Benang Merah Antara Tajen dan Tabuh Rah


Tajen Menurut Kitab Manawadharmasastra

Yo’himsakaani bhuutaani hinas, tyaatmasukheaschaya. Sa jiwamsca mritascaiva na.
Kvacitsukhamedhate
. (Manawa Dharmasastra V.45) Maksudnya adalah Ia yang menyiksa makhluk hidup yang tidak berbahaya dengan maksud untuk mendapatkan kepuasan nafsu untuk diri sendiri, orang itu tidak akan pernah merasakan kebahagiaan. Ia selalu berada dalam keadaan tidak hidup dan tidak pula mati. Penyiksaan dan pembunuhan yang dilakukan hanya untuk kesenangan adalah dosa. Orang yang melakukan hal itu tidak akan memperoleh kebahagiaan baik di dunia ini maupun di masa kelahiran berikutnya.

  1. Dyūtaṁ samaḥ vayaṁ caiva rāja rātrannivarayet, rājanta karaóa vetau dvau dośau pṛthivikśitam. Manavadharmaśāstra IX.221.(Perjuadian dan pertaruhan supaya benar-benar dikeluarkan dari wilayah pemerintahannya, ke dua hal itu menyebabkan kehancuran negara dan generasi muda).
  2. Prakaśaṁ etat taskaryam yad devanasama hvayau, tayornityaṁ pratighate nṛpatir yatna van bhavet. Manavadharmaśāstra IX.222.(Perjudian dan pertaruhan menyebabkan pencurian, karena itu pemerintah harus menekan ke dua hal itu)
  3. Apraṇibhiryat kriyate tal loke dyūtam ucchyate, praṇibhiḥ kriyate yāstu
    na vijñeyaḥ sāmahvayaḥ. 
    Manavadharmaśāstra IX.223. (Kalau barang-barang tak berjiwa yang dipakai pertaruhan sebagai uang,hal itu disebut perjudian, sedang bila yang dipakai adalah benda-bendaberjiwa untuk dipakai pertaruhan, hal itu disebut pertaruhan).
  4. Dyūtaṁ sāmahvayaṁ caiva yaḥ kūryat karayate va, tansarvan ghatayed rājaśudramś ca dvija linggi. Manavadharmaśāstra IX.224. (Hendaknya pemerintah menghukum badanniah semua yang berjudi dan bertaruh atau mengusahakan kesempatan untuk itu, seperti seorang pekerja yang memperlihatkan dirinya (menggunakan atribut) seorang pandita)
  5. Kitavān kuśìlavān kruran paśandasthaṁśca manavan,vikramaśṭhanañca undikaṁś ca kśipram nirvāśayetprat. Manavadharmaśāstra IX.225. (Penjudi-penjudi, penari-penari dan penyanyi-penyanyi (erotis), orang- orang yang kejam, orang-orang bermasalah di kota, mereka yang menjalankan pekerjaan terlarang dan penjual-penjual minuman keras, hendak- nya supaya dijauhkan dari kota (oleh pemerintah) sesegera mungkin).
  6. Eta raśṭre vartamana rajñaḥ pracchannataskaraḥ, vikarma kriyaya nityam bhadante bhadrikaḥ prajāḥ. Manavadharmaśāstra IX.226.(Bilamana mereka yang seperti itu yang merupakan pencuri terselubung, bermukim di wilayah negara, maka cepat-lambat, akan mengganggu penduduk dengan kebiasaannya yang baik dengan cara kebiasaannya yang buruk).
  7. Dyūtam etat pūra kalpe dṛśtaṁ vairakaraṁ mahat, tasmād dyūtaṁ na seveta
    hasyartham api buddhimān
    . Manavadharmaśāstra IX.227. (Di dalam jaman ini, keburukan judi itu telah nampak, menyebabkan timbulnya permusuhan. Oleh karena itu, orang-orang yang baik harus menjauhi kebiasaan-kebiasaan ini, walaupun untuk kesenangan atau hiburan).

Judi dan taruhan dilarang dalam Agama Hindu. Kitab suci Manawa Dharmasastra Buku IX (Atha Nawano dhyayah) sloka 221, 222, 223, 224, 225, 226, 227, dan 228 dengan jelas menyebutkan adanya larangan itu. Sloka 223 membedakan antara perjudian dengan pertaruhan. Bila objeknya benda-benda tak berjiwa disebut perjudian, sedangkan bila objeknya mahluk hidup disebut pertaruhan. Benda tak berjiwa misalnya uang, mobil, tanah dan rumah. Mahluk hidup misalnya binatang peliharaan, manusia, bahkan istri sendiri seperti yang dilakukan oleh Panca Pandawa dalam ephos Bharatha Yuda ketika Dewi Drupadi dijadikan objek pertaruhan melawan Korawa.

Pemerintah berwenang mengawasi agar larangan judi ditaati sebagaimana ditulis dalam Manawa Dharmasastra.IX.221. Perjudian dan pertaruhan supaya benar-benar dikeluarkan dari wilayah Pemerintahannya karena kedua hal itu menyebabkan kehancuran kerajaan dan putra mahkota. Istilah kerajaan dan putra mahkota zaman sekarang dapat ditafsirkan sebagai negara dan generasi penerus, sedangkan istilah Pemerintah dapat ditafsirkan sebagai penguasa, mulai Kelian Adat, Kepala Lingkungan, Lurah, Camat, Bupati, sampai Gubernur.

Para penjudi dan peminum minuman keras digolongkan sebagai orang-orang “sramana kota” (sloka 225) disebut pencuri-pencuri tersamar (sloka 226) yang mengganggu ketenteraman hidup orang baik-baik. Judi menimbulkan pencurian (sloka 222), permusuhan (sloka 227) dan kejahatan (sloka 228). Para penguasa khususnya di Bali diharap memahami benar tentang jenis-jenis judi agar tidak terkecoh dengan dalih pelaksanaan adat dan upacara agama. Ada kegiatan penggalian dana dengan mengadakan tajen, ada kegiatan piodalan di Pura dilengkapi dengan tajen, dan kebiasaan meceki pada waktu melek di acara ngaben, bahkan pada hari-hari raya seperti Galungan, Kuningan, Nyepi, Pagerwesi.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Blog Terkait