Brahma Vidya & Pokok Ajaran Siwa Siddhanta Dalam Bhuwana Kosa


Dalam Weda, kitab suci Hindu ilmu yang mempelajari tentang Tuhan dinamakan brahma vidya atau brahma tattva jnana. Brahma diartikan Tuhan, yaitu gelar yang diberikan kepada Tuhan sebagai unsur yang memberikan kehidupan pada semua ciptaanNya, Yang Maha Kuasa. Vidya atau Jnana kedua-duanya artinya sama yaitu ilmu. Tattva berarti hakikat tentang Tat atau “Itu”, yaitu Tuhan dalam bentuk Nirguna Brahman. Tattva Jnana artinya sama dengan ilmu tentang hakikat, yaitu ilmu tentang Tuhan.
Berdasarkan uraian tersebut yang dimaksud dengan brahma vidya dalam agama Hindu adalah brahma tattwa jnana, yaitu ilmu tentang Tuhan. Ajaran Hindu adalah bersifat monoteistis, yaitu menyembah Tuhan Yang Maha Esa.

Dikatakan demikian karena di dalam Chandogya-Upanisad, IV.2.1 ditegaskan

“Ekam Eva Advityam Brahman”, (“Hanya ada satu Tuhan (Brahman) tidak ada yang kedua”). Pada mantram Trisandhya dikatakan “Eko Narayanaa na dwityo’sti kaccit”.

(‘Tuhan hanya satu, sama sekali tidak ada duanya (yang kedua)’).

Di dalam Rg. Weda I.164.46. disebutkan

“Ekam Sat Viprah bahudha vadanti”,

(“Hanya terdapat satu Kebenaran Yang Mutlak, orang bijaksana (resi) menyebut dengan banyak nama”).

Dalam Kakawin Arjuna Wiwaha disebutkan,

“Wahyadhyatmika sembahing hulun i jong ta tan hana waneh”.

(‘Lahir batin sembah hamba ke hadapan Tuhan tak ada yang lainnya’). Demikian pula dalam mantra, Tuhan Yang Maha Esa (Sang Hyang Widhi Wasa) diwujudkan sebagai pranawa dengan suku kata suci OM.

Dalam Siwa Tattwa (1999:25) disebutkan bahwa Tuhan dalam agama Hindu Indonesia adalah Sang Hyang Widhi Wasa. Nama ini berarti Yang Menakdirkan, Yang Maha Kuasa, yang dalam bahasa Bali diterjemahkan dengan Sang Hyang Tuduh atau Sang Hyang Titah. Dalam sastra-sastra, baik lontar maupun dalam puja astawa saat upacara keagamaan Tuhan atau Sang Hyang Widhi Wasa disebut dengan Bhatara Siwa. Artinya, umat Hindu di Indonesia termasuk di Bali yang telah memeluk agama Hindu secara turun temurun adalah memuja Tuhan atau Sang Hyang Widhi Wasa sebagai Bhatara Siwa.

Brahman memiliki dua aspek, yaitu Saguna Brahman dan Nirguna Brahman. Nirguna Brahman disebut Para Brahman, yaitu Brahman Tertinggi adalah Brahman yang bebas dari guna, Brahman yang tak terbatas, tak terkondisikan dan tanpa sifat. Ia tidak dapat dipahami. Dalam Bhagawadgita. VIII. 3 Sri Bhagavan bersabda,

“Yang kekal abadi, maha Agung, adalah Brahman; persemayaman-Nya dalam badan individu dinamakan adhyatman; karma adalah nama yang diberikan kepada persembahan yang melahirkan makhluk hidup di dunia”.

Ia tanpa ruang, tanpa waktu, tanpa sebab, tidak berpribadi. Ia tak berawal, tiada pertengahan, tiada berakhir, berada di mana-mana.

Dalam Bhagawadgita. IX. 18 dijelaskan bahwa

“Aku adalah tujuan, pengemban, penguasa, Aku adalah saksi, tempat kediaman, tempat perlindungan; Aku adalah kawan, asal mula, akhir kesudahan; Aku adalah dasar, tempat penyimpanan, benih abadi”.

Bhagawadgita. IX. 19

“Aku adalah pemberani, kehangatan, menahan dan menurunkan hujan, Aku adalah keabadian dan kematian, sat dan asat, wahai Arjuna.

Saguna Brahman yang juga disebut Apara Brahman adalah Ia yang Kuasa yang terbatas, yang tersangkut dengan dunia pengalaman dan jiwa perseorangan. Ia adalah Isvara.

Hal ini dijelaskan dalam Bhagawadgita, IV.6 bahwa

“Walaupun Aku tak terlahirkan, kekal, Aku adalah Isvara dari semua makhluk, Aku menjadikan diriKu sendiri dan menjadi ada dengan kekuatan Maya-Ku”.

Ia yang menciptakan, memelihara, dan melebur dunia ini. Hal ini diuraikan dalam Bhagwadgita, XIV. 3 dan 4, yaitu

“Kandungan Ku adalah Maha Brahma (prakrti) dimana aku meletakkan benih (kehidupan) di dalamnya dan dari sanalah adanya semua kelahiran makhluk ini, wahai Arjuna”. “Apapun wujud yang lahir itu, wahai Arjuna, pada kandungan siapapun, Maha Brahma adalah kandungannya dan Aku adalah bapak pemberi benih”.

Manawa Dharmasastra, I. 8, juga menjelaskan bahwa

“Tuhan menciptakan dari dirinya sendiri semua makhluk hidup yang beraneka ragam”.

Ia yang hadir di mana-mana, maha tahu, maha kuasa, pengendali jiwa perseorangan, dan pengendali alam semesta.

Hal ini dijelaskan dalam Bhagawadgita, IX. 4 bahwa

“Alam semesta ini diliputi oleh-Ku dengan wujudKu yang tak nyata”.

Ia adalah penguasa hukum karma dan moral. Hal ini dijelaskan dalam Bhagawadgita. IX. 17 bahwa

“Aku adalah Bapa, Ibu, Pelindung, dan Datuk alam semesta ini, Aku adalah objek ilmu pengetahuan, pensuci, Aku adalah Omkara, dan juga Rg, Sama, dan Yayuh”.

Masyarakat Hindu di Bali lebih mengenal Brahma Vidya atau Brahma Jnana Tattwa dengan sebutan Tattwa yang berarti hakikat tentang Tat atau “Itu”, yaitu Tuhan dalam bentuk Nirguna Brahman. Hal ini diterima sebagai salah aspek dari agama Hindu di Indonesia (Bali), di samping Susila dan Acara (Upacara).

Ketiganya itu, yaitu tattwa, susila, dan acara dikenal sebagai kerangka dasar agama Hindu di Bali. Ajaran tattwa lebih dikenal dengan sebutan Siwatattwa yang merupakan kelompok lontar tattwa yang bersifat siwaistik. Termasuk ke dalam golongan ini, antara lain Buana Kosa, Wrspatitattwa, Tattwajnana, Sang Hyang Mahajanana, Ganapatitattwa, Buana Sangksepa, dan Jnanasiddhanta.

Lontar yang disebutkan pertama sajalah yang akan dijadikan pusat bahasan pada kajian ini seperti dijelaskan berikut di bawah ini.

Bhuwana Kosa adalah sebuah lontar yang tergolong jenis tattwa atau tutur yang bercorak Siwaistik. Lontar ini merupakan yang tertua hal ini tampak dari adanya teks Sansekertanya yang jumlahnya banyak, bahkan lebih banyak dari uraiannya dalam bahasa Jawa Kuna dan keadaan teksnya cukup baik. Lontar ini terdiri atas sebelas bab yang disebut dengan patalah dan 487 sloka.

Pokok-pokok isi secara keseluruhan Bhuwana Kosa (Brahma Rahasyam) alih aksara dan alih bahasa, 1994, diterjemahkan oleh tim penerjemah yang terdiri atas Rai Mirsha, Sura, Maka, Djapa, Sujana dan Sunu diterbitkan oleh Upada Sastra di Denpasar dapat distrukturisasi sebagai berikut.

Pokok-pokok isi secara keseluruhan Bhuwana Kosa (Brahma Rahasyam) alih aksara dan alih bahasa, 1994, diterjemahkan oleh tim penerjemah yang terdiri atas Rai Mirsha, Sura, Maka, Djapa, Sujana dan Sunu diterbitkan oleh Upada Sastra di Denpasar dapat distrukturisasi sebagai berikut.

  1. Patalah I berjudul Brahma Rahasyam, Pretamah Patalah terdiri atas 33 sloka.
  2. Patalah II berjudul Brahma Rahasyam, Dwitiyah Patalah terdiri atas 20 sloka.
  3. Patalah III berjudul Brahma Rahasyam, Tritiyah Patalah terdiri atas 80 sloka.
  4. Patalah IV berjudul Buana Kosa, Catur Patalah terdiri atas 76 sloka.
  5. Patalah V berjudul Brahma Rahasyam, Panca Patalah terdiri atas 52 sloka.
  6. Patalah VI berjudul Jnana Siddhanta, Pretamah Patalah terdiri atas 4 sloka.
  7. Patalah VII berjudul Basma Mantra terdiri atas 30 sloka.
  8. Patalah VIII berjudul Jnana Sangksepa terdiri atas 40 sloka.
  9. Patalah IX berjudul Buana Kosa, Nawa Patalah terdiri atas 44 sloka.
  10. Patalah X berjudul Siddhanta Sastra, Dasa Patalah terdiri atas 35 sloka.
  11. Patalah XI berjudul Buana Kosa, Siwopadesa Samaptam terdiri atas 75 sloka.

Adapun kesebelas topik pembahasan dalam 11 patala diantaranya:

  1. Brahma Rahasyam, Prathama Patala (Rahasia Brahma Yang Pertama) yang menjelaskan rahasya Tuhan Yang Maha Esa yang disebut sebagai Siva yang bersemayam dalam hati yang dapat dilihat oleh seorang Yogisvara.
  2. Brahma Rahasyam, Dvitiya Patala (Rahasia Brahma yang Kedua) yang menjelaskan rahasya Tuhan YangMaha Esa menciptakan alam semesta, sapta loka dan makhluk hidup lainnya serta sifat-sifat Tuhan Yang Maha Esa yang Nirguna.
  3. Brahma Rahasyam, Tritiya Patala (Rahasia Brahma yang Ketiga) yang menjelaskan rahasya Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sang Hyang Rudra yang bersatu dengan Sang Hyang Siva.
  4. Bhuwanakosa Caturta patala (Bhuvanakosa yang menjelaskan unsur-unsur jagat raya dari yang halus (Panca Tan Mantra) dan yang lebih kasar (Panca maha Bhuta), Buddhi, Manas, ahamkara dan Triguna.
  5. Brahma Rahasyam, Pancama Patala (Rahasia Brahma yang Kelima) yang menjelaskan rahasya Tuhan Yang Maha Esa tentang alam Kaivalya, Jagrapada, Supta, dan Svapana serta perjalanan roh meninggalkan badan menuju alam yang murni yang menjadi tujuan para pandita.
  6. Jnana Siddhanta Sastram Prathama Patala (Pengetahuan Jnana Siddhanta yang Pertama) yang menyatakan seorang Pandita hendaknya memahami Siddhanta.
  7. Bhasma Mantra sakala vidhi sastram Dvitiya Patala (Pengetahuan tentang mantra abu suci yang Kedua) menjelaskan tentang manifestasi-Nya yang utama, yakni Brahma, Visnu, dan Siva, aksara yang berkaitan dengan Dewa-Dewa tersebut serta posisinya dalam tubuh manusia.
  8. Jnana Samksepa (Simpulan Ajaran) menjelaskan tentang pahala penyucian diri.
  9. Bhuvana Kosa Nava Patala (Bhuvana Kosa yang Kesembilan) menjelaskan tentang mudra (sikap tangan) dan arcana (tata cara pemujaan).
  10. Siddhanta Sastra, Dasama Patala (Pengetahuan Siddhanta yang Kesepuluh) menjelaskan bagaimana seorang pandita menghadapi kematian sehingga menuju Sang Hyang Siva. Dijelaskan pula tentang Yoga Sandhi. Lepasnya atma melalui ubun-ubun (Sivadvara).
  11. Bhuvana Kosa, Sivopadesa Sampta (Bhuwana Kosa, Ajaran Siva yang tertakhir). Merupakan bagian akhir dari Bhuvana Kosa ajaran Siva menjelaskan aksara suci perwujudan Tuhan Yang Maha Esa (Pranava) dan prosesnya menjadi berbagai aksara dalam alam semesta serta tubuh manusia, kemudian dari berbagai aksara itu kembali kepada asalnya.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

HALAMAN TERKAIT
Baca Juga