Sejarah, Struktur dan Pujawali di Pura Multikultur Batu Meringgit


Upacara pada Palinggih Multikultur di Pura Batu Meringgit

Ritualisme yang berlangsung di Pura Batu Meringgit, dilakukan secara taat sesuai dengan aturan dan fakem pelaksanaan yadnya yang berlaku di pura tersebut. Pelaksanaan pujawali  tentunya mengandung maksud dan tujuan tertentu yang diselimuti oleh pemikiran serta nuansa religius. Proses pelaksanaan ritual atau upacara dalam pujawali di Pura Batu Meringgit dapat diklasifikasikan menjadi tiga tahapan utama. Tiga jenjang pelaksanana upacara tersebut adalah tahap pertama, tahap inti atau puncak serta tahap akhir upacara. Adapun tiga tahapan upacara tersebut dapat disimak dalam uraian berikut:

Tahap Awal Upacara

1. Matur Piuning dan Sangkep

Pelaksanaan matur piuning dan sangkep di Pura Batu Meringgit biasanya dilakukan secara bersamaan. Kedua kegiatan ini menjadi aspek perdana yang dilakukan oleh seluruh pamangku, manggala karya, pangranceng, serta pangempon Pura Batu Meringgit. Sebelum melaksanakan sangkep terlebih dahulu seluruh peserta wajib mengikuti upacara matur piuning yang dilaksanakan di palinggih pokok dari Pura Batu Meringgit.

Kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan sangkep cenderung dilaksanakan dengan mengambil tempat di Balai Subak Abian Peningal, yang terletak di jaba sisi (nista mandala) dari Pura Batu Meringgit. Hal yang dibahas dalam pelaksanaan sangkep (rapat), lebih condong mengarah pada perundingan terkait dengan sistem pelaksanaan ritual yang akan berlangsung pada puncak pujawali di Pura Batu Meringgit. Pertimbangan dan keputusan yang memiliki relevansi dengan keberlangsungan pelaksanaan upacara, menjadi hal penting yang harus diketahui oleh seluruh elemen di Pura Batu Meringgit. Kematangan dari hasil rapat, pada nantinya akan menjadi salah satu bagian dari keberlanjutan pelaksanaan upacara di Pura Batu Meringgit.

Pelaksanaan matur piuning dan sangkep tersebut, tidak terlepas dari penggunaan sarana upakara. Hal itu bertujuan untuk memohon ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan manifestasi Beliau yang bersthana di Pura Batu Meringgit, agar pelaksaaan rapat dapat berjalan dengan optima. Sarana upakara yang dipergunakan dalam acara matur piuning dan sangkep ini adalah daksina ketipat; peras pejati; segehan warna lima maulan taluh.

2. Ngayah ngerisak

Setelah melakukan matur piuning dan sangkep, maka kegiatan yang dilakukan selanjutnya adalah ngayah ngerisak atau melakukan kebersihan di lingkungan Pura Batu Meringgit. Kegiatan ini juga menjadi salah satu aktivitas pokok yang dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat yang ada di Pura Batu Meringgit. Kegiatan kebersihan (ngayah ngerisak) di Pura Batu Meringgit, dilakukan secara berkala baik mendekati pujawali maupun pada hari-hari tertentu. Kegiatan ini, menyasar beberapa infrastruktur maupun akses jalan yang mengarahkan penduduk menuju lokasi Pura Batu Meringgit. Di sisi lain, juga dilakukan dengan cara melakukan penataan terhadap berbagai realitas kealamian yang terdapat di Pura Batu Meringgit itu sendiri. Sehingga dengan adanya kesadaran dari seluruh komponen masyarakat yang secara aktif melakukan kegiatan ngayah ngerisak, maka secara langsung hal tersebut berimplikasi pada terjaganya kondisi lingkungan, serta kenyamanan dalam pelaksanaan ritual di Pura Batu Meringgit itu sendiri.

Sebagai pelengkap ritual maka dalam kegiatan ngerisak ini juga mempergunakan beberapa sarana ritual. Upakara yang dihaturkan atau dipergunakan dalam kegiatan ngerisak ini tetap mempergunakan banten yang sama sebagaimana kegiatan matur piuning dan sangkep diatas yakni, daksina ketipat; peras pejati; segehan warna lima maulam taluh.

3. Ngayah majejahitan (nyamuh banten)

Ngayah majejahitan (nyamuh banten) merupakan tahap lanjut setelah ngayah ngeresik dilakukan. Pelaksanaan ngayah nyamuh banten ini, dilakukan untuk membuat kelengkapan sarana banten yang akan dipergunakan dalam pelaksanaan pujawali di Pura Batu Meringgit. Kegiatan ini cenderung dijadikan sebagai salah satu aktivitas yang harus dikerjakan dengan teliti, guna terciptanya kelengkapan dan ketepatan sarana banten, yang akan dipergunakan dalam pujawali di Pura Batu Meringgit itu sendiri.

Pelaksanaan ngayah majejahitan atau ngayah nyamuh banten ini, dilakukan secara bergotong royong oleh sinergisitas para pangempon istri di Pura Batu Meringgit. Kegiatan ini dilakukan oleh sinergisitas pangempon istri, sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan atau diputuskan dalam pelaksanaan sangkep. Ngayah majejahitan ini berlangung di Pura Batu Meringgit, dengan sarana prasarana yang wajib dibawa atau sesuai dengan standar kewajiban seorang pangempon Pura. Ketika ngayah majejahitan berlangsung, maka aktivitas tersebut dipimpin oleh serati gede Pura Batu Meringgit.

Kegiatan ini selalu berlangsung dengan baik, disertai dengan rasa persatuan yang muncul dari para warga pangempon istri di Pura Batu Meringgit. Ketika kegiatan ngayah majejahitan ini berlangsung, maka dipergunakan pula beberapa sarana upacara sebagai aspek kultus dalam pelaksanaan kegiatan. Klasifikasi banten yang cendrung dihaturkan dalam pelaksanaan kegiatan ini antara lain, daksina ketipat dilengkapi pula oleh banten peras lis.

4. Ngayah masang wastra

Setelah menyelesaikan kegiatan ngayah majejahitan, secara berlanjut maka di lakukan pula aktivitas ngayah masang wastra. Kegiatan ini cenderung menjadi salah satu aksi atau kenampakan, yang menunjukkan adanya tindakan memanusiakan alam di Pura Batu Meringgit. Sebab seluruh wastra (kain suci) tersebut, dipasang pada seluruh palinggih yang notabene tersusun atas bebatuan alam. Disisi lain, disematkan pula pada tumbuhan yang dipercaya serta diposisikan sebagai palinggih di Pura Batu Meringgit.

Pelaksanan kegiatan ngayah masang wastra notabene dilakukan oleh sinergisitas krama lanang di Pura Batu Meringgit. Seluruh krama lanang, bergotong royong secara bersama untuk melakukan penataan terhadap aktivitas pemasangan wastra pada setiap palinggih maupun bangunan pendukung yang ada di Pura Batu Meringgit. Insfatsruktur yang dipergunakan dalam kegiatan ini, umumnya mempergunakan beberapa wastra yang memang telah dipakai secara terus menerus pada palinggih ataupun bangunan pendukung itu sendiri. Namun terkadang, juga berasal dari punia yang bersumber dari pangempon maupun umat lain yang melakukan donasi di Pura Batu Meringgit.

Sebagai rasa perwujudan rasa bhakti dan permohonan keselamatan dalam pelaksanaan ngayah ini, maka pangempon juga menghaturkan beberapa klasikfikasi sesajen atau banten. Adapun jenis banten yang dipergunakan atau dihaturkan dalam aktivitas ini antara lain, daksina ketipat; peras pejati; segehan warna lima maulam taluh.

5. Ngayah ngebat caru

Secara berlanjut, maka setelah melakukan kegiatan ngayah masang wastra maka dilanjutkan pula oleh adaya pelaksanaan kegiataan ngayah ngebat caru. Kegitan ini pada dasarnya merupakan rangkaian akhir dari tahap pertama atau tahap persiapan sebelum mengarah pada puncak upacara atau punjak pujawali. Sebagaimana konteks pelaksanaan ngayah majehaitan diatas, maka dalam pekaksanaan kegiatan ngayah ngebat caru ini juga berlsung dengan ketelitian, dengan tujuan tercapainya ketepatan sarana caru yang akan menjadi aspek pelengkap ritus dalam pelaksanaan pujawali di Pura Batu Meringgit.

Pelaksnaan kegiatan ngayah ngebat caru, pada dasarnya dilakukan oleh seluruh pangempon baik krama lanang ataupun krama istri. Kegiatan ini dilakukan sehari sebelum menginjak pada tataran puncak upacara. Para krama pagempon datang ke Pura Batu Meringgit, yang kemudian doilanjutkan dengan bergotong royong dalam mempersiapkan berbagai hal terkiat dengan sarana dan prasarana pacaruan selama pujawali di Pura Batu Meringgit berlangsung.

Pelaksanaan kegiatan ngayah ngebat caru ini, juga tidak terlepas dari adanya sarana ritual. Setiap pelaksanaan ngayah ngebat caru berlangsung, maka secara otomatis dilengkapi pula dengan menghaturkan bebrapa sesajen sebagai wujud permohonan keselamatan dan kelancaran dalam pelaksanaan kegiatan. Adapun banten yang dipergunakan dalam kegiatan ini meliputi beberapa klasifikasi sebagai berikut : daksina ketipat; peras pejati; segehan warna lima maulam taluh.


Sumber
I Made Adi Surya Pradnya

Pelinggih Multikultur di Pura Batu Meringgit



Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga