podi / mirah 2
  • Wangi-wangian Jangkep
  • Mewadah rapetan putih

Ring luhur :

  • pripih mas, selaka, temaga, besi masurat
  • Mirah 2
  • Padma mas masoca mirah
  • Wangi-wangin jangkep

 

2. Mendem Pedagingan

Mendem atau Mulang Pedagingan adalah upacara yadnya untuk memfungsikan dan menghidupkan bangunan atau pelinggih – pelinggih suci pada sebuah pura yang merupakan upacara inti dari Ngenteg Linggih sebagaimana disebutkan dalam kutipan teks darmawacana  ngenteg linggih oleh Bpk. I Made Titib yang dijelaskan upacara mendem pedagingan ini dilaksanakan setelah upacara pamelaspasan dan suddha bhumi akan dilaksanakan upacara mendem pedagingan sebagai lambang singgasana Hyang Widhi yang disthanakan.
Bentuk serta jenis pedagingan antara satu Pelinggih dengan Pelinggih yang lainnya tidak sama – hal ini tergantung dari jenis bangunan Pelinggih yang bersangkutan, termasuk jenis tetandingan banten dalam upacara ini juga ada yang berbeda. 
 
Tata cara membuat dan memendem pedagingan ini di samping mengikuti sastra agama, juga mengikuti isi Bhisama dari Mpu Kuturan, sebagaimana dilaksanakan ketika membangun meru di Pura Besakih.

Adapun cuplikan Bhisama mendem pedagingan pada meru dimaksud yaitu sebagai berikut:

  • Yan meru tumpang 11 tumpang 9 tumpang 7 tumpang 5 sami wenang mepadagingan tur mangda memargi kanistama, madyama, uttama, lwir, yaning meru tumpang 11 pedagingannya ring dasar salwiring prabot manusa genep mewadah kwali waja. Sejawaning prabot manusa, maweweh antuk ayam mas, ayam selaka, bebek mas, slaka, kacang mas, slaka tumpeng mas, slaka, naga mas, slaka, mamata mirah, prihpih mas, slaka, tembaga miwah jarum mas, slaka, tembaga, padi mas, ika dados dasar.
  • Tumpang meru ika wilang akeh ipun, sami medaging prihpih kadi ajeng, saha mawadah rerapetan sane mawarna putih, mwah wangi-wangian setegepe, mawastra putih, rantasan sapradeg. Ring madyaning tumpang merune, madaging prihpih, jarum kadi ajeng, miwah padi musah 2 wangi-wangian setegepe.
  • Ring puncaknya, taler prihpih mas, slaka miwah jarum kadi ajeng, tur maweweh mas 1 masoca mirah, murda wenang. Asampunika kandaning meru tumpang 11 pedaginganipun, yaning buat jinah punika manista madya utama, utama jinah papendemane 11 tali, madya 8 tali, nista 4 tali .
(”Kalau membangun meru tumpang 11 9 7 5 3 dan 1 semuanya patut mengikuti tingkatan kecil, menengah dan besar, yakni bila meru tumpang 11 padagingan pada bangunan bagian dasar yaitu segala jenis perabotan yang digunakan umat manusia lengkap ditempatkan dalam pengorangan waja, di samping itu ada tambahan ayam dari emas dan ayam perak, bebek emas dan bebek perak, kacang emas dan kacang dari perak, tumpeng emas, naga emas, naga perak, bermata mirah, kepingan (pripih) emas, perak, tembaga dan jarum emas, perak, tembaga, padi dari emas yang semuanya itu ditempatkan pada dasar.
 
Setiap Meru tumpang 5 (atap tingkat) meru semuanya berisi kepingan emas seperti tersebut di depan dimasukkan (dalam wadah) bernama rapetan berwarna putih, ditambahkan wangi – wangi selengkapnya, busana putih dan kain selengkapnya. 
  • Pada bagian tengah meru, berisi prihpih, jarum emas seperti di depan. 
  • Pada puncaknya juga berisi kepingan emas dan sebagainya seperti di depan dengan permata mirah.
Demikian halnya membangun meru tumpang 11 dengan pedagingannya serta pis bolong (kepeng) sebanyak 8000, 6000, dan 4000 bagi yang besar, menengah dan kecil).
 
Malih pedagingan padmasana :
  • Ring dasar pedaginganipun, badawangnala mas, slaka mwah prabot manusa genep, wangi-wangian pripih mas, slaka, tembaga, jarum mas, slaka, tembaga, miwah podhi mirah 2 tumpeng mas, slaka, capung mas, sampian mas, slaka, nyalian mas, udang mas, getem (ketam) temaga, tanlempas mewangi-wangian segenepa, mewadah rapetan putih, metali benang catur warna.
  • Malih pedagingan ring madya, lwire pripih mas, merajah makara, pripih slaka merajah kulum, pripih tembaga merajah getem, miwah jarum manut pripih, phodi mirah 2 tan sah wangi-wangian setegepa mewadah rerapetan putih. 
  • Malih korsi mas mewadah lingir sweta, punika ngaran utama yadnyan nista, madia utama, sluwir-luwir padagingan ika, kawanganya maprasistha rumuhun.
Sampunang pisan mamurug, dawning linggih Bhatara, yang ande kapurug, kahyangan ika wenang dadi pesayuban bhuta pisaca, makadi sang mewangun kahyangan ika, tan memanggih rahayu terus tumus kateka tekeng putra potrakanya, asapunka kojarnya sami mangguh lara roga.
Malih pedagingan ring luhur luwire, padma mas, masoca mirah korsi mas, phodi mirah, asapunika padagingannya ring padmasana. 
 
Bila membangun padmasana :
  • Padagingan pada dasar menggunakan badawangnala (sejenis kura-kura) dari emas, dan perak serta perabotan manusia lengkap, wangi- wangian, kepingan emas, perak dan tembaga, jarum emas, perak dan tembaga berserta permata mirah dimasukkan dalam rapetan berwarna putih.
  • Adapun padagingan di tengah ( madya ) Padmasana dengan kepingan emas ditulisi makara, kepingan perak ditulisi kulum, kepingan tembaga ditulisi getem, dan jarum sesuai kepingan logam di atas, permata mirah 2 buah, juga wangi-wangian lengkap ditempatkan dalam rapetan putih. Ada tambahan lagi berupa kursi dari emas ditempatkan dalam cangkir putih, demikian disebut utama, walau sederhana atau kecil, diusahakan semua berisi padagingan didahului dengan upacara prayascita (penyucian).
    Jangan melanggar ketentuan di atas untuk sthana Tuhan Yang Maha Esa dan para Dewa, kalau tidak diikuti petunjuk tersebut, bangunan suci tersebut akan menjadi tempat tinggal bhuta kala dan pisaca (roh-roh jahat) dan yang membangun pura tersebut tidak menemukan selamat sampai ke anak cucu, demikian semuanya mendapatkan penderitaan.
  • Dan untuk padagingan pada puncak bangunan padmasana dengan padma emas, permata mirah, kursi emas, permata mirah. 
Setelah penanaman padagingan pada setiap bangunan suci, utamanya bangunan padmasana, dilanjutkan dengan utpati (menghidupkan) untuk memfungsikan bangunan tersebut.
Sebagai tambahan, beberapa penggunaan simbol disebutkan;  Penyugjug, terbuat dari carang dapdap cangga tiga sebagai sarana penuntun

 

3. Makna Panca Datu

Bila kita membaca kisah perjalanan Maharsi Markandeya tampak jelas dimana keberhasilannya untuk merabas Pulau Bali adalah dengan membawa Panca Datu dan menanamnya di Pura Basukian atau Besakih sekarang. Kok bisa hanya membawa lima jenis logam dapat selamat merabas Pulau Bali yang dulunya terkenal angker dengan roh-roh jahatnya ?
 
Ini merupakan petunjuk/wahyu yang didapat oleh beliau di lereng Gunung Raung (Jatim) atas petunjuk Dewa Brahma dalam manifestasi beliau sebagai Sang Hyang Pasupati. 
 
Ada apa dengan Panca Datu? 
Seperti yang anda ketahui panca Datu adalah lima jenis logam mulia yang dipakai biasanya ditanam di tanam sebelum membangun suatu pura. Upacaranya dinamakan “mendem pedagingan (mengisi inti). 
Logam-logam itu antara lain adalah Emas, Perak, Besi,Perunggu dan timah atau beberapa sumber menjelaskan logam-logam tersebut adalah: mirah permata, emas, perak, perunggu dan baja. Dalam postingan ini kami coba mengupas arti panca datu yang dikomparasi dari kajian kitab Weda, Lontar, ilmiah (sebagai sumber tertulis) dan wedangga (sumber lisan wahyu/tutur). Tujuannya bukan mencari kelemahan atau mengkritik satu sama yang lain, melainkan belajar untuk mengupas nilai-nilai Agama yang dapat digunakan dasar/isnspirasi untuk mengarungi samudera kehidupan yang luas ini.
 
Panca datu (lima jenis logam) sekarang telah menjadi suatu ritual resmi di Bali dalam rangka pemelaspasan/proses inisiasi energi ketuhanan ketika akan mentransformasi suatu pura yang baru selesai dibangun agar dapat dipakai untuk sembahyang (mentransfer energi/sinar suci ketuhanan). Begitu pula bagi pura yang telah lama berdiri, perlu di recharge energinya dengan upacara mupuk pedagingan, pedudusan dll. 
Kita tidak membahas fungsi panca datu sebagai bagian dari upacara melainkan kenapa Maharesi Markandeya hanya berbekal lima jenis logam dapat merabas pulau Bali? 
dan kenapa Maharesi diperintahkan menanamnya di pulau ini? 
ada apa dengan logam dalam konteks energi spiritual.
 

Sifat dan Energi Logam

Logam dan dunia spiritual/supranatural memang tidak bisa dipisahkan. kami berikan contoh “Keris” keris adalah salah satu jenis tradisional yang diposisikan paling tinggi statusnya, karena keris selain berfungsi untuk senjata penjaga diri juga berfungsi sosial sebagai lambang suatu jabatan, media supranatural dan prestise (kebanggaan pribadi/golongan). 
Banyak mitos yang lahir dari sosok “keris” ini keris ada yang diyakini mempunyai “roh”, keris dianggap dapat memberikan kekuatan tertentu pada pemiliknya dll. 
Kebudayaan keris di Bali diperkirakan munculnya pada jaman Bali Arya dimana Bali mulai ada interaksi dengan Kerajaan di Pulau Jawa. Olahan logam yang juga diyakini memiliki nilai spiritual/supranatural adalah gamelan/gong. Gamelan di Jawa dan Bali diyakini meiliki “roh” tertuma di instrumen “Gong”-nya. Di Jawa bahkan instrumen gong ini bersifat “laki perempuan” dan diberikan nama tertentu sedangkan di Bali bahkan ada upacara khusus terhadap instrumen “gong” yang dilakukan sebelum memulai memainkan gamelan.
 
Dari contoh di atas tampak jelas unsur logam merupakan media yang bagus untuk menyimpan energi-energi spiritual dibandingkan zat yang lain. Jika ditilik dari sifatnya menurut ilmuwan, bahwa logam sebagai suatu kristal terdiri dari ion positif logam dalam bentuk bola-bola keras dan sejumlah elektron yang bergerak bebas dalm ruang antara. Elektron-elektron valensi logam tidak terikat erat (karena energi ionisasinya rendah), sehingga relatif bebas bergerak. Hal ini dapat dimengerti mengapa logam bersifat penghantar listrik yang baik dan juga mengkilap.
 
Dalam kepercayaan di Bali logam tidak dicantumkan kedalam unsur pembentuk alam. Unsur pembentuk alam di Hindu dikenal sebagai Panca Maha Bhuta yaitu:
  • Pertiwi (tanah/padat), apah (air/cair), teja (api/cahaya), bayu (udara), akasa (ether/zat kosong).
  • Panca Maha Bhuta ini diciptakan dari unsur tenaga Tuhan yaitu:
  • Ganda tan matra adalah benih unsur pertiwi, 
  • Rasa tan matra benih unsur apah/air, 
  • Rupa tan matra benih unsur teja/api, 
  • Sparsa tan matra benih unsur bayu/udara dan 
  • Sabda tan matra benih unsur akasa.
 
Jika kita komparasikan dengan ilmu alchemy/alkimia. Alkimia (alchemy) adalah suatu seni abad pertengahan untuk menciptakan emas dari logam apa saja. Walau alkimia seolah-olah hanya menghasilkan ilusi akan tetapi tetap berperan besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern terutama ilmu kimia.
 
Menurut catatan, alkimia lahir di tanah mesir tepatnya Alexandria. Pada periode yang bersamaan, ilmu ini dikembangkan di daratan Cina. Alkimia dipengaruhi oleh teori yang disusun oleh Empedocles sekitar 5 abad sebelum masehi, yang mengatakan bahwa seluruh benda disusun dari udara, tanah, api dan air. Dari teori dasar pembentukan benda tersebut di atas, maka para filsuf terus mengembangkan Alkimia, seperti Zosimus (tahun 250-300), Aristoteles, Geber, Roger Bacon dari Inggris, Albertus Magnus dari Jerman, St. Thomas Aquinas dari Itali dan lain-lain.
 
Yang paling menarik adalah Philippus Paracelsus, ahli kimia dari Swiss yang menyatakan secara tegas bahwa segala hal dibentuk dari tanah, udara, air, api dan sebuah elemen yang “belum” diketahui. 
Jika elemen tersebut diketahui, maka diyakini bahwa manusia bisa “menciptakan apa saja” dari keempat elemen tersebut di atas. Setelah Paracelcus tiada, para ahli kimia di Eropa dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok yang berkonsentrasi pada usaha-usaha scientific untuk menemukan unsur dan reaksi yang baru sedangkan kelompok lain berkonsentrasi pada sisi metafisik dari alkimia kuno (kijeromartani.blogspot.com)
 
Sangat canggih ya, semua unusr ini kalo disatukan akan menjadikan emas, masalahnya unsur kelima akasa (ether) masih belum diketemukan/dimengerti sampai sekarang, tugas anda untuk mencarinya. Emas dalam alkimia yang dianggap tujuan akhirnya merupakan logam yang sangat indah warna kuning yang mengkilap sempurna menjadi idaman manusia dari jaman dulu. Terbukti di lukisan-lukisan Dewa atau yang tercantum dalam Weda (digambarkan para dewa berpakaian emas).
 
Jika dilihat dari kaca mata spiritual warna emas merupakan assosiasi dari sinar suci Tuhan, jadi pengolahan keempat unsur tadi plus unsur kelima akan membuat bumi/badan kita akan bersinar. Caranya bagaimana tentu membutuhkan pendalaman ajaran spiritual sesuai yang diinginkan.
 
kembali ke kelima unsur logam, jadi panca datu tersebut adalah pengolahan sinar suci tuhan yang ditanam di pulau Bali sehingga menghubungkan kepada Sinar yang tertinggin yatu Tuhan Yang Maha Esa. maka dengan menanam panca datu di pura yang baru berarti tanah pura tersebut telah diubah menjadi “emas” yang penuh dengan sinar-sinar kesucian Tuhan.
 

Panca Datu dalam Kajian Filsafat Agama

Seperti yang telah kami kemukakan di atas bahwa Panca Datu ditanam di tanah ketika akan “mensahkan” satu pura menjadi tempat suci yang dapat digunakan untuk sembahyang. Kenapa harus ditanam di tanah. Kita kembali lagi ke konsep Bhuwana Agung = Bhuwana Alit dan unsur pembentuknya sama yaitu Panca Maha Bhuta.
Nah kelima jenis panca datu ini merupakan penetralisir dari panca Maha Butha tersebut, jadi panca datu ini adalah “jangkar” atau sofware yang “diinstall ke dalam tanah” sehingga unsur tanah tersebut dalam memancarkan sinar kesucian. Tentu pada waktu-waktu tertentu “software tersebut wajib diupdate biar tidak terjakit “virus” yang merusak sistem.
Menurut pesraman Batu Ngadeg Narayana Panca Datu yang dibawa oleh Maharsi Markandeya secara filsafat berarti Panca(Lima) Datu=Dasar Tutur(dasar Filsafat/pondasi keimanan).
 
Jadi sesuai dengan wahyu/sabda yang didapat dengan membawa “panca Datu” ini dan kemantapan dalam menjalaninya membuat Maharsi markandeya sukses “merabas” Hutan sampai akhirnya sampai ke Tujuannya (Besakih).
Hutan disini tentu yang dimaksud adalah dinamika kehidupan di dunia fana ini dan tujuannya adalah kelepasan/kebahagiaan Abadi/ Moksa. itu yang didapat berdasarkan tutur/sabda/wahyu yang didapat.
 
Jadi logam-logam tadi perlambang itu semua :
  1. Emas = percaya terhadap Brahman (unsur yang dianggap tertinggi/murni)
  2. perunggu = percaya terhadap Atman (mirip kayak emas namun belum murni)
  3. Besi = percaya dengan karmaphala (unsur yang paling gampang ditempa)
  4. baja = percaya terhadap reinkarnasi (unusr terkuat/perlambang kita tidak bisa terlepas darinya)
  5. mirah permata = percaya terhadap moksa (unusr mengikat sekaligus merupakan tujuan akhir)
Memang hal ini perlu didiskusikan tidak bisa didoktrin sebagai yang paling benar. Namun kami harapkan dengan membaca pemaparan kami anda dapat menyimpulkan sendiri atau bahkan mempunyai inspirasi untuk mengungkapkan apa arti panca datu tersebut menurut logika dan “rasa”.



Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan