Upacara Perkawinan Patiwangi untuk Beda Kasta (Tri Wangsa)


Tata Cara Melakukan Upakara Patiwangi

Upacara patiwangi yang dilaksanakan di Pura Baleagung, upakaranya terdiri dari: pejati, parayascita, durmangala, sodan, daksina pejati, rantasan putih kuning, bija, beras kuning, uang kepeng 11 buah dan penganteb.

Adapun unsur-unsur pejati adalah: daksina, banten peras atau ajuman/sodan, ketipat kelanan, segehan alit, banten suci asoroh, salaran pebuat, dan saperadeg. Memakai kuangen dengan uang kepeng yang berjumlah 11 pada saat sembahyang, juga di lengkapi dengan tetabuhan, dupa dan canang sari.

Upacara patiwangi dapat dilaksanakan apabila kedua pasangan pengantin sudah melakukan mesayut pada hari ketiga setelah mulai dari hari pertama dinyatakan kawin lari atau lazim disebut mesayut meketelun.

Karena patiwangi baru bisa dilaksanakan setelah pengantin telah hilang dari sebel selama tiga hari yang disebut sebel kandel, baru nantinya dapat untuk melakukan persembahyangan di merajan atau Pura Kahyangan Tiga. Pada upacara mesayut ini pengantin natab banten byakala, upacara ini diyakini dapat menetralisir kekuatan kala yang bersifat negatif, upacara ini juga bertujuan untuk menghilangkan perasaan kotor kepada kedua pengantin. Prosesi upacara pembersihan berlangsung seperti berikut:

  • Telapak tangan dibersihkan dan kemudian diolesi segau (daun dadap yang dihaluskan) dan tepung tawar,
  • Kemudian dibersihkan lagi dengan air, kemudian tangan diolesi minyak asem dan dibersihkan dengan sabut kelapa, segau, diolesi dengan daun sirih sambung masing-masing tiga kali,
  • Peserta diberi tetebus berupa benang tri datu yang melambangkan triguna yang melekat pada manusia (sattwam, rajas, tamas) yaitu benang putih ditaruh pada sela telinga pada yang laki-laki atau ubunubun yang perempuan, pada jari tangan diberi benang merah untuk dijepit, dan pada jari kaki diberi benang hitam, natab byakala kearah bawah sambil berputar 3 kali ke arah kiri,
  • Tangan peserta merobek ajengan yang membentuk bungkusan nagasari, tangan kiri pengantin memegang atau menekan aledan peras yang berbentuk berlipat (ada lurus dan ada yang menekuk) dan tangan kanan menarik aledan peras yang bengkok dengan maksud dalam kehidupan jika menemukan jalan sesat atau jahat harus bisa diluruskan,
  • Selanjutnya benang jepitan pada jari kaki dibuang pada nyala api Dengan dilaksanakannya upacara ini, berarti sudah bernilai suci untuk keluar rumah dan masuk ke merajan.

Pertama-tama upacara yang dilakukan pemangku dan juga disaksikan oleh kelian banjar dan keluarga, dengan menghaturkan banten suci, dandanan, pejati, kehadapan Sang Hyang Bhatara Brahma yang berstana di Pura Bale Agung. Upacara ini dilakukan bertujuan untuk memohon kepada Tuhan agar nantinya proses putiwangi berjalan lancar.

Sang mempelai wanita dari keturunan Tri Wangsa dengan nyuun rantasan putih-kuning dan yang di belakangnya diikuti oleh suaminya dari keturunan jaba Wangsa. Selanjutnya di ikuti oleh pemangku yang memimpin Upacara Patiwangi, dan dalam Upacara tersebut diantara keluarganya ikut serta dengan nyuun 1 banten Pejati.

Sambil berjalan mengelilingi BaleAgung sebanyak tiga kali putaran, searah dengan jarum jam. Setelah itu semua banten maupun sarana yang di bawa di haturkan di Pure Bale Agung tersebut, sehingga sebagai simbol bahwa Wangsanya sudah disetarakan dengan Wangsa pihak suaminya.

Setelah prosesi Paliwangi selesai kedua pasangan pengantin melakukan persembahyangan di Pura Bale Agung, persembahyangan yang dilakukan untuk menyampaikan rasa terima kasih karena upacara patiwangi berjalan dengan sesuai harapan, dan telah disejajarkannya kasta dari pihak perempuan yang sudah sama dengan pihak laki-laki, demikian pula agar Dewa Brahma senantiasa berkenan memberikan pengampunan kepada pihak laki-laki dengan melakukan upacara patiwangi tersebut, serta untuk memohon keselamatan dalam menjalani kehidupan berumah tangga.

Setelah dilakukannya upacara patiwangi, keesokan harinya barulah kedua pasang pengantin melaksanakan upacara pernikahan (lihat detail disini). Upacara Patiwangi apabila tidak dilaksanakan akan menyebabkan terjadinya dampak yang tidak diinginkan dalam sebuah perkawinan yang akan dijalani oleh kedua mempelai.


Sumber

Upacara Patiwangi

Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M. Si., Prof. Dr. Dra. Relin D.E., M. Ag., Dra. Ni Gusti Ayu Kartika, M. Ag., Jero Ayu Ningrat, S. Ag. M. Ag.



Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga