Sejarah (Babad) Raja-raja dan Para Arya Bali Kuno


 

Arya Wang Bang Pinatih

Diceritakan, masa kejayaan Kerajaan Kerthalangu berakhir karena adanya serangan sekawanan semut. Peristiwa itu terjadi setelah Kiyai Anglurah Agung Pinatih bertemu dengan seorang warganya bernama Dukuh Sakti Pahang. Dia dikenal sebagai ahli dalam ilmu sastra yang mahautama dan paham tentang Catur Kamoksan atau empat jalan moksa dan falsafah menuju kematian atau tattwa pati. Tujuan kedatangannya ke istana Kerthalangu untuk berpamitan kepada raja, karena akan segera pulang ke sorga melalui jalan moksa, yang dipahami oleh masyarakat Bali sebagai mati tanpa meninggalkan jasad.

Kiyai Anglurah Agung Pinatih tidak percaya ada orang yang bisa mati dengan moksa. Ia membandingkan Dukuh Sakti dengan dirinya sendiri. Sebagai penguasa yang banyak memiliki rakyat dan kokoh membangun kebaikan ternyata tak bisa melakukan moksa. Dia pun menantang Dukuh Sakti. Jika dia benar-benar bisa moksa, maka dirinya akan berhenti menjadi penguasa negara Badung. Dukuh Sakti meminta dengan sangat hormat supaya Raja Kerthalangu mencabut sumpahnya itu, karena dirinya memang benar memiliki kemampuan melakukan moksa. Akan tetapi permintaan itu tak diindahkan oleh Kiyai Anglurah Agung Pinatih. Dia tetap menantang Dukuh Sakti untuk melakukan moksa yang akan disaksikan oleh rakyatnya.

Kiyai Anglurah Agung Pinatih kalah dalam ‘pertaruhan’ ini. Dukuh Sakti itu terbukti mampu moksa. Sesudah satu bulan tujuh hari berlalu, dia didatangi oleh semut yang muncul dari atas dan bawah tempat tinggalnya. Dengan adanya peristiwa itu, dia mengajak para istri, putra, dan cucunya pergi meninggalkan istana Kerthalangu menuju Pura Dalem Paninjoan. Kemana pun dia pindah tempat tinggal, semut-semut selalu datang menyerangnya. Terakhir, dia mengajak keluarganya pindah ke Huruk Mangandang yang juga disebut Pucung Bolong. Di sini mereka membangun tempat pemujaan yang sekarang disebut Pura Penataran Agung Pinatih, di Puri Tulikup. Sekarang dikenal dengan nama Desa Tulikup. Generasi penerus Kiyai Anglurah Agung Pinatih menyebut diri sebagai Arya Wang Bang Pinatih dan warganya tersebar hampir di seluruh Bali.

Cerita rakyat tersebut di atas dapat dijadikan sebagai pintu masuk untuk menjelaskan leluhur Kiyai Anglurah Agung Pinatih dengan cara menjelajahi masa lampaunya. Dikisahkan, leluhur Klan Arya Wang Wang Pinatih dimulai dari zaman Kerajaan Airlangga di Jawa Timur. Disebutkan, dari hasil perkawinan Mpu Bahula dengan Dyah Ratna Manggali –tokoh utama dalam cerita Calonarang– lahir enam orang yakni Mpu Tantular, Mpu Siwa Bardu, Dewi Amerta Jiwa, Dewi Amerta Manggali, Dewi Adnyani, dan Dewi Dwararika.42
Pelacakan leluhur Arya Wang Bang Pinatih dimulai dari Mpu Tantular. Dia memiliki lima orang anak, yakni Danghyang Panawasikan tinggal di Pasuruan, Danghyang Siddhimantra, Danghyang Smaranatha, Danghyang Kepakisan, dan Mpu Jiwa Raga.

Danghyang Smaranatha hidup pada masa pemerintahan Raja Çri Hayam Wuruk di Kerajaan Majapahit. Karena sangat mahir dalam soal kependetaan, maka dia diangkat sebagai penasehat Kerajaan Majapahit.

Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya pada tahun 1293 setelah berhasil menaklukan Kerajaan Kediri. Sesuai dengan aturan politik kekuasan saat itu, semua wilayah kekuasaan Kerajaan Kediri, di antaranya Bali harus tunduk kepada Raja Majapahit, Raden Wijaya yang bergelar Krtarajājasa Jayawardhana.44 Tahun 1434 pada masa pemerintahan Raja Tribhuawanatunggadewi dan Gajah Mada sebagai patih kerajaan, Majapahit dapat mengalahkan Raja Bali Çri Astasura Ratna Bhûmi Banten.

Setelah itu, tahun 1352 Gajah Mada mengangkat salah seorang putra gurunya, Soma Kepakisan bernama Çri Kresna Kepakisan sebagai adhipati (wakil Raja) Majapahit di Bali dan beristana di Samprangan.45 Dalam menjalankan roda pemerintahannya, menurut sejarawan Ida Bagus Sidemen, Çri Kresna Kepakisan dibantu oleh seorang patih yang dijabat oleh Arya Kepakisan. Patih membawahi demung yang dijabat oleh Arya Wang Bang yang memperoleh wilayah meliputi Pinatih, Penatahan, Tojhiwa, Sukahet, Pring, dan Cagahan. Demung membawahi tumenggung yang dijabat oleh Arya Kuta Waringin, yang memperoleh kekuasaan di Kubon Kelapa dan sekitarnya. Tumenggung membawahi anglurah yang dijabat oleh para arya lainnya yang berjasa membantu patih Gajah Mada menaklukkan Bali.

Jadi sudah jelas, Arya Wang Bang –belum berisikan nama Pinatih– punya kedudukan yang strategis dalam sejarah politik di Bali. Dia menjabat sebagai demung, bukan raja. Inilah bentuk relasi kuasa pertama yang dapat ditemukan dalam studi ini. Siapakah Arya Wang Bang dan apa hubungan dengan Arya Wiraraja? Jawaban pertanyaan ini akan dimulai dari seorang tokoh bernama Ida Bang Manik Angkeran.

Manik Angkeran adalah putra Mpu Siddhimantra, cucunya Mpu Tantular yang lahir secara gaib. Dia memiliki empat orang istri, sebagian darinya bidadari. Setiap istri memberikannya seorang anak. Istri pertamanya, Ni Luh Warsiki, seorang putri Dukuh Sakti Belatung, melahirkan anak bernama Ida Bang Banyak Wide. Anak dari istri kedua, seorang bidadari, bernama Ida Bang Tulus Dewa. Anak dari istri ketiga Ni Luh Murdani (putri Ki Pasek Wayabiya) bernama Ida Wang Bang Wayabiya alias Ida Wang Bang Kajakauh. Anak dari istri keempat putri Ki Dukuh Murthi bernama Sira Agra Manik.

Manik Angkeran tinggal di Bukcabe (Besakih) bersama dengan anak-anaknya, kecuali yang paling bungsu.48 Sebelum meninggal dunia, ia sempat memberitahu anak-anaknya bahwa mereka memiliki seorang kakek di Jawa bernama Sidhimantra. Suatu hari Banyak Wide berbincang-bincang dengan dua orang adiknya, Tulus Dewa dan Wayabiya untuk mendiskusikan rencana bepergian ke Jawa untuk bertemu dengan kakek mereka. Akan tetapi Tulus Dewa menolak ajakan itu secara halus, karena ingin melanjutkan kewajiban ayahnya sebagai abdi di Pura Besakih. Wayabiya juga menolak karena berat hati meninggalkan Bali. Banyak Wide akhirnya pergi ke Jawa sendirian.

Setiba di Jawa, tanpa sengaja Banyak Wide beristirahat di luar rumah Mpu Sedah pada sebuah batu ceper, yang sebelumnya tak seorang pun berani mendekatinya apalagi sampai mendudukinya. Dari Mpu Sedah akhirnya Banyak Wide mengetahui bahwa kakeknya, Siddhimantra telah mangkat. Mpu Sedah pun menjadikannya sebagai anak angkatnya. Ia kemudian menikah dengan I Gusti Ayu Pinatih putri Ki Arya Buleteng, seorang patih di Kerajaan Daha. Sejak itu ia berubah nama menjadi Arya Wang Bang Pinatih, sebagai konsekuensi dari kesediaannya menjadi pratisentana Ki Arya Buleteng. Arya Wang Bang Pinatih memiliki seorang anak bernama Arya Bang Bagus Pinatih alias Sira Ranggalawe.

Banyak Wide yang di Jawa dikenal dengan nama Arya Wiraraja ikut membantu Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit. Setelah Majapahit berdiri, Ranggalawe yang menjabat sebagai Menteri Amanca Negara, memerintah kawasan Tuban, memberontak dan tewas. Tidak berapa lama, Raja Majapahit memberikan anugerah berupa sebagian kawasan timur sampai ke pesisir selatan kepada Arya Wiraraja, sesuai dengan perjanjiannya dahulu. Sejak saat itu Arya Wiraraja menjabat sebagai penguasa di kawasan yang bernama Lumajang, diiringi oleh cucunya yang bernama Arya Bang Bagus Pinatih atau Anglurah Pinatih atau juga disebut Sira Arya Bang Kuda Anjampyani pada tahun 1295 Masehi.

Sira Bang Kuda Anjampyani lalu diangkat sebagai pejabat di kerajaan Majapahit menggantikan kedudukan Arya Wiraraja, bergelar Kyayi Agung Pinatih Mantra. Peristiwa itu terjadi tahun 1350 setelah Çri Kresna Kepakisan berhasil mendirikan istana di Samprangan. Kyayi Agung Pinatih Mantra ditugaskan di Kerthalangu dengan gelar Kyai Anglurah Pinatih Mantra. Dengan demikian, Kerthalangu bukanlah sebuah kerajaan melainkan kademungan. Penguasanya bukan pula raja, melainkan demung, seperti sudah disebutkan di atas. Demung Kerthalangu I, dengan demikian adalah Kyayi Agung Pinatih Mantra. Dia juga diberikan bala, pasukan perang sebanyak 35.000 orang, yang diambil dari rakyat dan Senapati Arya Buleteng.

Kyai Anglurah Pinatih Mantra digantikan oleh anaknya, Kyai Anglurah Agung Pinatih Kertha alias I Gusti Anglurah Agung Pinatih Kejot alias Pinatih Tinjik atau I Gusti Agung Pinatih Perot sebagai Demung Kerthalangu II. Tokoh ini sejaman dengan Dalem Ketut Ngulesir yang berkuasa di Kerajaan Gelgel dari tahun 1380 -1460. Kyai Anglurah Pinatih Kertha Kejot digantikan oleh anaknya bernama Ki Gusti Anglurah Pinatih Resi sebagai Demung Kerthalangu III. Dia digantikan oleh anaknya, Kyai Anglurah Agung Gde Pinatih sebagai Demung Kerthalangu IV.

Demi menjalin tali persahabatan dengan Anglurah Badung, Kyai Anglurah Agung Gde Pinatih menjodohkan anak gadisnya, I Gusti Ayu Nilawati dengan keturunan Arya Kenceng bernama I Gusti Ngurah Pemecutan yang menjadi penguasa di Keanglurahan Badung. Nilawati diboyong ke Puri Pemecutan, namun belum diupacarai menurut tata cara upacara perkawinan dengan I Gusti Ngurah Pemecutan. Pada saat malam tiba, secara kebetulan Nilawati berjumpa dengan I Dewa Manggis Kuning, yang merupakan anak angkat Raja Pemecutan dari keturunan Raja Gelgel. Menurut Putra Dharmanuraga, Kyai Anglurah Tegeh Kori IV pernah meminta putra Dalem Segening (1580-1620) bernama Dewa Manggis Kuning/Dewa Anom Kuning untuk dijadikan tokoh panutan dalam memperkuat pertahanan di Kerajaan Tegeh Kori.

Mereka saling jatuh cinta pada pandangan pertama sampai akhirnya dapat beradu asmara. Lalu terjadi perselisihan antara Dewa Manggis Kuning dengan Ngurah Pemecutan. Raja Pemecutan berpihak pada anak kandungnya sendiri. Dia pun ingin membunuh Dewa Manggis Kuning. Sebelum peristiwa itu terjadi, Kyai Anglurah Agung Gde Pinatih segera bertindak, karena khawatir rencana pembunuhan itu akan membahayakan keselamatan putrinya. Dia lalu menyamar sebagai seorang perempuan, sehingga dengan mudah menyelinap ke rumah Dewa Manggis. Dewa Manggis dan Nilawati akhirnya bisa dibawa ke istana Kerthalangu.

Keberadaan I Dewa Manggis dapat dilacak Anglurah Pemecutan. Istana Kerthalangu dikepung oleh pasukan Anglurah Badung, Dewa Manggis dapat diselamatkan dengan cara menyembunyikannya di rumah I Gusti Putu Pahang, salah seorang keponakan Kyai Anglurah Agung Gde Pinatih anak dari adiknya sendiri, Kiyai Anglurah Made Bija. Dewa Manggis akhirnya menikah dengan Nilawati dan untuk menjalin tali persaudaraan, Dewa Manggis juga dinikahkan dengan putri I Gusti Putu Pahang bernama I Gusti Ayu Pahang. I Gusti Anglurah Agung Gde Pinatih digantikan oleh anaknya dengan nama yang sama dengan dirinya I Gusti Anglurah Agung Gde Pinatih Rsi sebagai Demung Kerthalangu V.

Berikutnya, tidak ada catatan siapa yang menjadi Demung Kerthalangu V. Mereka hanya penguasa di Kerthalangu begitu banyak, tidak bisa dihitung jumlahnya. Sampai kemudian masa pemerintahan Kyai Anglurah Agung Pinatih Kademungan Kerthalangu mengalami kehancuran, bermula dari kedatangan Dukuh Sakti yang berlanjut dengan serangan kerumuman semut seperti sudah diceritakan di atas.
Dengan demikian semut-semut yang menyerang Kerthalangu adalah makna metafora yang dari penyerang yang sesungguhnya adalah pasukan Anglurah Badung. Serangan itu hanya mungkin terjadi setelah runtuhnya Kerajaan Gelgel tahun 1664 dan bangkitnya keanglurahan Badung menjadi sebuah kerajaan.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Blog Terkait