Rangkaian Membangun Palinggih Padmasana


Bentuk – Bentuk Palinggih Padmasana

 

Dilihat dari bentuk bangunan Padmasana, dibedakan adanya lima jenis Padmasana, yaitu:

  1. Padma Anglayang, memakai dasar bhedawangnala, bertingkat tujuh dan di puncaknya ada tiga ruang. Digunakan selain sebagai niyasa stana Sanghyang Siwa Raditya atau Sanghyang Tripurusa, juga sebagai niyasa stana Trimurti.
  2. Padma Agung, memakai dasar bhedawangnala, bertingkat lima dan di puncaknya ada dua ruang. Digunakan selain sebagai niyasa stana Sanghyang Siwa Raditya atau Sanghyang Tripurusa, juga sebagai niyasa Ardanareswari yaitu kekuatan/ kesaktian Hyang Widhi sebagi pencipta segala yang berbeda misalnya: lelaki-perempuan, siang-malam, kiri (pengiwa) – kanan (penengen), dst.
  3. Padmasana, memakai bhedawangnala, bertingkat lima dan di puncaknya ada satu ruang. Digunakan selain sebagai niyasa stana Sanghyang Siwa Raditya atau Sanghyang Tripurusa, juga sebagai niyasa Sanghyang Tunggal yaitu Hyang Widhi Yang Maha Esa
  4. Padmasari, tidak memakai dasar bhedawangnala, bertingkat tiga dan di puncaknya ada satu ruang. Digunakan hanya untuk niyasa stana Sanghyang Siwa Raditya atau Sanghyang Tripurusa
  5. Padma capah, tidak memakai dasar bhedawangnala, bertingkat dua dan di puncaknya ada satu ruang. Digunakan untuk niyasa stana Hyang Widhi dalam manifestasi sebagai Baruna (Dewa lautan)

Padmasari dan Padmacapah dapat ditempatkan menyendiri dan berfungsi sebagai pengayatan / penyawangan. Mengenai pedagingan kedua padmasana ini hanya pada dasar dan puncak saja. Sedangkan padmasana yang mempergunakan Bedawang Nala berisi pedagingan pada Dasar, Madya, dan Puncak.

Pemilihan bentuk kelima jenis Padmasana itu berdasar pertimbangan kemampuan penyungsung melaksanakan upacara, baik ketika mendirikannya maupun pada setiap hari piodalannya.

Oleh karena itu dipertimbangkan juga jumlah penyungsungnya. Makin banyak penyungsungnya makin “utama” bentuk padmasana, sesuai dengan urutan di atas.

 

Letak Palinggih Padmasana

Berdasarkan lokasi (menurut pengider- ider) terbagi menjadi 9 jenis berdasarkan lontar Wariga Catur Wisana sari, Letak Padmasana menurut arah mata angin (pengider-ider bhuwana) ada sembilan macam yaitu:

  1. Padma Kencana, timur (purwa)
  2. Padmasana, selatan (daksina)
  3. Padmasari ,barat (pascima)
  4. Padma Lingga, utara (uttara)
  5. Padma Asta Sedhana, tenggara (agneya)
  6. Padma Noja, barat daya (nairity)
  7. Padma Karo ,barat laut (wayabya)
  8. Padma Saji ,timur laut (airsanya)
  9. Padma Kurung, tengah-tengah Pura (madya)

Pemilihan letak Padmasana berdasar pertimbangan letak Pura dan konsep “hulu – teben”. Dalam membangun Padmasana, jika memakai Timur sebagai hulu, tidak masalah karena di mana-mana arah timur selalu sama. Tetapi jika memakai Gunung sebagai hulu maka ada perbedaan hulu teben. Misalnya:

Di daerah Den Bukit (Buleleng) di mana hulunya (Gunung) adalah arah selatan maka sesuai letaknya dibangun Padmasana.

Sebaliknya di selatan “bukit” (Gunung) mulai dari Pancasari ke Bali selatan di mana hulunya adalah arah utara maka sesuai letaknya dibangun Padma lingga.

Di daerah Karangasem bagian timur di mana hulunya (Gunung) ada di bagian barat, maka sesuai letaknya dibangun Padma sari.

Demikian seterusnya. Pemilihan letak Padmasana juga ditentukan oleh lokasi tanah pekarangan, misalnya untuk perumahan di kota-kota besar di mana sulit memilih letak tanah sesuai dengan konsep hulu – teben seperti di Bali, maka jika membangun Padmasana silahkan memilih alternatif yang terbaik di antara kesembilan jenis lokasi seperti tersebut di atas.

 

MEMILIH LOKASI PADMASANA

Bila ingin membangun Padmasana untuk penyungsungan jagat artinya yang permanen dan akan digunakan selamanya serta untuk kepentingan rekan sedharma dalam jumlah besar, perlu memperhatikan pemilihan lokasi yang tepat dengan aturan-aturan yang sudah ditetapkan dalam Lontar Keputusan Sanghyang Anala, yang ditulis berdasarkan wahyu yang diterima oleh Bhagawan Wiswakarma.Selain untuk membangun Padmasana, aturan ini juga dapat berlaku untuk membangun Pura, Sanggah Pamerajan, dan perumahan.Pilihlah lokasi yang baik dan hindari sedapat mungkin lokasi yang tidak menguntungkan seperti pelemahan hala dan karang kebaya-baya.Apabila keadaan memaksa, lakukan usaha-usaha pangupahayu agar terhindar dari pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh kekurang sempurnaan keadaan lokasi.

 

PEMBAGIAN HALAMAN PADMASANA

Untuk Pura yang besar menggunakan pembagian halaman menjadi tiga, yaitu:

  1. Utama Mandala, adalah bagian yang paling sakral terletak paling hulu, menggunakan ukuran Asta Bumi.
  2. Madya Mandala, adalah bagian tengah, menggunakan ukuran Asta Bumi yang sama dengan utama Mandala.
  3. Nista Mandala, bagian teben, boleh menggunakan ukuran yang tidak sama dengan utama dan nista mandala hanya saja lebar halaman tetap harus sama.

Ketiga Mandala itu merupakan satu kesatuan, artinya tidak terpisah-pisah, dan tetap berbentuk segi empat; tidak boleh hanya utama mandala saja yang persegi empat, tetapi madya mandala dan nista mandala berbentuk lain.

Di Utama mandala dibangun pelinggih-pelinggih utama. Di madya mandala dibangun sarana-sarana penunjang misalnya bale gong, perantenan (dapur suci), bale kulkul, bale pesandekan (tempat menata banten), bale pesamuan (untuk rapat-rapat), dll. Di nista mandala ada pelinggih Lebuh yaitu stana Bhatara Baruna, dan halaman ini dapat digunakan untuk keperluan lain misalnya parkir, penjual makanan, dll.

Batas antara nista mandala dengan madya mandala adalah Candi Bentar dan batas antara madya mandala dengan utama mandala adalah Gelung Kori, sedangkan nista mandala tidak diberi pagar atau batas dan langsung berhadapan dengan jalan.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga