Babad Sira Arya Kubontubuh – Kuthawaringin


Ringkasan Sejarah Arya Kuthawaringin – Kubontubuh

1324 – 1343 

Sri Astasura Ratna Bhumi Banten = Sri Tapaulung = Gajah Waktera di Bedahulu, dengan Patih Ki Pasung Gerigis. Tahun 1343 : Ekspedisi Gajah Mada bersama 7 Arya ke Bali dengan mengendarai perahu.

  • Gajah Mada mendarat di Toyanyar (Tianyar).
  • Arya Kenceng, Arya Belog, Arya Pengalasan, dan Arya Kanuruhan mendarat di Kutha.
  • Arya Kuthawaringin bersama Arya Damar dan Arya Sentong, mendarat di Ularan, dan Arya Kuthawaringin menaklukkan (membunuh) Ki Buah di Batur.
  • Bali takluk di bawah Kerajaan Majapahit.
1343 – 1352

Bali dibagi atas 15 wilayah, masing-masing dibawah pengawasan seorang Arya atas nama Kerajaan Majapahit. Setelah Bali ditaklukkan, Maha Patih Gajah Mada sebelum pulang kembali ke Majapahit, mengatur penugasan 15 Arya sebagai penguasa wilayah di Bali atas nama Kerajaan Majapahit. Penugasan tersebut adalah sbb :

Arya Kuthawaringin dikukuhkan sebagai Penguasa Wilayah (Amanca Agung), Wilayah Tenggara Bali berkedudukan di Gelgel dengan rakyat 5.000 orang. Wilayah Kemancaan Agung itu meliputi : Gelgel, Kamasan, Tojan hingga pantai Klotok, Dukuh Nyuhaya, Kacangpaos (Kacangdawa), Siku sampai Klungkung. Beberapa lama setelah menjabat Amanca Agung, Sira Arya Kuthawaringin membangun istana kepatihan di Gelgel. Diselatan desa Gelgel beliau juga mendirikan tempat pemujaan yang pada zaman itu disebut Kahyangan Dalem Desa yang juga disebut Dalem Jagat dan kemudian lumrah dikenal sebagai Dalem Suci. Di palinggih Gedong Bata pada Kahyangan Dalem Suci yang merupakan tempat pemujaan bagi Sang Amanca Agung itu beliau mensthanakan/memuja Sang Hyang Parama Wisesa dalam prabawanya sebagai Sang Hyang Amurwabhumi. Kahyangan Dalem Suci ini merupakan cikal-bakalnya pura yang kemudian akhirnya dikenal dengan nama Pura Dalem Tugu.

  • Arya Kenceng di Tabanan.
  • Arya Belog di Kaba-kaba.
  • Arya Delancang di Kapal.
  • Arya Belentong di Pacung.
  • Arya Sentong di Carangsari.
  • Arya Kanuruhan di Tangkas.
  • Keriyan Punta di Mambal.
  • Keriyan Jerudeh di Tamukti.
  • Keriyan Tumenggung di Patemon.
  • Arya Demung Wangbang keturunan Kadiri di Kretelangu (Badung).
  • Arya Sura Wangbang keturunan Lasem di Sukahet.
  • Arya Wangbang keturunan Mataram boleh memilih tempat di mana saja.
  • Arya Mekel Cengkerong di Jaranbana.
  • Arya Pemacekan di Bondalem.
1352 – 1380

Dalem Ketut Kresna Kepakisan di Samprangan. Pemerintahan Dalem Ketut Kresna Kepakisan dibantu oleh :

  • Arya Kepakisan sebagai Patih Agung.
  • Arya Kanuruhan sebagai Penyarikan (Sekretaris).
  • Arya Kuthawaringin disamping sebagai Amanca Agung di Gelgel juga
1380

Dalem Samprangan (Dalem Ile) di Samprangan. merangkap sebagai Adhi Patih, Menteri/Pejabat Tinggi Pembantu Terdepan Dalem dan berkedudukan pula sebagai Tumenggung.

Arya Kuthawaringin menurunkan 4 orang putera, yaitu Kyayi Gusti Agung Bandhesa Gelgel, Kyayi Gusti Parembu, Kyayi Gusti Candi dan I Gusti Ayu Waringin (diperistri oleh Dalem Ketut Kresna Kepakisan, melahirkan anak laki tunggal : Ida I Dewa Tegalbesung).

Arya Kuthawaringin lanjut usia, jabatannya diganti oleh putera sulungnya yang bergelar I Gusti Agung Bandhesa Gelgel dengan jabatan Patih Utama.

Arya Kuthawaringin wafat, I Gusti Agung Bandhesa Gelgel bersama seluruh saudara dan sanak keluarganya menyelenggarakan upacara Palebon lanjut dengan Baligia dan Atmapratista-nya. Roh Sucinya disthanakan di palinggih babaturan sebagai Padharman Sira Arya Kuthawaringin di Kahyangan Dalem Suci tersebut diatas.

  • Dalem Ketut Kresna Kepakisan wafat, diganti oleh Dalem Ile.
  • Dalem Ile lalai mengurus negara (kerajaan).
  • Untuk merealisir kaulnya, Dalem Tarukan memerintahkan untuk mencuri Sri Dewi Muter (putri Dalem Ile) untuk dinikahkan dengan Kudha Penandang Kajar (putra Raja Brambangan dari istri penawing, yang dianggap anak oleh Dalem Taruk), namun akhirnya mempelai meninggal akibat tertikam oleh keris Sitandalalang yang datang sendiri ke tempat peraduan penganten.
  • Dalem Ile marah dan memerintahkan untuk menghancurkan Puri Tarukan, namun Dalem Tarukan telah pergi meninggalkan purinya.
  • Kyayi Parembu dua kali diperintahkan untuk mengejar Dalem Tarukan. Pertama dilakukan dengan mengerahkan 200 prajurit, tetapi tidak berhasil. Beberapa tahun kemudian dilakukan pengejaran kedua dengan mengerahkan 40 prajurit terpilih, juga tidak berhasil. Karena malu kembali ke Gelgel/Samprangan, maka beliau bermukim di Bubung Tegeh bersama 20 prajuritnya, sedangkan 20 prajurit lainnya diperintahkan kembali ke Gelgel untuk melaporkan keberadaannya di Bubung Tegeh kepada kakaknya yaityu Kyayi Gusti Agung Bandhesa Gelgel.
  • Kyayi Gusti Agung Bandhesa Gelgel yang sejak Dalem sebelumnya sudah menjabat Patih Utama, kecewa dengan sikap Dalem Ile mengurus negara. Lalu beliau melakukan samadhi (ndwewasraya) di Kahyangan Dalem Suci tempat pemujaan beliau. Tiba-tiba mendengar sabda angkasa yang menyuruh beliau menghadap Ida I Dewa Ketut Ngulesir. Oleh karena itu beliau mengundang para menteri/pejabat kerajaan/bahudanda/ pemuka masyarakat yang sehaluan, lalu bermusyawarah di Kahyangan Dalem Suci, dimana sebelumnya beliau bersamadhi. Permusyawaratan secara aklamasi mendukung langkah yang akan diambil sesuai dengan sabda angkasa itu, lalu disana mereka berikrar (madewasaksi), setelah itu berangkat menuju desa Pandak, karena setelah diselidiki diketahui Ida I Dewa Ketut Ngulesir berada disana.

Dialog di desa Pandak : Kyayi Gusti Agung Bandhesa Gelgel mohon kesediaan Ida I Dewa Ketut Ngulesir untuk menjadi raja menggantikan Dalem Ile seraya mempersilahkan beliau mengambil Istana Kepatihan di Gelgel yang merupakan rumah kediamannya untuk dijadikan Istana Dalem. Akhirnya beliau tidak kuasa untuk menolak, lalu bersama-sama meninggalkan desa Pandak menuju Gelgel.

1383 – 1460

Dalem Ketut Ngulesir (Dalem Ketut Semara Kepakisan) di Gelgel.

  • Ida I Dewa Ketut Ngulesir dinobatkan pada tahun Saka 1305 (1383 M.) dengan gelar Dalem Ketut Smara Kepakisan, berkedudukan di Gelgel yang kemudian bernama Swechalinggarsapura.
  • I Gusti Agung Bandhesa Gelgel, Patih Utama, menyerahkan purinya (Istana Kepatihan) kepada Dalem Ketut Smara Kepakisan untuk dijadikan Istana Dalem di Gelgel, kemudian beliau pindah/membangun Istana Kepatihan yang baru lengkap dengan Pamrajannya yang berlokasi di sebelah selatan Istana Kepatihan terdahulu yang sudah menjadi Istana Dalem atau di sebelah utara Kahyangan Dalem Suci tempat pemujaan beliau, yaitu di tegalan Abyan Kawan yang ditanami pohon kelapa. Sejak itu lalu beliau juga bergelar Kyayi (I Gusti) Kubontubuh atau Kyayi (I Gusti) Klapodhyana.
  • Pamrajan dari Istana Kepatihan yang baru ini diyakini merupakan Mrajan yang diwariskan kepada pratisentananya hingga sekarang yang sesuai Ketetapan Pesamuan Pusat Khusus Pratisentana Sira Arya Kubontubuh Propinsi Bali No. I/PPK-PSAK/2004 tanggal 25 Januari 2004 disebut Pura Mrajan Kawitan Pratisentana Sira Arya Kubontubuh.
  • Atas keinginan/restu Dalem Ketut Smara Kepakisan dan didukung oleh para arya, dibangunlah palinggih Tugu sebagai sthana Sang Hyang Tugu (Sang Hyang Ghanapati), sebagai saksi dunia. Tugu tersebut dibangun di sebelah utara palinggih Meru Tupang Tiga di Kahyangan Dalem Suci dimana sebelumnya dilakukan ikrar (madewasaksi) atas kemufakatan untuk menjemput Ida I Dewa Ketut Ngulesir ke desa Pandak. Setelah dibangunnya palinggih Tugu tersebut Kahyangan Dalem Suci itu hingga kini lebih dikenal dengan nama Pura Dalem Tugu.
  • Kiyai Klapodyana pernah berselisih dengan Pangeran Nyuh Aya, karena putrinya (I Gusti Ayu Adi) dikawini oleh Kyayi Klapodyana. Kaum bangsawan dan Warga Pasek memihak Kyayi Klapodyana, dan perselisihan berhasil didamaikan oleh Dalem setelah membaca Candri Sawalan (dua keping perunggu bertuliskan huruf Majapahit).
  • Atas perintah Dalem Ketut Semara Kepakisan, Kyayi Klapodhyana ke Brambangan untuk membunuh macan selem (harimau hitam) yang menggangu disana dengan senjata tulup “Ki Macan Guguh” memakai peluru “Batur Gumi”.
  • Dalem Ketut Smara Kepakisan mengingatkan dengan sangat agar Kyayi Gusti Klapodhyana memugar dan mangupapira Pura Dalem Tugu dengan segala upacara sebagaimana mestinya. Pada saat pemugaran itu, Kyayi Gusti Klapodyana memugar palinggih yang semula masih berbentuk babaturan menjadi Meru tumpang Tiga yang dibangun di sebelah utara palinggih Gedong Bata, di sebelah selatan palinggih Tugu.
  • Kyayi Klapodyana mendapat anugrah Aji Purana dan ditugasi untuk memelihara (ngempon) serta menghaturkan Pujawali di Pura Tugu.
  • Kyayi Klapodhyana menyuruh Kyayi Nyuh Aya nyungusung Aji Purana tersebut serta menyimpan di pamerajan rumahnya.
  • Kyayi Klapodyana berpesan kepada Kyayi Nyuh Aya dan semua keluarganya sbb : (1) setiap pujawali di Pura Tugu, Aji Purana agar diiring (tuwur) ke Pura Tugu, dan bila Pujawali telah berakhir agar kembali disimpan di Nyuh Aya; (2) dilarang mengingkari perjanjian, dan bila salah satu tidak menepati janji, maka seketurunan keluarga masing-masing akan dikutuk oleh Bathara Brahma dan tidak memperoleh keselamatan.
  • Setelah gagal upaya damai dan penyerangan ke-1 yang berturut-turut telah dilakukan untuk membawa putera-putera Dalem Tarukan menghadap Dalem di Gelgel, Dalem Ketut Smara Kepakisan menugaskan I Gusti Kubontubuh memimpin laskar Gelgel menyerang desa-desa tempat putera-putera Dalem Tarukan bermukim, perang seru terjadi, akhirnya putera-putera Dalem Tarukan menyerah dan tunduk kepada titah Dalem untuk menghadap Dalem di Gelgel.
  • Sejak saat itu Kyayi Parembu, yang bermukim di desa Bubungtegeh yang termasuk salah satu dari desa-desa dimana putera-putera Dalem Tarukan bermukim, pada saat-saat tertentu pulang kembali ke Gelgel, ikut bersama-sama sanak keluarganya di Gelgel memelihara dan menyelenggarakan upacara keagamaan sebagaimana mestinya di Kahyangan tempat pemujaannya dahulu yaitu Pura Dalem Tugu.
1460 – 1550

Dalem Watu Ra Enggong, di Gelgel. Para pejabat yang membantu adalah sbb :

  • Kyayi Batan Jeruk sebagai Perdana Menteri terkemuka.
  • Kyayi Pinatih sebagai Patih.
  • Kyayi Brangsingha sebagai sekretaris.
  • Kyayi Klapodyana karena sudah lanjut usia, maka digantikan oleh putranya yang bernama Kyayi Lurah Abian Tubuh dan menjabat sebagai patih, sedangkan adiknya Kyayi Lurah Karang Abiyan menjabat sebagai Bandhesa berpangkat Demung.
  • Kyayi Lurah Abian Tubuh wafat digantikan oleh putra satu-satunya bernama Kyayi Lurah Kubon Kelapa dengan jabatan Adhi Patih. Atas desakan Kyayi Poh Tegeh, Kyayi Lurah Kubon Kelapa memanggil Kyayi Tabehan Waringin (cucu Kyayi Parembu) yang menetap di Bubung Tegeh untuk mengadakan pertemuan kekeluargaan. Dalam pertemuan tersebut Kyayi Tabehan Waringin al. mempermaklumkan bahwa ayahandanya Kiyayi Wayahan Kuthawaringin telah membangun Parhyangan di Waringin sebagai tempat pemujaan leluhur.
  • Kyayi Wayahan Parembu putra sulung dari Kyayi Tabehan Waringin memperbaiki Pura Waringin tersebut.
  • Dalem Watu Ra Enggong sebelum moksa telah memberikan panugrahan kepada para Arya tentang tata cara pengabenan.
1550 – 1580

Dalem Pemayun Bekung, di Gelgel.

  • Kyayi Lurah Kubon Tubuh menjadi Patih Utama menggantikan ayahandanya yang sudah lanjut usia.
  • Kyayi Batan Jeruk bersama I Dewa Anggungan memberontak, dibantu oleh Kriyan Pande dan Kriyan Toh Jiwa pada tahun 1556, sehingga Dalem Pemayun Bekung dan adiknya (Ida I Dewa Anom Dimade Sagening) ditahan di dalam Keraton Gelgel.
  • Kyayi Kubon Kelapa dan Kyayi Lurah Kubon Tubuh (putranya) sebagai pelopor pembebasan Dalem Pemayun Bekung dan adiknya (Ida I Dewa Anom Dimade Sagening), dengan jalan menjebol tembok keraton melalui rumah Keriyan Penulisan, untuk selanjutnya dibawa ke rumah Keriyan Lurah Kubon Tubuh di Pekandelan, dibantu oleh Kriyan Dauh Nginte, Keriyan Pinatih, Keriyan Anglurah Tabanan, Keriyan Tegeh Kori, Kriyan Kabakaba, Kriyan Buringkit, Kriyan Pering, Kriyan Cagahan, Kriyan Sukahet, dan Kriyan Brangsinga.
  • Kyayi Batan Jeruk akhirnya kalah dikejar oleh para prajurit dan rakyat yang dipimpin oleh Kriyan Nginte dan Kyayi Lurah Kubon Tubuh dan dibunuh di Bungaya.
  • I Dewa Anggunan menyerah dan kastanya diturunkan menjadi Sang Anggunan.
  • Kriyan Pande menyerah, sedangkan Kriyan Toh Jiwa dibunuh oleh Kriyan Nginte.
  • Dalem Pemayun Bekung tetap menjadi raja dan Kriyan Nginte menggantikan jabatan Kyayi Batan Jeruk sebagai Patih.
  • Kriyan Pande memberontak terhadap Dalem Pemayun Bekung, akibat Dalem Pemayun Bekung lalai dalam memegang pemerintahan dan karena pemerintahan dikuasakan kepada Kriyan Nginte bersama-sama Kriyan Pinatih dan Kyayi Lurah Kobon Tubuh beserta Menteri-Menteri seluruhnya, sedangkan Ida I Dewa Anom Dimade diangkat sebagai Raja Muda.
1580 – 1665

Dalem Anom Dimade Sagening, di Gelgel.

  • Putra Kriyan Nginte yang bernama Kriyan Agung Widya menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Pemuka Tanda Manteri, sedangkan adiknya Kriyan Kaler Pranawa menjabat sebagai Demung.
  • Kyayi Lurah Abiyan Tubuh dan Kyayi Lurah Madya Karang, keduanya menjabat Patih Muda menggantikan ayahnya Kyayi Lurah Kubon Tubuh yang sudah lanjut usia
1665

Dalem Anom Pemayun, di Gelgel.

  • Kyayi Lurah Madya Karang diangkat menjadi Maha Patih dan Kyayi Lurah Abiyan Tubuh diangkat sebagai Patih Utama.
  • Pejabat lainnya adalah : Kriyan Tangkas sebagai Patih Muda dan Kriyan Brangsinga sebagai Sekretaris.
  • Semua Catur Tanda Manteri dan seluruh Pasek Bandhesa dikembalikan kepada tugasnya semula. Akibat banyak orang yang kehilangan jabatan timbullah keresahan.
  • Beberapa bulan setelah Dalem Anom Pemayun bertahta, Kriyan Agung Maruti atas persetujuan adiknya Dalem (Ida I Dewa Dimade), memberontak kepada Dalem, yang dikenal dengan pemberontakan Maruti Ke-I.
1665

Dalem Anom Pemayun, di Purasi, kemudian pindah ke Tambega.Dari Purasi beliau memerintah Kerajaan Singharsa yang wilayahnya meliputi :

-Timur : Tukad Telagawaja.

– Utara : Ponjok Batu.

  1. Kriyan Madya Karang beserta putra-putranya semua, Kriyan Tangkas beserta keturunannya, dan Kriyan Brangsinga menjadi pelopor, pembela/pengawal perjalanan Dalem Anom Pemayun ke Purasi.
  2. Penugasan Dalem Anom Pemayun setelah berkedudukan di Purasi adalah sbb :
    • Kyayi Madya Karang tetap sebagai Kepala Para Menteri, dengan tugas :
    • Memikirkan pemerintahan Singharsa.
    • Menugaskan seluruh Pasek, Bendhesa untuk memimpin di desa-desa
    • Para Arya yang ikut akan diberi jabatan.
    • Menugaskan putra-putra Kyayi Madya Karang untuk mengatasi keamanan di desa-desa sbb :
    • I Gusti Wayan Tubuh di Bugbug.
    • I Gusti Gede Tubuh di Tulamben.
    • I Gusti Wayan Karang di Tianyar.
    • I Gusti Made Karang di Purasi.
    • I Gusti Abiyan Tubuh di Sengkidu.
    • Kyayi Madya Karang bersama putranya I Gusti Made Karang, mengikuti Dalem Anom Pemayun pindah dari Purasi ke Tambega.
    • Kyai Madya Karang lebih dahulu wafat dari Dalem Anom Pemayun dan dipelebon oleh putra-putranya yang dipimpin oleh I Gusti Gede Tubuh yang berkuasa di Tulamben.


Sumber

I Made Pageh Suardhana
Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Pasemetonan Pratisentana Sira Arya Kubontubuh-Kuthawaringin Masa Bakti 1998-2003 dan 2003-2008
Mantan Ketua I 1983-1988, 1988-1993, 1993-1998 dan Ketua Pelaksana Pesamuan Keluarga Besar Kubontubuh se Bali pada tanggal 22 Mei 1983 yang melahirkan organisasi Pasemetonan Pratisentana Sira Arya Kubontubuh-Kuthawaringin.



Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga