- 1Konsep Wewaran dan Pengaruhnya Terhadap Tetandingan
- 2Tri Mandala dalam Struktur Banten
- 3Komparatif Banten Ngotonin (Nista, Madya, Utama)
- 41. Tingkat Nista (Otonan Alit)
- 5Komponen Tetandingan Nista
- 62 Tingkat Madya (Otonan Menengah)
- 7Penambahan Komponen untuk Tingkat Madya
- 83 Tingkat Utama (Otonan Agung)
- 9Komponen Tetandingan Utama (Elaboratif)
- 10Panduan Pelaksanaan Natab Banten Otonan
- 11Tahap 1 : Persiapan Awal
- 12Tahap 2 : Mabyakala (Penyucian Eksternal)
- 13Tahap 3 : Penyucian Internal (Prayascita & Tepung Tawar)
- 14Tahap 4 : Mesesarik (Sakralisasi Tubuh)
- 15Tahap 5 : Metebus dan Mepetik (Khusus Otonan 6 Bulan Pertama)
- 16Tahap 6 : Natab (Inti Ritual Transfer Energi)
- 17A. Natab Sesayut (Pengenteg Bayu & Bayu Rauh)
- 18B. Natab Ayaban (Peras & Penyeneng)
- 19Tahap 7 : Nunas Tirta dan Bija (Penutup)
- 20Rekomendasi untuk Keluarga :
Komparatif Banten Ngotonin (Nista, Madya, Utama)
Bagian ini menyajikan panduan teknis mendalam mengenai komponen banten. Data disusun untuk memudahkan praktisi dalam membedakan kebutuhan logistik dan spiritual pada setiap tingkatan.
1. Tingkat Nista (Otonan Alit)
Tingkat ini direkomendasikan untuk pelaksanaan rutin di lingkungan keluarga inti (sanggah/merajan) tanpa melibatkan pendeta besar (Sulinggih), cukup dipuput oleh Pemangku atau tetua keluarga (Pinandita).
Komponen Tetandingan Nista
Inti dari Otonan Nista adalah Penyucian Diri dan Penyampaian Syukur.
| Nama Banten/Sarana | Komponen Detail (Isi & Bahan) | Makna Filosofis & Fungsi |
| Banten Peras | Alas taledan/kulit peras, 2 buah tumpeng nasi putih, rerasmen (kacang-saur, telur dadar), Base Tampel, Benang Tukelan (benang putih), Uang Kepeng, Canang Sari, Sampian Peras. |
Simbol Keberhasilan (Prasida). Benang putih melambangkan pikiran yang lurus dan tidak putus asa. Peras berfungsi mengesahkan upacara secara niskala. |
| Banten Penyeneng | Terbuat dari janur berbentuk “pagar” kecil, berisi nasi campur (atau tepung beras) dengan bentuk Ongkara, air cendana, dadap, benang. | Simbol Peneguhan. “Nyeneng” berarti membuat senang atau meneguhkan jiwa agar betah tinggal di badan kasar. |
| Banten Sodan (Ajuman) | Tamas/Taledan, 2 buah tumpeng (putih/kuning), buah-buahan lokal, jaja (kue) begina/uli, sampian sodan, canang. | Simbol Syukur. Persembahan hasil bumi untuk dinikmati kembali (lungsur) sebagai anugerah kemakmuran. |
| Dapetan (Tebasan) | Mirip sodan tetapi tumpengnya lebih kecil, sering ditambah dengan jaja gina. | Sarana penyambutan bagi Kanda Empat (saudara spiritual) yang menyertai kelahiran. |
| Byakaon (Bayakaon) | Kulit peras, tumpeng selem (hitam/abu), bawang jahe, terasi merah, garam, arang, isuh-isuh. |
Penetralisir (Bhuta Hita). Menarik dan memuaskan energi negatif (Bhuta) agar tidak mengganggu jalannya upacara. |
| Prayascita | Banten suci dengan tirta, bunga, bija kuning, daun lis (janur muda). | Penyucian Pikiran. Prayas (pembersihan) dan Cita (pikiran). Mengembalikan kesucian batin setelah proses Byakaon. |
Meskipun sederhana, tingkat Nista sudah memenuhi syarat Tri Manggalaning Yadnya (Penyucian, Persembahan, Pengesahan). Ketiadaan salah satu komponen (misalnya lupa membuat Penyeneng) dapat dianggap mengurangi kesempurnaan ritual karena aspek pengukuhan jiwa menjadi hilang.
2 Tingkat Madya (Otonan Menengah)
Tingkat Madya adalah yang paling umum dilaksanakan oleh masyarakat Bali. Perbedaan fundamental dengan Nista terletak pada penambahan Sesayut (banten terapi / pengobatan) dan kompleksitas Ayaban (Tumpeng 5 atau 7).
Penambahan Komponen untuk Tingkat Madya
Selain semua banten Nista di atas, ditambahkan :
| Nama Banten Tambahan | Komponen Detail | Makna & Fungsi Signifikan |
| Ayaban Tumpeng Pitu (7) | Dulang berisi 7 tumpeng besar, lauk pauk olahan (ayam betutu/sate lilit), buah lengkap, raka-raka, sampian gebogan. |
Simbol Saptawara (7 hari dalam seminggu). Memohon perlindungan di setiap hari kehidupan sang anak. |
| Pejati Asoroh | 1 set Daksina, Peras, Sodan, Ketupat Kelanan, Penyeneng, Pesucian. | “Pejati” berasal dari kata Jati (sungguh-sungguh). Digunakan sebagai saksi utama kehadapan Hyang Widhi/Surya. |
| Sesayut Pengenteg Bayu | Kulit sesayut, nasi tumpeng dikelilingi penek (nasi kepal) kecil, tulung (nasi contong), lauk pauk, raka-raka. |
Stabilisator Energi. Khusus untuk menguatkan “Bayu” (tenaga hidup) agar anak tidak mudah sakit, bingung, atau lemah fisik. |
| Sesayut Bayu Rauh | Nasi tumpeng, iwak (lauk) ayam putih, sayur-sayuran, canang genten. | Pemanggilan Semangat. “Bayu Rauh” (Tenaga Datang). Memanggil kembali semangat yang mungkin hilang akibat trauma (kaget, jatuh) dalam 6 bulan terakhir. |
| Banten Durmenggala | Kelapa gading muda (bungkak) dibelah tidak putus, telur mentah, bumbu. | Pembersihan tingkat lanjut untuk menghilangkan Cuntaka (kotoran) yang lebih berat daripada yang bisa dibersihkan Byakaon. |
Penggunaan Tumpeng 7 dan Sesayut Pengenteg Bayu pada tingkat Madya menunjukkan kesadaran masyarakat akan pentingnya aspek “kesehatan” dan “proteksi” dalam ritual. Otonan bukan hanya syukur, tapi juga upaya preventif niskala terhadap penyakit.
3 Tingkat Utama (Otonan Agung)
Dilaksanakan pada momen pivotal (sangat penting), seperti Otonan pertama (6 bulan pas), atau gabungan dengan Mepandes (potong gigi). Membutuhkan sumber daya ekonomi yang besar.
Komponen Tetandingan Utama (Elaboratif)
Pusat dari tingkatan ini adalah Bebangkit atau Pulagembal yang merupakan replika kosmos.
- Ayaban Tumpeng Solas (11) : Menggunakan 11 tumpeng, melambangkan 11 arah mata angin (Eka Dasa Rudra).
- Banten Bebangkit :
- Isi : Jaja (kue) suci berbentuk bunga, binatang, dan simbol-simbol alam, disusun tinggi. Seringkali menggunakan Alas-alasan (simbol hutan).
- Makna : Simbol kemahakuasaan Dewi Durga yang telah disucikan (Uma Dewi).
- Banten Pulagembal : Berisi simbol-simbol kehidupan sosial (seperti simbol alat dapur, alat pertanian dari tepung). Melambangkan doa agar anak sukses dalam kehidupan material dan sosial.
- Tatebusan Agung : Benang tridatu yang dipasupati khusus, dilengkapi dengan permata atau uang emas/perak (pada kalangan bangsawan/griya).
- Caru (Kurban Bawah) : Pada tingkat utama, Byakaon sering diganti atau dilengkapi dengan Caru Ayam Brumbun atau Caru Eka Sata untuk harmonisasi elemen alam yang lebih luas.
Seperti dicatat dalam sumber biaya untuk tingkatan utama bisa sangat tinggi (hingga jutaan rupiah). Namun, esensi “Utama” juga bisa dicapai melalui kualitas mantra dan kesucian pendeta (Sulinggih) yang muput, bukan semata-mata volume banten.










