Geguritan I Lijah-Lijah


Terjemahan Gaguritan I Lijah-Lijah

Pupuh Sinom

  1. Menghaturkan semoga tidak ada haral melintang, kehadapan para pembaca, berkeinginan untuk menyusun sebuah gaguritan, memberanikan diri untuk menyusun, sebuah kidung dengan tembang sekar alit, dilagukan dengan pupuh sinom,pada tanggal 20, bulan Februari, tahun, seribu Sembilan ratus
  2. Tuju puluh delapan, tahunnya begitu jelas, menceritakan I Lijah-Lijah, yang dijadikan nyanyian, mohon dimaafkan, karena hamba terlalu bodoh, seperti pohon merambat, sangat malu demikian pikirannya, dengan kasih sayang, merambat pohon
  3. jelas tidak akan mampu, membuat indah yang melihatnya, seperti itu hamba, sangat jauh untuk memberikan rasa puas, sebenarnya belum mengetahui, yang bernama isi pupuh, demikian juga akan aksara, hamba bukan keturunan pengarang, jelas sekali, tidak akan membuat pikiran
  4. hamba sangat bodoh, dipakai jalan untuk bernyanyi, saat mengemban si anak, jika diumpamakan sebagai petaruh, meskipun uang dari meminjam,bagaikan air bersih yang mengalir, tingkah laku saat mempertaruhkan uang, demikianlah hamba, tidak merasa takut, meskipun menjadi bahan
  5. Konon orang tua Lijah-Lijah, mempunyai putra tunggal, bernama Wayan Lijah- Lijah, pemalas, kerjanya hanya melancong, tidak pernah membantu, saat orang tuanya melakukan sesuatu, bermain kelereng saja,tidak mau bekerja berat, banyak akal dan
  6. Selalu menghabiskan makanan, tidak pernah memperhitungkan, orang lain yang belum makan, tidak memperhitungkan lapar atau tidak, cepat-cepat pergi, jika perutnya sudah penuh, penuh berisi makanan, lalu mulai bermain kelereng lagi, dari dulu, tingkah lakunya
  7. Karena pembawaan, tidak bias diberitahukan, saat pulang, I Lijah-Lijah melihat, saat akan mengambil nasi, ayahnya datang dan menyuruh pergi, kamu wayan Lijah-Lijah, jangun kamu tinggal disini, jangan membandel, cepatlah kamu
  8. Ayah sangat jengkel, melihat kamu disini, banyak makan, seperti tidak mengerti, seperti ini dahulu, karenanya seperti ini yang diterima, tertalu malas, hanya kuat makan, binatang yang tidak tahu malu, jika lapar baru

 

Pupuh Semarandana

  1. I Lijah-Lijah pergi, dengan perut lapar, yang dituju adalah lautan, melihat orang menjaring ikan, berseliweran orang menarik jarring, I Lijah-Lijah lalu menolong, menarik dan
  2. Setelah matahari tenggelam, ceritakanlah I Lijah-Lijah, tempat ikannya menggelembung, banyak dapat minta ikan, lalu ia mencari kayu, ditandu ikannya pulang, tergesa-gesa ia
  3. .Tidak diceritakan dalam perjalanan, telah tiba di rumahnya, lalu memanggil ibu bapaknya dengan segera, hampirilah I wayan, membawa ikan dalam jumlah yang banyak, ibunya lalu
  4. Dengan segera menimpali, tanduan si anak, dan berkata dengan lemah lembut, wahai anakku wayan, dimana kamu dapat ikan, I Wayan Lijah-Lijah menjawab, dapat memancing di
  5. Ditimpali oleh ibunya, ajaklah ayahmu pergi ke laut, memancing ikan di laut, siapa tahu banyak dapat ikan, dijual untuk beli beras, agar jarang menahan lapar, I Lijah Menimpali.
  6. Tidak sukar untuk memancing, gampang agar segera dapat, pisang kayu sesisir, dijadikan umpan yang baik, satu persatu dijadikan umpan, ikannya dengan cepat berebut, jelas akan banyak
  7. Demikian kata-katanya penuh kebohongan, tidak henti-hentinya berbohong, dengan segera ibunya, membeli pisang satu sisir, untuk dijadikan umpan, berkeinginan mendapat ikan yang banyak, dibodohi jelas akan

 

Pupuh Ginada

  1. Konon keesokkan harinya, berdua ia pergi, tidak diceritakan dalam perjalanan, berjalan dengan cepat, telah tiba di laut, sekarang, I Lijah-Lijah
  2. Berkata kepada ayahnya, disinilah ayah memancing, saya agak ke timur, tempatnya dibatasi oleh tanjung, ayo berlomba, untuk mendapatkan ikan, ayahnya mengangguk.
  3. Segeralah I Lijah-Lijah, meninggalkan ayahnya, karena sudah berkeinginan, membuka tempat makanan, mencari tempat dibawah pohon pandan, agar tidak dilihat, disitu ia menyantap
  4. Duduk bersila, membuka bekalnya, tanpa menoleh ia menyantapnya, akhirnya tempat membawa bekal itu kosong, semua isinya habis, sekarang, pisangnya dimakan.
  5. Belum beberapa lama, semua pisangnya habis, disitu I Lijah-Lijah, lalu tidur tengadah, sekarang ayahnya diceritakan, mulai memancing, umpan memakai pisang
  6. Terdapat karang besar, tidak terkena air, konon di depan ayahnya, memancing dengan umpan pisang, pasti tidak ada ikan yang menyambarnya, karena jahilnya, si anak terhadap
  7. hari mulai senja, lalu I Lijah-Lijah,konon ia telah bangun, kembali memainkan akalnya, lalu ia mengatur siasat, menyelam, mencari orang tuanya ke arah
  8. Setelah dilihatnya, tempat bapaknya mincing, ia lalu sembunyi, disamping karang besar, ia diam, sambil mengintip, jika ayahnya telah melemparkan mata
  9. Ceritakanlah ayahnya sekarang, mulai melemparkan mata kailnya, disitu I Lijah- Lijah, menenggelamkan mata kailnya, mengambil umpannya yang berupa pisang, lalu kembali, menuju karang
  10. Si ayah malu bercampur marah, dikira ikan yang memakan umpannya, si ayah kembali melemparkan mata kailnya, memakai umpan pisang, dengan cepat I Lijah- Lijah, menenggelamkan, umpannya habis
  11. hampir habis umpannya, masih hanya sebiji, disitu ayah I Lijah-Lijah, mencari batu, mata kail dilemparkan lagi, sambil mengintip, jika ditarik ikan
  12. Mata kail ditarik, seperti ada yang menarik, dengan cepatnya ayah I Lijah-Lijah, mau melempar dengan batu, dengan cepatnya I Lijah-Lijah, sekarang, ingin ngomong dengan
  13. Jangan ayah melemparkan saya, saya mengakui, saya yang menghabiskan, umpan ayah, ayahnya berkata, anjing kamu, sesungguhnya kamu

 

Pupuh Durma

  1. Kamu sesungghnya anak binatang, hanya membuat sakit hati, habis kamu makan, pisang kayu sesisir, sifatmu seperti anjing, segeralah, kamu pergi dari
  2. Kamu hanya menjadikan jengkel, melihat kamu disini, berkeinginan untuk membinasakan, menyiksa kamu sampai hancur, tiada hentinya mempermainka, berbohong, pasti kamu akan
  3. I Lijah-Lijah dengan cepatnya, meninggalkan ayahnya, terlalu takut, larinya kencang sekali, ceritakan yang sekarang, tidak terlihat, I Lijah-Lijah
  4. Tidak diceritakan akan larinya I Lijah-Lijah, sampai ditengah perkebunan, saat orang memanen kacang, ada yang memanen bawang, memetik jagung mencabut ubi, ada yang mengatur, hasil panen untuk dibawa
  5. Muncullah pikiran I Lijah-Lijah, berkeinginan untuk menolong, disitu dengan segera, mengambil tempat dan memetik kacang, mencangkul memanen ubi, ikut juga mengatur, sampai
  6. Sekarang telah sampai dua hari, I Lijah-Lijah membantu, disitu yang memiliki, jagung bawang dan kacang, semuanya menolong, memberikan kepada I Lijah- Lijah.
  7. Ceritakan I Lijah-Lijah sekarang, bersiap-siap akan pulang, lalu mencari kayu, untuk menandunya bawang, jagung kacang dan ketela, tidak diceritaka, I Lijah- Lijah dalam
  8. I Lijah-Lijah telah sampai di rumah, orang tuanya dipanggil, ayah ibu cepatlah, dekatilah saya, orang tuanya memelototi, diam dirumah, kerjanya hanya

 

Pupuh Pangkur

  1. Dengan cepatnya, mendekati I Lijah-Lijah sekarang, sang ayah bertanya dengan lemah lembut, anakku Wayan Lijah-Lijah, ayah menjadi lupa, dimana kamu memproleh jagung, kacang dan bawang, dan banyak sekali membawa
  2. Berkatalah I Lijah-Lijah, menjelaskan kepada orang tuanya, tiada hentinya berbohong, mengatakan memiliki kebun, dapat meminjam kebun, disebelah utara dekat dengan gunung, luas sekali, berisi kubu hanya
  3. Seperti itu ayah, sebabnya saya sekarang mencari ayah ke rumah, pergilah ayah sekarang terlebih dahulu, memetik kacang dan bawang, mencabut ubi, jika ayah melihat sebuah kubu, itulah kebun saya, segeralah ayah
  4. Keesokkan harinya diceritakan, ayah Lijah-Lijah lalu pergi, menuju ke gunung, tiada diceritakan dalam perjalanan, dengan cepat, dijumpainya sebuah kubu, disitu ia lalu memetik, mencabut bawang dan
  5. Konon datang yang memiliki, terkejut ia melihat kebunnya dipetik, lalu ayah Lijah- Lijah, mempersilahkan sang pemilik, tuan , kok bengong diam disitu, ini jagung dan kacang, bawakan anaknya
  6. Pilihlah jagung untuk direbus, cepatlah ambilkan anaknya ketela, lalu sang pemilik, melempar ayah si Lijah-Lijah, dengan pisau, mengeluarkan darah, disitu ayah Lijah-Lijah, dengan cepat ia
  7. darahnya memenuhi dahi, ayah Lijah-Lijah telah sampai dirumah, I Lijah-Lijah yang dituju, ketika ia makan, sungguh terkejut, melihat ayahnya datang, dikiranya memakai topi merah, lalu ia
  8. Baru sebentar ayah pergi, sudah mampu membeli topi, pasti telah banyak menjual jagung, bawang, sebabnya membeli, topi merah yang bagus, saya yang akan meminjam sebentar, akan dipakai melancong.oleh ayahnya,
  9. Ayahnya berkata galaknya, bukalah matamu ayah bersimbah dara, dikira kamu topi yang baik, sekarang kamu jelas, akan mati, sampai tulangmu hancur, ayahnya lalu melempar dia, dengan
  10. Dengan cepatnya I Lijah-Lijah, bagaikan kera lalu melompat dan membuka mulut, lagipula dilempari dengan batu, I Lijah-Lijah lalu berlari, diburu oleh ayahnya, dengan membawa bata merah, kepala anaknya yang

 

Pupuh Sewagati

  1. Sang ayah terlalu marah, mempunyai anak seperti anjing, disitulah ayah Lijah- Lijah, segera menuju ke istana, mempersembahkan anaknya, kepada sang raja, duduk lalu menyembah, lihatlah sembah hamba, Tuanku yang mulia, berkenan tuanku
  2. Sang raja lallu bersabda,dengan lemah lembut, bagaimana rakyatku(ayah Lijah- Lijah), baru kali ini menghadap, silahkan sampaikan, agar hamba tahu, disitulah ayah Lijah-Lijah, menjelaskan perihal yang sebenarnya, tuan yang mulia, saya jengkel
  3. Rakyat tuanku, dia sering mempermainkan, berbohong, membodohi, karena itulah hamba sekarang, mempersembahkan kepada tuan, silahkan tuan menghukumnya, pihak istana sekarang, agar menangkap, anak saya yang sering
  4. Agar tuanku yang menyelesaikannya, rakyat tuanku, silahkan tuanku membununhnya, agar dia tidak masih hidup, pasti akan mengotori, jika dibiarkan hidup, akan membuat keonaran di masyarakat, sang raja lalu menjawab, terlalu tergesa-gesa, jika seperti itu
  5. Terlalu berlebihan permintaanmu, terhadap anak kecil, berfikirlah dengan jernih, agar tidak terlanjur, ayah Lijah-Lijah kembali, menghaturkan sembah kehadapan tuanku, apalagi tuanku sudah melihat, kepala saya bersimbah darah, karena dia, yang mengolok-olok
  6. dia mengakui memiliki kebun, konon menanam ketela, kacang jagung dan bawang, saya disuruh, agar saya memanem ketela, jika ada sebuah kubu, konon itulah miliknya, seperti tertarik pikiran saya, mencari, kebun I Lijah-Lijah.
  7. Tibalah saya di tengah perkebunan, terlihat oleh saya sebuah kubu, lalu disitu saya, memetik jagung dan mencabut ketela, sekarang yang memiliki, datanglah ia sambil membawa sabit, malahan saya yang mempersilahkan, jagung bawang dan ketela, bergumam, yang memiliki begitu
  8. Ia lalu melemparkan, sabitnya kea rah kepala saya, sambil berkata, tidak malu, terlalu pongah mempersilahkan saya, sepertinya kamu yang menanam dahulu, demikian yang memilikinya, ngomel karena marahnya, jatuh bangun, saya berlari dengan
  9. Itulah sebabnya tuanku, permintaan saya agar dipenuhi, sang raja bersabda, seperti inilah caranya sekarang, meskipun anak yang salah, tidak harus dibunuh, karena lahir dari perut sendiri, hendaknya urungkan, mengapa takut, mengasuh anak sendiri.
  10. Hendaknya kamu dengan baik, menerima ucapan hamba sekarang, seperti yang tersurat dalam aksara, si anaka hendaknya diasuh, jika benara anak itu diasuh, akan mendapat tempat yang baik, sebagai orang tua, akan mendapat rembesan, bagaikan kebun tebu, saat dipenuhi dengan
  11. Tidak hanya si tebu saja,merasakan mendapat kesejukkan, termasuk rumput juga, dapat merasakan, hendaknya kamu sekarang, janganlah terlalu cepat, mengiklaskan sianak, agar saya yang membunuhnya, jangan dulu, agar tidak
  12. Ayah Lijah-Lijah lalu berkata, permintaan saya sekarang, silahkan tuan untuk mbunuhnya, agar berhenti membuat kesakitan, jika dibiarkan dia masih hidup, pasti akan membuat kehancuran, disitu sang raja, setelah memberi nasehat, lalu mengutus, untyuk menangkap I Lijah-Lijah.

 

Pupuh Dangdang

  1. Memberitahukan kedua abdinya, agar pergi, menangkap I Lijah-Lijah, diiringi olehpihak istana, perjalanannya begitu cepat, konon telah dilihat, ia I Lijah-Lijah, lalu dibungkus dengan karung, tergesa-gesa menuju istana, ditengah perjalanan, I Lijah-Lijah
  2. Kakak Nengah mari kita berhenti disini, ada, yang kan saya sampaikan, kehadapan kakak berdua, kakak Nengah dengan cepatnya menimpali, apa yang akan kamu sampaikan, ada yang akan saya sampaikan, saya banyak punya uang, dirumah saya tanam, emas perak, tertanam dibawah tiang rumah, kakak berdua yang mengambilnya.
  3. Hanya saja pihak istana, disuruh pulang, agar kakak menjadi gampang, membagikan uang disini, kakak Nengah begitu percaya, lalu menyuruh pihak istana, agar pulang ke istana semuanya, berkeinginan mendapatkan uang banyak, kakak Nengah dan Wayan, tergesa-gesa, meninggalkan tanduannya disini, di tengah
  4. Tidak dicerikan mereka berdua, kakak Wayan, berjalan dengan cepat, konon telah tiba, lalu mereka berdua, menggali tanah dibawah tiang, Ceritakanlah I Lijah-Lijah, tuhan masih bersahabat, ada orang tua, yang akan pergi, membawa uang dua ribu, ke pasar
  5. I Lijah-Lijah dengan tergesa-gesa menyapanya, omongannya lancar, pikirannya menjadi tertuju, kakek pergi kemana sekarang, si kakek menjawab, kakek ke pasar anakku, kamu aneh sekali, siapa yang membungkus dengan karung, disitu I Lijah- Lijah, menerangkan, akan dirinya sekarang, dengan
  6. Bahagia sekali kakek melihat seperti sekarang, saya ini, disuruh menerima upah, menunggu karung ini, dan mendapat ongkos yang banyak, ongkosnya tiga ribu, jika kakek mau bertukar, mengambil dan menempati karung ini, uangnya kakek kasi saya, lagi sebentar, yang memiliki datang kesini, kakek yang mengambil uangnya semua.
  7. Muncul keingin si kakek sekarang, dan menyerahkan, uangnya semua, berkeinginan mendapatkan uang tiga ribu, lalu ia dimasukkan ke dalam karung, orang tua itu, I Lijah-Lijah dengan cepatnya, mengikat karung itu, ia dengan tergesa-gesa, I Lijah-lijah, menjauhi karung itu, menuju ke
  8. Ceritakanlah kedua abdi tersebut, kakak Nengah, dan kakak Wayan, menggali uang dibawah tiang rumah, akhirnya tidak mendapatkan apa-apa, apalagi mendapatkan uang, menjadikan rumah orang, hampir roboh, datanglah ayah I Lijah-Lijah, terkejut, melihat rumahnya, mau
  9. Dengan cepatnya ayah I Lijah-Lijah menanyai, kakak Nengah, dan kakak Wayan, mengapa kakak menggali tiang rumah saya, menyebabkan tiang rumah saya hancur, mencari apa disini, kakak Nengah dan kakak Wayan, iapun menjawab, kakak mencari emas perak, termasuk uang, anaknya si ayah yang menjelaskan, mengaku mempunyai
  10. Itulah yang menyebabkan kami berdua, berkeinginan, percaya dengan I Lijrah- Lijah, mengatakan mempunyai uang, emas perak begitu banyak, tertanam di bawah tiang, karena itulah kami berdua, dengan cepatnya percaya, mencari uang mas dan perak, karenanya, kakak dibohongi, oleh I Lijah-Lijah.
  11. demikian ucapan mereka berdua, kakak Nnengah, dan kakak Wayan, ayah I Lijah- Lijah lalu menyela, terlalu percaya, omongan si pembohong, manusia yang selalu berbohong, tidak akan perihal, ia mempunyai uang, emas perak, tertanam dibawah tiang rumah, menjadikan rumah hancur.
  12. Itu yang menjadi tujuannya, membuat rumah rusak, agar tidak mempunyai tempat, tidur di malam hari, demikian juga saat matahari terik, seperti itu tujuannya, anak saya si pembohong, mereka berdua menjadi malu, lalu ia berkata, ayah si Wayan, mohon dimaafkan, akan perihal
  13. Seperti itu lalu berjalan, kakak Nengah dan kakak Wayan, ke tempat karung itu, berjalan dengan cepat, mereka berdua telah tiba, dengan segera, menandu karung itu, ceritakanlah si kakek itu, menanyai, mohon maaf tuan berdua, saya ini mau dibawa
  14. Demikian pertanyaan orang tua itu, lalu dijawabnya, dengan kata-kata yang agak keras, terlalu banyak omongan kamu, kamu membuat dosa besar, membohongi saya tadi, sekarang sudah jelas, terbakar api besar, itulah jalan, jalan untuk kamu kembali, menuju sorga

 

Pupuh Ginada Anyar

  1. Tiada diceritakan dalam perjalanan, telah tiba, konon di tempat pembakaran, disitu lalu, orang tua itu dibuang, ke tengah api, orang tua itu
  2. Kakak Nengah Kakak wayan, lalu menuju ke istana, menyampaikan kepada sang raja, mohon maaf tuanku, rakyat tuanku, sudah mati, si pembohong I Lijah-Lijah.
  3. Demikian penyampaiannya, abdi berdua, karena sudah jelas, I Lijah-Lijah telah meninggal, mari kita hentikan ceritanya, yang sekarang, ceritakan I Lijah-Lijah.
  4. Sesampai ia di pasar, lalu membeli udeng putih, kain putih, dan saput kuning, dan membeli baju, warna putih, uangnya dihabiskan
  5. Setelah selesai berbelanja, ia berjalan, sampai dipertengahan jalan, terdapat sungai yang cukup bersih, disitu I Lijah-Lijah, segera, mandi membersihkan
  6. Cerita dipersingkat, setelah ia bersih, lalu memakai pakaian, bagaikan orang yang telah menjalankan darma, udeng putih baju putih, saput kuning, warna kainnya putih
  7. Pakaiannya yang lama, lalu dihanyutkan,disitu I Lijah-Lijah, berjalan, setelah sampai di alun-alun, dilihat oleh, kakak
  8. Sangat terkejut, melihat orang yang telah mati, disana kakak Nengah, berbicara dengan temannya, mengapa I Lijah-Lijah, lagi hidup, lagi pula memakai pakaian bagus.
  9. Menjawablah kakak Wayan, marilah kita cepat tanyakan, kakak Nengah dan kakak wayan, menyai I Wayan, bagaimana kamu Lijah-Lijah, kembali hidup, menjadi berbeda sekali.
  10. Baru sekali, wayan mati termakan api, sekarang sudah memakai pakaian baru, putih kuning seperti pendeta, cobalah dijelaskan, I Lijah-Lijah
  11. Kakak Nengah dan kakak Wayan, saya akan menjelaskan, ketika kakak membuang saya, ke tempat api yang sedang menyala, disitu saya melihat jalan, yang baik, sangat
  12. Jalan itu yang saya turuti, lalu menuju sorga, menghadap ke hadapan dewa, lalu ia menyuruh, kembali kea lam ini, karena sebenarnya, belum waktunya
  13. Beliau memberikan hadiah, pakaian putih kuning, saya diberitahukan, agar kembali, kea lam ini, lagi hidup, sepeti itu keberadaan
  14. Sang abdi raja begitu percaya, omongan I Wayan, sang abdi menuju ke istana, menghadap sang raja, menyampaikan akan I Lijah-Lijah. Kembali hidup, kembali dari
  15. Diceritakan akan pakaiannya, serba putih dan saput kuning, konon hadiah dari dewa, semuanya disampaikan, akan perihal I Lijah-Lijah, lalu, sang raja
  16. Jika demikian, cari dia agar kesini, suruh dia menghadap saya, sang abdi lalu berjalan, mencari I Lijah-Lijah, agar menghadap, sang
  17. Singkat cerita, sekarang ia telah menghadap, I Wayan Lijah-Lijah, lalu sang raja, menanyainya, dengan lemah lembut, kamu Wayan Lijah-Lijah.
  18. Ada yang saya tanyakan, terhadap kamu sekarang, sesuai yang disampaikan oleh kakak Nengah, demikian juga kakak wayan, ketika kamu dibuang, ke tengah api, kamu lihat jalan 
  19. Yang menuju ke sorga, karena kamu dapat menghadap, ke tempat para dewa, konon beliau menyuruh, kembali kea lam ini,
  20. Wayan Lijah-Lijah, menghaturkan sembah, yang mulia sang raja, hamba rakyat tuanku, kakak Nengah dan Wayan, memang benar, memberitahukan akan hal
  21. Ketika saya dibuang, ke tengah api, saya lihat jalan yang lebar, yang menyebabkan saya terpesona, lalu saya, ingat, disitu di
  22. Saya lalu diberitahukan, agar segera kembali, kea lam ini, beliau juga berkenan, memberikan pakaian, putih kuning, seperti
  23. Sang raja lagi bertanya, jika ada kamu melihat, leluhur saya, yang sudah kembali kea lam sana, apakah sudah mendapatkan, tempat yang baik, I Lijah-Lijah menjawab.
  24. Mohon maaf sang raja, ketika saya akan pulang, kea lam ini, berada di neraka, leluhur tuanku, saya lihat, semua masih
  25. Semuanya masih berteduh, dibawah pohon manori, semuanya menangis, karena erlalu panas, kira-kira tidak bias menahannya, seperti api, panas
  26. Demikian aturnya I Wayan, lalu sang raja, menanyakan I Wayan, suaranya agak seret, karena teramat sedih, saat mendengar, leluhurnya berada di
  27. Kamu Wayan Lijah-Lijah, dapatkah kamu menghadap, kepada leluhur hamba, mengpa masih berada disitu,, di tengah Tegal Penangsar, menahan sakit, mungkin belum mendapat
  28. Disitu I Lijah-Lijah, mempermainkan akalnya dengan berbohong, tujuannya sudah jelas, akalnya cukup ampuh, lalu menyakupkan kedua tanganya, yang mulia, agar baik
  29. Ketika berada di Tegal Penangsar, saya dapat menemui beliau, leluhur tuanku, disana saya diminta, jika sudah berada di alam sana, agar segera, menyampaikan kepada yang
  30. Semoga berkenan yang mulia, datang ke sorga dengan segera, hanya tuanku, yang pantas untuk menuntunnya, menuju ke sorga agar cepat, agar tidak menahan penderitaan.
  31. Hanya itu ucapan beliau, yang telah berujud atma, yang disampaikan kepada saya, agar disampaikan, kehadapan tuanku, sekarang,iklaskanlah tuan
  32. Sang raja bersabda, diserta dengan tangisan, wahai kamu Lijah-Lijah, iklaskanlah kamu menolong, tunjukkan jalan, yang sebenarnya, menuju srga
  33. I Lijah-Lijah berkata, wahai tuanku yang mulia, tadi sudah saya sampaikan, di tempat pembakaran itu jalan yang bagus, buktinya seperti saya, lagi kembali, kea lam
  34. Jika sudah tuanku, masuk kedalam tempat pembakaran itu, jelas tuanku akan melihat, jalan lebar yang membuat terpesona, singkatnya jalan itu, sudah jelas, akan menuju ke
  35. Demikian aturnya I Wayan, segera sang raja, memerintahkan abdinya, menghidupkan api, kakak Nengah dan Wayan, segera, menghidupkan
  36. api itu telah menjilat-jilat, di tengah tungku pembakaran, disitu sang raja, telah berbusana lengkap, beliau lalu berjalan, mendekati, tempat api yang berkobar- kobar
  37. lalu menceburkan diri, ketengah tungku api yang sedang menyala-nyala, akhirnya beliau meninggal, menjadi abu, ceritakanlah I Lijah-Lijah, sekarang, begitu senangnya.
  38. Pasti, sang raja meninggal, dimana ada, di tengah api yang sedang menyala, melihat jalan yang lebar, dan mempesona, yang menuju ke
  39. Sepi dunia ini, setelah sang raja meninggal, disitu I Lijah-Lijah, dijadikan raja, oleh rakyat Daha,, menggantikan, beliau yang telah
  40. karena Wayan Lijah-Lijah, telah menjadi manusia bersih, telah sempat menuju sorga, manusia yang mulia yang telah menyatu dengan tuhan, putuskan cerita sekarang, selesai, I Lijah-Lijah menjadi

 

Pupuh Sinom

  1. Setelah I Lijah-Lijah, menjadi raja di Daha, segera ia memerintahkan, abdinya berdua, agar segera mencari, ayahnya sendiri, agar datang ke istana, mereka berdua berjalan dengan cepat, dengan cepat tiba, dirumah Lijah-lijah
  2. Tidak lagi diceritakan, keberadaan dijalan, konon telah tiba, ayah Lijah-Lijah di istana, lalu menyembah, kehadapan yang mulia, wahai sang raja,lihatlah sembah hamba, silahkan tuanku, bersabda kepada
  3. Apa yang meyebabkan, saya datang kesini, segeralah beritahukan hamba, agar hamba tahu, I Lijah-Lijah tidak menjawab, tertawa dalam hatinya, karena sudah jelas, dirinya tidak diingat, oleh ayahnya, I wayan Lijah-Lijah.
  4. Sudah jelas yang menyebabkan, tidak dapat diingat, karena memakai busana yang bagus, lalu I Lijah-Lijah, menanyakan ayahnya, dengan lemah lembut, wahai ayahku Lijah-Lijah, ada yang saya tanyakan sekarang, apakah masih, kamu mempunyai
  5. Ayah Lijah-Lijah menjawab, maafkanlah tuanku, jika mengenai istri saya, sekarang berada di rumah, kembali I Lijah-Lijah, menanyai ayahnya, apakah mempunyai anak, dimana anaknya sekarang, lalu, ayah si Lijah-Lijah
  6. Mengenai anak saya, mengapa tuanku lagi bertanya, ia sudah mati, di tunggku pembakaran sejak dahulu, oleh tuanku, sang raja terkejut, mengapa hamba lupa, akan perihal yang dahulu, sudah mati, mengapa hamba lagi
  7. kartena hamba lupa, bagaimana kesalahannya dahulu, karena hamba membunuhnya, membakarnya di tungku api, ayah si Lijah-Lijah menimpali, karena kenakalannya, ia sering berbohong, membodohi orang, persisi anjing, sifatnya tidak sesuai dengan sesana,
  8. Itulah penyebabnya, saya menghadap dahulu, meminta kepada tuanku, agar tuanku membunuhnya, anak saya yang suka berbohong, pikirannya bagaikan anjing, sang raja menimpali, apakah tidak merasa sedih akan kematian, karena sang
  9. ayah si Lijah-Lijah menghaturkan sembah, mengapa saya harus bersedih, manusia memilki sifat binatang, jika masih hidup, pantas ia mati, akan membuat kehancuran, itulah sebabnya saya iklas, meminta saat itu, agar tuanku, membunuh anak saya.jangan diberikan nasi,
  10. Demikian aturnya, ayah si Lijah-Lijah, disitu Wayan Lijah-Lijah, ingat akan masalah dahulu, tidak mempunyai pikiran hidup, setelah berada dalam karung, itu yang menyebabkan, kemarahannya, segera menyuruh, sang abdipun agak
  11. Kaka Nengah dan Wayan, abdiku berdua, kerjakan orang tua Lijah-Lijah, masukkan ke dalam sel, meskipun ia merasa lapar, karena perbuatannya yang keji, tidak merasa kasihan dengan si anak, kok iklas, berkeinginan membunuh si
  12. Disitu orang tua si Lijah-Lijah, sangat terkejut, yang mulia apa salah hamba, mengapa yang mulia menghukum hamba, I Lijah-Lijah berkata, jangan banyak bicara, kamu abdi berdua, segera lakukan, agar berhenti, berkata-kata sambil memperlihatkan giginya yang
  13. Kaka Nengah dan Wayan, tariklah dengan cepat, ayah si Lijsh-Lijah, masukkan ke dalam sel, agak diprcpat ceritanya, keesokkan harinya, I Wayan Lijah-Lijah, mengutus abdinya lagi, mencari, ibunya si Lijah-Lijah.
  14. Agar menhadap ke istana, menghadap sang raja, ceritanga dipersingkat, sang abdi telah berjalan, tidak diceritakan telah sampai, di tempat yang dituju, ibunya Lijah- Lijah, disitu sang abdi berdua, berkata, kepada ibunya Lijah-Lijah.
  15. Ibu Wayan Lija-Lijah, ibu disuruh menghadap, oleh sang raja, hari ini juga, dengan segera ibu I Lijah-Lijah, dengan gemetar ia menghaturkan sembah, kira-kira apa salah saya, sebabnya saya disuruh kesini, yang mulia, mengapa begini nasib
  16. Anak telah meninggal, suami tidak pulang, karena sudah sutang, saya akan mati, menyesal dalam hati, ibu Lijah-Lijah bergumam, disitu sang abdi, berkata dengan lemah lembut, jangan takut, jika tidak merasa
  17. Persiapkanlah, akan perihal menghadap ke istana, dengan cepat ibu Lijah-Lijah, menyampaikan dan mengingatkan, saya bersedia mengikuti, perintah yang mulia, lalu berjalan, tidak diceritakan dalam perjalanan, telah tiba, di istana

 

Pupuh Semarandana

  1. Bersimpuh menghaturkan sembah, kehadapan yang mulia, dengan lemah lembut bertanya, ia IWayan Lijah-Lijah, wahai ibuku dengarkanlah, janganlah ibu merunduk, cobalah lihat muka
  2. Cobalah ibu ingat, siapa sebenarnya saya, ibunya sewmakin takut, badanya gemetar, dia si ibu Lijah-Lijah, menghaturkan sembah sambil merunduk, yang mulia jungjungan
  3. Air matanya mengalir, I Wayan Lijah-Lijah, berkata dengan lemah lembut, wahai ibu, apakah ibu mempunyai anak, ceritakan sekarang, agar saya
  4. Gemetar sambil menangis, teringat akan anaknya, suaranya terputus-putus, ibunya Lijah-Lijah, wahai yang mulia, anak saya sudah meninggal, disebabkan oleh ayahnya.
  5. Mungkin tuanku tahu,konon anak saya, diambil oleh pihak istana, karena suami saya, ia yang memintanya, terhadap yang mulia, agar anaknya
  6. Bertambah-tambah sedih, ia I Wayan Lijah, mendengar kata-kata ibunya, lalu ia berkata, ibu, apakah ibu merasa enak, setelah si anak
  7. Wahai sang raja, bahagia saya ikut mati, tidak ada gunanya, masih hidup ditinggal anak, sesungguhnya si anak, anak kesayangan, kenyataannya seperti saya.
  8. Untuk apa hidup, jika tidak bias berbuat baik, demikian yang disebutkan, karena itu saya iklas mati, seperti itu wahai yang mulia, I Lijah-lijah berkata, terhadap kedua abdinya.
  9. Kaka berdua, pergilah kamu untuk memberitahukan, kepada abdi perempuan, mengantar ibunya Lijah-Lijah, mandi ke taman, setelah selesai mandi, berikan pakaian yang
  10. Baju sutra kain gringsing, sabuk berwarna hijau yang halus, jika sudah selesai ganti pakaian, berikan makanan, ikannya yang segar, sediakan tempat sirih, jika sudah selesai
  11. Ceritanya dipersingkat, ibu si Lijah-Lijah, sangat disayangi, setelah tiga hari, perihal akan bapaknya, berada dalam sel tanpa makanan, tidak mampu menahan lapar.
  12. Sengaja disakiti, oleh anaknya, lalu menyuruh ibunya, agar disitu ia makan, dihadapan suaminya, agar ia bertambah lapar, perut
  13. Air ludah keluar,ibu Wayan Lijah-Lijah, akhirnya ia ngomong, dengan istrinya, saya terlalu lapar, dari tiga hari tidak
  14. Seperti itu omongannya ia sangat sedih, ditimpali oleh istrinya, menjawab permintaan suaminya, saya takut sekali, jika yang mulia tahu, jelas akan menemui kematian, biarkan menahan perut
  15. Kamu terlalu sekali, melihat suami menahan lapar, sisa makanan itu, berikan saya, berkata istrinya, kamu terlalu keras kepala, saya takut
  16. Jika sama-sama diketahui, oleh yang mulia, jelas kamu dan saya, akan mendapatkan bahaya, seperti omongan tadi, lebih baik menahan lapar, air ludahnya dimakan.
  17. I Lijah-Lijah mengintip, omongan mereka berdua, ayah dan ibunya, lalu I Lijah- Lijah mendekati, menanyakan bapaknya, kiranya ayah telah lapar, bagaimana akan minta
  18. ayahnya berkata dengan lemah lembut, wahai junjungan hamba, saya sangat lapar, berikan saya makanan, walaupun satu tempurung tempat makanan ayam, saya sangat lapat, sampai tidak bias
  19. lalu I Lijah-Lijah, memerintahkan abdinya, pergi ambilkan nasi, untuk ayah Lijah- Lijah, sertai juga dengan mengambil cabai, dihancurkan lalu, setelah hancur dicampur.
  20. Jadikan satu, agar enak dimakan, cabai dan nasinya, berikan ayah Lijah-Lijah, singkat cerita tidak diceritakan, setelah diberikan, ia ayah Lijah-Lijah.
  21. Nasi bercampur cabai, warna merah menyala, berikan air sedikit, berikan ayah Lijah-Lijah, karena terlalu lapar, lalu dimakannya, nasi yang pedas
  22. Pedasnya luar biasa, setiap satu jumput dengan cepat, minum air, karena tidak bias menahannya, pedes sekali, karena sangat lapar, dipaksakan untuk
  23. Perutnya terasa panas, memakan nasi yang terlalu pedes, akhirnya ia pingsan, ayah I Lijah-Lijah, terhuyung-huyung, rebah di sel, tidak ingat dengan apa-apa.
  24. Karena tuhan mengasihi, terhadap ayah Lijah-Lijah, ia ingat dengan dirinya, pelan- pelan lalu duduk, I wayan Lijah-Lijah, menanyakan ayahnya, bagaimana rasanya ayah.
  25. Tadi ayah minta nasi, sekarang kok tidak dihabiskan, itu pemberian hamba, apakah sudah kenyang, karena tidak habis, ayah Lijah-Lijah berkata, mohon maaf yang mulia.
  26. Meskipun pemberian yang mulia, saya tidak bias menghabiskan, terlalu pedas, hampir saya mati, panas pedas bagaikan terbakar, saya mau
  27. I Lijah-Lijah menimpali, sekarang ada yang hamba tanyakan, yang mana lebih panas cabai, atau api tungku yang menyala-nyala, ini yang menyebabkan anak mu, Wayan Lijah-Lijah mati, cobalah dijawab dengan
  28. Lalu ayah Lijah-Lijah, berkata kehadapan yang mulia, mohon maaf yang mulia, menurut pikiran saya, setelah merasakan, panas nasi tadi itu, saya teringat dengan anak.
  29. Saya yang menyebabkan ia mati, amat sengsara, mati ditungku api, wajarlah saya menerimanya sekarang, karma saya yang jelek, pantas seperti ini yang saya lihat, karena iklas dengan
  30. Sekarang, senang saya menerima kematian, agar bertemu dengan anak, disitu di sorga, saya bersedia menjadi abdi, agar ia tidak marah, terhadap diri
  31. Besok jika menjelma, agar saya menjadi anak, ia yang menjadi ayahnya, saat itu, bersedia menjadi abdi, agar berganti, semua dosa
  32. Seperti itu ucapannya sambil bersedih, disitu Wayan Lijah-Lijah, sangat marah, dengan ayahnya, agak lemah lembut suaranya, ayah ikuti saya, demikian juga ibu bersama-sama.
  33. Setelah beriringan sekarang, bersimpuh di branda istana, ibu dan ayah, wayan Lijah-Lijah, menanyai mereka berdua, dengan lemah lembut ia bertanya, wahai ibu dan
  34. Cobalah menengadah sekarang, lalu pastikan, siapa sebenarnya saya, ayah ibu silahkan, ayah dan ibu, pelan-pelan menengadah, sepertinya ingin
  35. Meskipun telah lama diperhatikan, dirinya I Lijah-Lijah, dari kepala sampai kaki, masih saja tidak bias dipastikan, karena memakai busana yang indah, yang memantulkan
  36. Lalu I Lijah-Lijah, menanyakan ibu dan ayahnya, bagaimana ayah dan ibu, tidak dapat saya pastikan, yang mulia pasti, penguasa
  37. Sudah dengan baik-baik memastikan, akan diri saya, beginilah kenyataannya, saya I Wayan Lijah-Lijah, anak ibu dan bapak, yang sudah diberitakan mati, dibunuh oleh sang
  38. Ayahnya berkata lagi, mohon maaf yang mulia, anak saya, sudah lama ia mati, I Lijah-Lijah lalu menimpali, jelas ayah tidak peercaya, karena saya memakai pakaian
  39. Cobalah tunggu, saya akan membuka pakaian, ketika pakaian telah lepas, lalu wayan, menyuruh ayahnya, sekarang cobalah ingat-ingat, mengingat akan diri
  40. Jika diumpamakan seperti mimpi, ayah dan ibunya, terkejut melihat anaknya, lalu berkata dengan agak berat, Kamu Wayan Lijah-Lijah, ayah seperti baru bangun, bagaikan orang yang terperanjat dari tempat
  41. Melihat Wayan seperti sekarang, disilah berdiri dihadapan ayah, yang ayah ingat, Wayan sudah dibunuh, oleh sang raja, ke tungku api sampai terbakar, karena kebodohan
  42. Cobalah jelaskan sekarang, ceritakan ayah dan ibumu, akan keberadaanmu sekarang, apakah berujud atma, apakah manusia nyata, silahkan menceritakan, kepada ayah dan
  43. Jika kamu berujud atma, silahkan kamu berikan, dosa yang sebesar-besarnya, kepada ayah, memang pantas, diri ayah sekarang tidak baik, persis seperti keraknya neraka.
  44. Jika kamu manusia sebenarnya, ayah menyerahkan diri, kehadapan kamu, silahkan dicincang dijadikan lawar, karena kesalahan ayah, cincang agar menjadi remuk, ayah tidak akan melawan.
  45. Demikian ucapannya dengan sedih, ayahnya, sedih bercampur gembira, wayan Lijah-Lijah, tidak bias menahan, air matanya keluar dengan derasnya. Lalu memeluk ayah
  46. Berkata sambil menangis, ayah ibu berdua, sekarang ceritanya diperpendek, sepertinya ini yang bernama karma, atau takdir yang kuasa, karenanya seperti ini yang dilihat, saya dengan ibu
  47. Jika lagi diceritakan, menceritakan yang sudah liwat, ceritanya akan panjang, sekarang kita terima saja, anugrah tuhan, beliau sebagai penentu, kita hanya bias menjalankan.
  48. Akan perihal dahulu, mari sama memaafkan, kesalahan diri saya,, mari kita selesaikan, jika si ayah yang menanyakan, akan diri saya menjadi raja, panjang sekali.
  49. Seperti ini caranya ayah, jika ayah berkeinginan mengetahuinya, akan diri saya, sudah ada pengarang, menjadikan cerita, terselip disitu pada pupuh, pertama baris yang ke empat.



Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

BACA JUGA