Sejarah (Babad) Raja-raja dan Para Arya Bali Kuno


 

Para Arya (Ksatria ) di Bali

 

Arya adalah para ksatria yang dari sejak dahulu saat jaman kerajaan para arya ini disebutkan merupakan orang – orang yang terhormat, mulia, terpandang dan terdidik.

Dalam sejarahnya memang penggunaan gelar Arya itu menjadi semakin meluas setelah jatuhnya Kerajaan Kadiri ke tangan pasukan Majapahit. Sejak jatuhnya Kerajaan Kadiri, keturunan Sri Jayakatwang dan orang-orang Kerajaan Kadiri tidak lagi memperoleh kepercayaan. Semua pejabat yang semula dipegang orang-orang Kadiri diganti dengan orang-orang Majapahit. Raja Kadiri Sri Sastrajaya (tahun 1258-1271M) yang kedudukannya diganti oleh Jayakatwang turut menerima kekalahan itu dan mendapatkan gelar baru sebagai Arya Kadiri dan lazim disebut Ksatriyeng Kadiri atau Ariyeng Kadiri. Semua keturunan dan sanak saudaranya juga memperoleh gelar atau julukan yang sama.

Gelar Arya atau Ksatria itu tidak saja diberlakukan bagi keturunan Raja Kadiri, tetapi juga bagi keturunan bekas Kerajaan Kahuripan. Karena itu disamping Arya Kadiri ada pula Arya Kahuripan. Ada Kesatiyeng Kadiri ada Kesatriyeng Kahuripan. Tidak itu saja, mantan Raja-raja dan keturunannya dari kerajaan-kerajaan kecil bekas daerah kekuasaan Kerajaan Kadiri maupun Kahuripan pun memperoleh gelar atau julukan yang sama.

Gelar Arya diberikan juga kepada mereka yang kawin nyeburin (nyentana) dengan keturunan Kesatriyeng Kahuripan yang sudah menyandang gelar Arya. Misalnya Ida Bang Banyak Wide (wangsa Brahmana) yang kawin nyentana dengan Ni Gusti Ayu Pinatih putra Arya Beleteng (wangsa Arya) beralih kewangsaannya dari Brahmana menjadi Arya. Itulah sebabnya mengapa Ida Bang Banyak Wide menurunkan wangsa Arya Wang Bang Pinatih atau I Gusti Pinatih.

Di Bali, kata Arya yang berarti juga ksatria ini diterjemahkan menjadi Gusti. Bahkan keturunan para Arya sendiri semisal Pangeran, Kiyai dan lain-lain diberi julukan yang sama yaitu Gusti. Tidak jelas kapan julukan Gusti termaksud diberlakukan, namun dapat diduga ada keterkaitannya dengan gelar para Raja Bali yang oleh pemerintah colonial Belanda diatur berdasarkan Staatblad No. 226 tanggal 1juli 1929. Ketika itu Raja-raja Bali diberi gelar Cokorda, anak Agung atau I Dewa Agung. Dari sinilah rupanya gelar atau sebutan Gusti itu menunjukkan jati dirinya sebagai pengganti kata Arya, Kiyai atau Pangeran.

Sebelum Patih Gajah Mada meninggalkan Pulau Bali, semua Arya dikumpulkan untuk diberikan pengarahan tentang pengaturan pemerintahan, ilmu kepemimpinan sampai pada ilmu politik “ Raja Sesana dan Nitipraja” yang mana tujuannya agar para Arya tersebut nantinya dapat mempersatukan dan mempertahankan Pulau Bali sebagai daerah kekuasaan Majapahit. Penempatan para arya diatur sebagai berikut :

  1. Arya Kenceng diberikan kekuasaan di daerah Tabanan dengan rakyat 40.000 orang
  2. Arya Kutawaringin diberikan kekuasaan di Gelgel dengan rakyat 5.000 orang
  3. Arya Sentong diberikan kekuasaan di Pacung dengan rakyat 10.000 orang
  4. Arya Belog diberikan kekuasaan di Kaba Kaba dengan rakyat 5000 orang
  5. Arya Beleteng diberikan kekusaan di Pinatih
  6. Arya Kepakisan diberikan keuasaan di daerah Abiansemal
  7. Arya Binculuk diberikan kekauasaan di daerah Tangkas

Demikianlah penempatan para Arya di Bali, setelah itu Patih Gajah Mada, Arya Damar dan Pasung Grigis kembali ke Majapahit dengan disertai 30.000 orang prajurit. Arya Damar telah meninggalkan Pulau Bali namun putra putra beliau yaitu Arya Kenceng, Arya Delancang dan Arya Tan Wikan (purana Bali dwipa lembar 11a) ditinggalkan di Bali untuk mengawasi Pulau Bali dari kemungkinan timbulnya pemberontakan dari orang orang Bali Aga.

Setelah menempuh 20 hari perjalanan sampailah Patih Gajah Mada dan rombongan di Majapahit dan langsung menghadap Ratu Tribhuwana Wijaya Tunggadewi untuk melaporkan hasil penyerbuan ke Pulau Bali yang berhasil dengan gilang gemilang. Sebagai tanda jasa maka semua Arya yang ikut serta dalam ekspedisi tersebut diberikan tanda jasa termasuk Ki Kuda Pengasih diangkat menjadi adipati di Pulau Madura.

 

Arya Belog (Arya Pudak)

Dalam Babad Arya Sentong yang dipetik dari Babad Usana Jawa menjelaskan bahwa jaman dahulu ada seorang raja Kauripan yang bernama Sri Aji Jayabaya memiliki putra diantaranya Ratu Dandang Gendis, Sri Arya Kauripan dan Arya Darma. Sri Arya Darma inilah yang menurunkan Arya Belog.

Arya Darma memiliki tujuh orang putra diantaranya Arya Damar, Arya Sentong, Arya Baletang, Arya Belog, Ary Kutawaringin, Arya Kepakisan, dan Arya Benculuk.

Sementara dalam Babad Sad Arya dijelaskan bahwa Arya Belog juga disebut Arya Pudak seperti yang tertulis dalam prasasti di Jawa.

Lalu apakah Arya Belog dan Arya Tan Wikan adalah sama?

Mengenai Arya Tan Wikan adalah hal yang keliru karena dalam buku Babad manapun tidak ada istilah Arya Tan Wikan. Karena Arya Belog dalam logat Jawa dibaca Arya Belok lawan kata Arya Kenceng.

Apakah anda ingin tahu siapa saja anak-anak dari Arya Belog? Pada jaman dahulu ada istilah meminjam istri. Anda pasti heran mendengarnya. Konon masih dalam Babad Sad Arya dikisahkan bahwa istrinya Arya Belog pernah dipinjam oleh seorang raja yang bernama Dalem Gelgel Ile atau Dalem Samprangan sampai melahirkan seorang putra yang bernama Arya Anglurah Kaba-Kaba.

Kenapa dikatakan belog?

Mungkin dikatakan belog karena tidak mau jadi raja lebih memilih menjadi brahmana, atas dasar tersebut maka istri beliau di pinjam sama raja gelgel Dalem ile saat itu dan melahirkan anak Arya Anglurah Kaba kaba yang menjadi raja kaba-kaba.

Sementara dari warih arya belog sendiri menurunkan empat Sentana dalam lontar di puri Kaba Kaba yaitu Nyambuan, Nyuhan, Aseman dan Keladian. Kalau putri Arya Belog adalah dua orang yaitu satu putrinya Nyukla Brahmacari di Batur dan satu lagi menjadi permaisuri di Puri Mengwi.

Disini banyak sekali versi yang menyebutkan arya belog dalam artian “bodoh” atau tidak berguna namun sesugguhnya Arya Pudak di beri gelar Belog itu dalam artian bahasa jawa kuno yang artinya Wikan dan Sakti terbukti dengan keris Pudak Setegal mampu membuat kerajaan Gelgel betahan.

Ciri ciri Arya Pudak atau Arya Belog adalah manusianya sudah pasti Wikan namun rendah diri selalu mengalah. Nah kalau anda tidak percaya, coba datang ke Puri Saren Kelod Kaba Kaba atau langsung buktikan ke Puri Gelgel seperti apa diperlakukan Arya Belog dalam lontar disebutkan keturunan Arya Belog di Kaba Kaba tidak akan Memada-Mada apabila upacara Ngaben bisa sama dengan puri Gelgel karena ibunya jadi satu. Sebagai bukti pura Batur Kaba Kaba memiliki 2 meru yang tingginya sama.

Satu-satunya keturunan Airlangga yang sangat tekun dalam menjalankan kesucian diri hanya Arya Pudak dimana ujian pertamanya adalah Dalem Ile, namun karena ketekunan dan keteguhan dirinya menjalankan kebrahmanaan maka istrinya diterima kembali menjadi pendampingnya dan beliau mendapatkan sentana 6 dan di berikan wilayah oleh Arya Anglurah Kaba Kaba yang beliau pelihara sendiri di Padukuhanya bersama istrinya yang setIa. Sedauh Rurung desa Kaba Kaba terbukti Nyambuan dari utara kemudian Nyuhan, dan Aseman karena memberontak pindah ke Abiyan Semal dan begitu pula adik beliau dari keturunan kedua Bringkit yang sekarang tinggal di Beringkit.

 

Arya Kenceng

Arya Kenceng adalah Pendiri Kerajaan Pucangan/Buwahan, seorang kesatria dari Majapahit yang turut serta dalam ekspedisi penaklukan Bali bersama Mahapatih Gajah Mada. Banyak versi mengenai keberadaan Arya Kenceng, dalam beberapa babad, misalnya Babad Arya Tabanan, dinyatakan bahwa Arya Kenceng adalah adik dari Arya Damar, yang lain mencatat Arya Kenceng identik dengan Arya Damar, dan beberapa naskah lontar menyatakan beliau adalah anak dari Arya Damar.
Adwaya Brahman Shri Tinuheng Pura ( Beliau yang di hormati di Singasari & Majapahit ) beristrikan Dar Jingga ( Sira Alaki Dewa / beliau yang bersuami seorang Dewa ), berputra :

  1. Raden Cakradara (suami Tribhuwana Tungga Dewi)
  2. Arya Damar / Adityawarman Raja Palembang
  3. Arya Kenceng
  4. Arya Kuta Wandira
  5. Arya Sentong
  6. Arya Belog (arya tan wikan)

Kembali diceritakan lagi, tentang para ksatria enam bersaudara itu. 

  1. Yang sulung bernama Raden Cakradara, alangkah tampan dan sempurna wajahnya, tinggi ilmunya, cerdas dan bijaksana, bajik prilakunya, banyak pengetahuannya, pemberani dan mahir dalam pertempuran. Di dalam sayembara beliau terpilih untuk dijadikan suami oleh sang raja putri Bra Wilwatikta ( raja Majapahit ) yang ketiga. Setelah menikah beliau bergelar Sri Kerta Wardana.
  2. Adapun yang kedua banyak nama beliau, Sirarya Damar, Arya Teja, Raden Dilah, Kyayi Nala. Demikian jumlah namanya. Jabatannya ‘Dyaksa’, perintahnya selalu ditaati, bagaikan singa keberanian beliau.
  3. Yang ketiga bernama Sirarya Kenceng, terkenal tentang keganasannya, keberaniannya ibarat harimau.
  4. Yang keempat Sirarya Kuta Waringin.
  5. Yang kelima Sirarya Sentong,
  6. Serta yang keenam Sirarya Belog,

Semuanya itu pandai bersilat lidah, bagaikan kelompok gandara prilaku mereka. Kelima para arya itu menjadi pejabat penting (bahudanda) mengabdikan diri dibawah Sri Maha Rajadewi Wilatikta ( Majapahit ).

Setelah Kerajaan Bedulu ditaklukan oleh raja Kerajaan Majapahit Ratu Tribhuwana Tungga Dewi, Selanjutnya Gajah Mada membagi daerah kekuasaan kepada beberapa Arya, salah satunya Arya Kenceng diberikan memimpin daerah Tabanan yang Kerajaannya berada di Pucangan/Buahan Tabanan, dengan rakyat sebanyak 40.000 orang dengan batas wilayah sebagai berikut:

  • Batas Timur: Sungai Panahan
  • Batas Barat: Sungai Sapwan
  • Batas Utara: Gunung Batukaru
  • Batas Selatan: Daerah Sanda, Kerambitan, Blumbang, Tanggun Titi dan Bajra

Pada tahun 1343 M beliau membuat istana disebuah desa yang bernama Desa Pucangan atau Buwahan, lengkap dengan Taman Sari di sebelah Tenggara Istana. Beliau memerintah dengan bijaksana sehingga keadaan daerah Tabanan menjadi aman sentosa.
Arya Kenceng mengambil istri putri keturunan brahmana yang bertempat tinggal di Ketepeng Reges yaitu suatu daerah di Pasuruan yang merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit. brahmana tersebut memiliki tiga putri:

  1. putri yang sulung diperistri oleh DalemKetut Sri Kresna Kepakisan dari Puri Samprangan
  2. putri ke dua diperistri oleh Arya Kenceng
  3. putri yang bungsu diperistri oleh Arya Sentong.

Arya Kenceng sebagai kepala pemerintahan di daerah Tabanan bergelar Nararya Anglurah Tabanan, sangat pandai membawa diri sehingga sangat disayang oleh kakak iparnya Dalem Samprangan. Dalam mengatur pemerintahan beliau sangat bijaksana sehingga oleh Dalem Samprangan beliau diangkat menjadi Menteri Utama. Karena posisi beliau sebagai Menteri Utama, maka hampir setiap waktu beliau selalu berada disamping Dalem Samprangan. Arya Kenceng sangat diandalkan untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi oleh Dalem Samprangan.

Mengingat jasa Arya Kenceng tersebut maka Dalem Samprangan bermaksud mengadakan pertemuan dengan semua Arya di Bali. Dalam pertemuan tersebut DalemSamprangan menyampaikan maksud dan tujuan pertemuan tersebut tiada lain untuk memberikan penghargaan kepada Arya Kenceng atas pengabdiannya selama ini.

“Wahai dinda Arya Kenceng, demikian besar kepercayaanku kepadamu, aku sangat yakin akan pengabdianmu yang tulus dan ikhlas dan sebagai tanda terima kasihku, kini aku sampaikan wasiat utama kepada dinda dari sekarang sampai seterusnya dari anak cucu sampai buyut dinda supaya tetap saling cinta mencintai dengan keturunanku juga sampai anak cucu dan buyut. Dinda saya berikan hak untuk mengatur tinggi rendahnya kedudukan derajat kebangsawanan (catur jadma), berat ringannya denda dan hukuman yang harus diberikan pada para durjana. Dinda juga saya berikan hak untuk mengatur para Arya di Bali, siapapun tidak boleh menentang perintah dinda dan para Arya harus tunduk pada perintah dinda. Dalam tatacara pengabenan atau pembakaran jenasah (atiwatiwa) ada 3 upacara yang utama yaitu Bandhusa, Nagabanda dan wadah atau Bade bertingkat sebelas. Dinda saya ijinkan menggunakan Bade bertingkat sebelas. Selain dari pada itu sebanyak banyaknya upacara adinda berhak memakainya sebab dinda adalah keturunan kesatriya, bagaikan para dewata dibawah pengaturan Hyang Pramesti Guru. Demikianlah penghargaan yang kanda berikan kepada adinda karena pengadian dinda yang tulus sebagai Mentri utama.”

Arya Kenceng, Raja Tabanan I Berputra:

  1. Dewa Raka/Magada Prabu.
  2. Dewa Made/Megada Nata
  3. Kiayi Tegeh Kori Asal Wangsa Tegeh Kori.
  4. Nyai Tegeh Kori/Sri Menawa

Dewa Raka/Magada Prabu

Beliau tidak berminat menjadi raja, melaksanakan kehidupan kepanditaan dan mengangkat 5 orang anak asuh (putra upon-upon):

  1. Ki Bendesa Beng
  2. Ki Guliang di Rejasa
  3. Ki Telabah di Tuakilang
  4. Ki Bendesa di Tajen
  5. Ki Tegehan di Buahan

Kiayi Tegeh Kori Asal Wangsa Tegeh Kori.

Merupakan Putra kandung dari Arya Kenceng yang beribu dari desa Tegeh di Tabanan bukan putra Dalem yang diberikan kepada Arya Kenceng, Beliau membangun Kerajaan di Badung, diselatan kuburan Badung (Tegal) dengan nama Puri Tegeh Kori (sekarang bernama Gria Jro Agung Tegal), karena ada konflik di intern keluarga maka beliau meninggalkan puri di Tegal dan pindah ke Kapal. Di Kapal sempat membuat mrajan dengan nama “Mrajan Mayun” yang sama dengan nama mrajan sewaktu di Tegal, dan odalannya sama yaitu pada saat “Pagerwesi”. 

Dari sana para putra berpencar mencari tempat. Kini pretisentananya (keturunannya) berada di Puri Agung Tegal Tamu, Batubulan, Gianyar dan Jero Gelgel di Mengwitani(Badung), Jro Tegeh di Malkangin Tabanan, Jero Batubelig di Batubelig. Dan dalam babad perjalanan Kiyai Tegeh (Arya Kenceng Tegeh Kori) tidak pernah membuat istana ataupun pertapaan di Benculuk atau sekarang di sebut Tonja. Di Puri Tegeh Kori beliau berkuasa sampai generasi ke empat. Adapun putra -putra dari Arya Kenceng Tegeh Kori IV Adalah:

  1. Kyai Anglurah Putu Agung Tegeh Kori. 
  2. Kyai Anglurah Made Tegeh
  3. Nyai Ayu Mimba/Nyai Ayu Tegeh (Beliau yang menikah Ke Kawya Pura /Puri Mengwi)

Kyai Anglurah Putu Agung Tegeh Kori ( setelah dari Kapal kemudian membangun puri di Tegal Tamu, Gianyar, dengan nama Puri Agung Tegal Tamu ( Tamu dari Tegal ). Beliau berputra :

  1. I Gusti Putu GelGel. Magenah ring ( bertempat tinggal di ) : Jro Gelgel di Mengwitani Badung, Yeh Mengecir Jembrana dan Jro Tegeh di Malkangin Tabanan
  2. I Gusti Putu Mayun. Magenah ring Jro Batu Belig ,Batubelig dan Cemagi
  3. I Gusti Ketut Mas. Magenah ring Klusa
  4. Kyai Anglurah Made Tegeh. Magenah ring Perang Alas( Lukluk Badung), Pacung ( Abian semal ) dan Dencarik ( Buleleng )
  5. I Gusti Nyoman Mas. Magenah ring Kutri
  6. I Gusti Putu Sulang. Magenah ring Sulang
  7. I Gusti Made Tegeh. Magenah ring Mambal, Sibang, Karang Dalem
  8. I Gusti Mesataan. Magenah ring Sidemen
  9. I Gusti Putu Tegeh. Magenah ring Lambing, Klan, Tuban
  10. I Gusti Ketut Maguyangan. Magenah ring Desa Banyu Campah
  11. I Gusti Gede Tegeh. Magenah ring Plasa ( Kuta )
  12. I Gusti Abyan Timbul. Magenah ring Abian Timbul
  13. I Gusti Putu Sumerta. Magenah ring Sumerta

Versi babad lainnya, Kyai Tegeh Kori adalah putera Dalem yang diberikan kepada Arya Kenceng untuk dipersaudarakan dengan putera kandungnya. Oleh karena pada saat Dalem berbusana kebesaran dihadap oleh para Menteri, puteranya ini merangkak, menaiki punggung sampai ke bahu Dalem. Menurut Lontar Raja Niti Sang Pandita, putera ini melakukan kesalahan dan harus dipisahkan. Di dalam prasasti Dalem Bali tersirat: ‘Tegehkuri Arya Kenceng Pwasira’.
Arya Kenceng karena telah lanjut usia, akhirnya beliau wafat dan dibuatkan upacara pengabenan (palebon) susuai dengan anugrah Dalem Samprangan yaitu boleh menggunakan bade bertingkat sebelas yang diwariskan hingga saat ini. Adapun roh sucinya (Sang Hyang Dewa Pitara) dibuatkan tugu penghormatan (Peliggih) yang disebut “Batur/Batur Kawitan” dan disungsung oleh keturunan beliau hingga saat ini dan selanjutnya. selanjutnya Raja Tabanan I (Arya kenceng) digantikan oleh putra kedua beliau Dewa Made/Megada Nata.


Babad dari Arya Tabanan, adalah tulisan dari lontar kuno yang dapat ditemukan di Puri (keraton) di Tabanan, seperti Puri Gede Kerambitan dan Puri Anom Tabanan.
Babad ini menceritakan awal ekspedisi Majapahit ke Bali yang dipimpin oleh Mahapatih Gajah Mada dan Arya Dhamar (Adityawarman). Dalam babad ini disebutkan ada kesatriya keturunan kediri yang bersaudara : Raden Cakradara (suami Tribhuwana), Arya Damar (Adityawarman), Arya Kenceng, Arya Kuta wandira, Arya Sentong, Arya Belog.

Masing-masing kesatria ini memimpin pasukannya menyerang dari segala penjuru mata angin. Diceritakan setelah Bali berhasil ditaklukan, Arya Damar kembali ke majapahit, kemudian diangkat sebagai Raja di Palembang. Adik-adik beliau ditempatkan sebagai raja di masing-masing daerah di Bali seperti Arya Kenceng di Tabanan, Arya Belog di Kaba-kaba dan sebagainya.

Keturunan dari Raja tabanan, kemudian mendirikan kerajaan Badung (Denpasar) yang terkenal dengan perang Puputan Badung melawan kolonial Belanda. Babad ini juga menceritakan kejadian-kejadian penting dan suksesi raja-raja Tabanan, dari Raja Pertama (Ida Bhatara Shri Arya Kenceng) sampai raja Tabanan yang terakhir (Ida Cokorda Rai Perang) yang tewas muput raga (menusuk diri sendiri) di Denpasar pada tahun 1906 karena tidak mau tunduk kepada Belanda, Putra mahkota Raja Tabanan KI Gusti Ngurah Gede Pegeg, juga ikut mengakhiri dirinya bersama ayah beliau.

Sehingga di Puri Agung Tabanan kemudian hanya tersisa 2 dua orang Putri Raja dari permaisuri yakni Sagung Ayu Oka dan Sagung Ayu Putu, yang kemudian keduanya pindah dan menetap di Puri Anom Tabanan, karena Puri Agung Singasana Tabanan dibakar habis oleh Belanda.

Sagung Ayu Oka kemudian menikah dengan Kramer seorang Klerk Kontrolir Belanda, dan Sagung Ayu Putu menikah dengan Ki Gusti Ngurah Anom, di Puri Anom Tabanan. Demikian Riwayat akhir dari Puri Agung Singasana Tabanan.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Blog Terkait