Sejarah, Struktur dan Pujawali di Pura Multikultur Batu Meringgit


Struktur Mandala Pura Batu Meringgit

Realitas kontruksi pada setiap pura di Bali tidak pernah terlepas dari balutan aspek begitu juga tatanan sebagaimana yang telah ditetapkan atau tercantum dalam teks asta kosala-kosali itu sendiri. Strukruraliasi pura yang sesuai dengan tatanan dalam teks asta kosala-kosali menjadi sebuah pakem yang selalu diberdayakan oleh masyarakat Bali di dalam merancang pembangunan sebuah pura. Merujuk pada pemikiran tersebut, maka sangat beralasan apabila Maharlika (2010: 1) berasumsi bahwa adanya tatanan kebenaran dalam penyusunan struktur pura di Bali akan berpotensi di dalam melahirkan sebuah keseimbangan atau keselarasan.

Aspek struktur pada sebuah pura memiliki daya spiritual tersendiri. Nuansa spiritualitas tersebut, menjadi salah satu aspek pendukung dalam memperkokoh tata kehidupan beragama yang kerap berlangsung di dalam areal pura. Masing-masing ukuran secara teknis penempatan bangunan sesuai dengan arah mata angin, dan beberapa hal yang tersirat dalam teks tersebut secara teologis dipercaya memiliki aspek ketuhanan tersendiri . Begitu juga dilengkapi dengan kanduangan makna tertentu yang bersifat magis dan penuh kesakralan.

Sehingga masing-masing jenjang dan struktur yang terdapat pada sebuah pura menjadi wahana aktivitas yang mencerminkan nilai-nilai dan pemaknaan luhur dari kesucian alam semesta dan konsep keseimbangan yang harus diupayakan semaksimal mungkin oleh umat ketika berada ada sebuah lingkungan struktur pura. Bahkan Relin mengatakan bahwa, tatanan struktur yang terdapat pada sebuah pura selayaknya menjadi inspirasi bagi manusia di dalam menapaki kesucian, yang ditempuh secara bertahap atau berjenjang.

Pura memiliki tiga klasifiksi struktur mandala. Tiga klasifikasi struktur wilayah yang terdapat pada sebuah pura, disebut dengan istilah tri mandala.Tri memiliki arti tiga dan mandala diartikan sebagai kelompok daerah. Tiga wilayah (tri mandala) ini, terdiri dari jaba sisi (nista mandala) yang merupakan bagian terluar dari sebuah pura; jaba tengah (madya mandala) yang merupakan bagian tengah dari sebuah pura; dan jeroan (utama mandala) yang menjadi wilayah utama dari sebuah kelompok pura.

Pembagian struktur pura yang didasarkan atas konsep tri mandala menjadi simbolisme penyatuan unsur purusa dan prakerti. Struktur pura yang terbagi secara horizontal, merupakan simbolisme prakerti (unsur materi alam semesta). Sedangkan, jajaran vertikal dari palinggih yang memadati masing-masing struktur pura merupakan simbolik dari unsur purusa (aspek kejiwaan spiritual alam semesta). Adanya penyatuan terhadap dua kasas perbedaan ini secara langsung juga menjadi simbolisme dari super natural power. Hal ini juga mendasari pemikiran Titib (2003: 101), untuk mengungkapkan pandangannya dengan menyatakan bahwa orang-orang dapat merasakan adanya getaran spiritual atau super natural of power (Tuhan Yang Maha Esa), ketika masuk dalam sebuah kawasan pura.

Eksistensi Pura Batu Meringgit juga terbagi atas tiga struktur mandala. Posisi pura yang berdiri megah dalam hutan lindung terbagi menjadi wilayah nista mandala, madya mandala, dan utama mandala. Masing-masing wilayah mandala dibatasi oleh sebuah tembok panyengker. Di sisi lain, juga dilengkapi dengan beberapa palinggih pokok serta bangunan penunjang aktivitas beragama pada pura Batu Meringgit. Rincian struktur mandala Pura Batu Meringgit, dapat simak pada sajian gambar berikut :


Sumber
I Made Adi Surya Pradnya

Pelinggih Multikultur di Pura Batu Meringgit



Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga