Pawintenan Dan Sesananing Pemangku (Pinandita)


Tata Cara dalam Pemilihan Pemangku

Eksistensi seorang Pamangku” sangat ditentukan oleh suatu kebutuhan atau tuntutan. Apakah itu kebutuhan pribadi, kelompok maupun umum. Untuk kebutuhan pribadi seseorang menjadi Pamangku tidak didasarkan pada pemilihan public, melainkan atas dasar kesadaran pribadi yang bersangkutan untuk menjadi Pamangku. Kesadaran pribadi sering dilatar belakangi oleh sakit yang mendahului karena dipilih oleh kekuatan niskala walaupun yang bersangkutan tidak ngemong suatu Pura.

Untuk memenuhi kebutuhan kelompok atau umum prosedur pemilihannya atau pengangkatannya dapat mengikuti beberapa cara:

Cara 1. Pemilihan secara langsung dan demokratis.

Ini berdasarkan penunjukkan atas dasar suara terbanyak dari suatu komunitas tertentu yang mernbutuhkan adanya Pamangku tersebut.

Cara inipun harus pula memenuhi berbagai persyaratan di atas. Terlebih dahulu tentu ditetapkan beberapa calon yang telah memenuhi persyaratan.

Kemudian calon dipilih secara demokratis dalam suatu paruman / musyawarah. Calon yang memperoleh suara terbanyak itulah yang ditetapkan menjadi Pamangku.

Cara 2. Pemilihan berdasarkan keturunan.

Pemilihan model ini tidak banyak mengalami hambatan, mengingat para keturunan dari Pamangku itu telah menyadari sebelumnya pada waktunya nanti akan melanjutkan pengabdian Leluhurnya/orang tuanya untuk ngayah sebagai Pamangku.

Walaupun pemilihan ini tinggal menunjuk saja dari keturunan seorang Pamangku oleh masyarakat, namun demikian siapa yang ditunjuk tidak boleh tergolong ke dalam ceda angga atau carat fisik maupun cacat moralitas dan kepribadiannya.

Cara 3. Pemilihan menggunakan kewangen (Lekesan)

Dalam hal ini, Krama terlebih dahulu agar menetapkan beberapa orang calon Pemangku yang sudah dianggap memenuhi persyaratan.

  • Kepada para calon Pemangku diberikan masing-masing satu kewangen. Tetapi di salah satu Kewangan tersebut diisi rerajahan Ongkara atau kode lainnya yang diletakan tersembunyi, sehingga tidak terlihat perbedaannya dengan kwangen yang lain.
  • Kemudian kuwangen itu dipergunakan untuk memuja Ida Bhatara di Pura tersebut serta memohon penugrahan dan juga sebagai saksi pada sesuhunan bahwa siapapun yang terpilih nantinya (yang mendapat kode kusus itu di kwangen) agar tidak menolak dari yang telah ditentukan, dan begitu juga bagi yang lainnya dengan senang hati menerimanya.
  • Setelah itu, satu persatu kewangen kemudian diserahkan kepada pengurus Pura untuk dibuka dihadapan saksi dan Krama pura. Siapa yang kuwangennya berisi rerajahan Ongkara (kode khusus), maka dialah yang dianggap terpilih sebagai Pemangku.
CARA 4. Pemilihan dengan cara nyanjaan / Matuwun.

Ini dengan menggunakan mediator seorang Mangku Lancuban atau Balian Katakson.

  • Prosesinya diawali dengan matur piuning di Pura, dimana Pamangku tersebut akan melaksanakan tugasnya.
  • Kemudian mediator tersebut akan kerauhan, jika tidak ada hambatan, maka mediator tersebut akan menyebut nama seseorang vang dipilih untuk jadi Pamangku.
  • Pemilihan dengan cara ini bisa diulang bilamana dipandang kurang tepat dan tidak sesuai dengan harapan.

Setelah calon Pamangku ditetapkan maka dilanjutkan dengan pengukuhan, melalui upacara pawitenan Pamangku. Yakni upacara ritual penyucian diri secara lahir dan batin bagi seseorang untuk memasuki swadharmanya sebagai Pamangku atau Pinandita, dan memiliki konsekwensi kewenangan untuk memimpin pelaksanaan upacara.

Mengenai upacara pawintenan ini dinyatakan dalam lontar, Siwa Tattwa Purana sebagai berikut:

Iti tingkahing krama desa, banjar, dadya ngadegang pamangku mangda maupakara rumuhun patut tingkahing, pangupakaraning pamangku. Apang tetep parikramanya mawinten, pawintenannya marajah Ghana, kajaya-jaya olih pandita Buddha yadyapin Siwa… 

Artinya :
Ini tatacara masyarakat desa, banjar, pura keluarga mengangkat pamangku, supaya diupacarai terlebih dahulu sesuai dengan upacara pengangkatan pamangku, agar lengkap upacara pawintenannya. Pawintenannya digambar Ghana, dipuput/diselesaikan oleh pandita Buddha dan Siva.

Walaupun secara institusi formal seorang Pamangku tidak memasuki sila kramaning aguron-guron, namun agar tidak terjadi pelanggaran dalam melaksanakan tugas, sebaiknya seorang Pamangku mengangkat Guru Pembimbing, dalam hal ini siapa yang menyelesaikan upacara pawintenan tersebut, seperti yang dinyatakan dalam lontar Purwagamasasana sebagai berikut:

Iki ling ing Purwwa-Gama-Sesana” Yan hana wwang kengin kumew,ruha ri kahananing Sanghyang aji Aksara, yogya ngupadhyaya awak sariranta ruhun, lamakana tan keharananing letuh, lamakana weruh rijatining manusa, wenang sira Mawinten rumuhun mwang katapak denira Sang Guru Nabe, apan sira Sang Guru Nabe bipraya angupadhyaya nuntun sang sisya kayeng kawekas, mawastu mijil sakeng, aksara ngaranya.

Yan hana wwang kumewruha rikahananing sanghyang aji-aksara, tan pangupadyaya utawi maupacara mwah tan katapak, tan paguru, papa ikang wwang yan mangkana, babinjat wwang mangkana ngaranya, apan mijilnya tan paguru, kweh prabhedanva idennya dawak, yan benjangan padhem wwang mangkna, atmanya manados entiping kawah candra ghomukha. Yan manresti malih matemahan tiryak yoni, amangguhaken kasangsaran.

Malih hana piteketku ri kita kabeh, sang mahyun kumawruha ring kahananing Aji-aksara mwang kapemangkuan, yan hana wwang durung Dwijati utawi abhodgala, tan kawenang wehana gumelaraken Sodasa-Mudra, kopadrawa sira denira Sang Hyang, Asta Dewata. Kewala ikang amusthijuga kawenangan wehana ri wwang durung Adhiksa Dwijati, ri sang harep anembah Dewa, amreyogakna Sang Hyang ri daleming sarira. Mangkana piteket-Ku ri wwang kabeh, haywa marlupa, hila-hila dahat.
Artinya:
Ini ucapan sastra Adhi Purwwagama sasana: Jika ada seseorang bermaksud mengetahui segala keberadaan ilmu pengetahuan kesucian, sebaiknya terlebih dahulu bergurulah kamu, agar tidak disebut cemar, agar tahu hakikat sebagai manusia, wajib kamu melaksanakan pawintenan, serta mendapat pengesahan/pembaptisan oleh Guru Rohani, karena Guru Rohanilah yang akan memberi pelajaran serta menuntun siswa rohani sampai di kemudian hari, yang menyebabkan dirimu lahir dalam dunia spiritual.

Jika ada seseorang bermaksud mengetahui segala keberadaan ilmu pengetahuan kesucian, namun tidak berguru, tanpa upacara pengesahan tanpa dibaptis serta tanpa pembimbing spiritual, ternodalah orang yang demikian itu, ibarat anak jadahlah orang yang demikian itu, karera lahir tanpa bimbingan guru rohani tanpa upacara penyucian, banyak cacatnya orang yang demikian itu, pikiran pendek, prilakunya tidak terpuji tak ubahnya seperti binatang termasuk kecerdasannya. Saat kematiannya nanti roh orang yang demikian itu. akan disiksa oleh algojo naraka menjadi kerak.kawah naraka, jika menjelma dikemudian menjadilah ia binatang rendahan serta senantiasa menemui penderitaan.

Sekarang ada nasehat-Ku. lagi kepadamu jika ada seseorang belum dibaptis menjadi Pandita, jangan diberikan memperagakan Sodasa Mudra, akan kena kutuk mereka oleh Sanghyang Astadewata, hanya dengan mamusti saja hakmu bagi yang belum menjadi Pandita pada saat kamu hendak memuja Tuhan, dan menyatukan Nya dalam dirimu. Demikian nasihat-Ku kepada manusia semua, jangan sampai lupa sangat berbahaya hukumnya.

Seorang Pemangku yang masih remaja tidak ada hambatan bila ingin menikah, namun setelah upacara pawiwahan dia bersama-sama istrinya atau suaminya harus mewinten ulang dengan tingkatan ayaban yang paling tidak sama dengan dahulu atau tingkatan ayaban yang lebih tinggi.

Yang penting adalah bahwa seseorang yang terpilih sebagai Pemangku hendaknya tidak menepuk dada, menjadi besar kepala dan sombong karena merasa menang dalam pemilihan. Sebaliknya orang yang terpilih itu hendaknya semakin merendah diri dan tidak bersikap berlebihan atau over acting. Seseorang yang terpilih sebagai Pemangku harus melakoni hidup ini sewajarnya saja dan selalu berpegang kepada ajaran-ajaran Agama Hindu.

Disamping itu, orang yang terpilih sebagai Pemangku seharusnya bersyukur karena sudah terpilih sebagai pelayan Ida Sanghyang Widhi Wasa, sehingga terbuka kesempatan luas baginya untuk kemudian hari – jika memenuhi persyaratan – akan menjadi orang suci. Untuk benar-benar bisa menjadi orang suci tentu yang bersangkutan harus membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan tentang Agama, kerohanian, spiritual yang harus dapat diamalkan bagi kepentingan masyarakat.

 




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Buku Terkait
Baca Juga