Pranila Pemugaran Pelinggih

Tata Laksana dan Upakara Pemugaran (Pralina) Pelinggih


Tahapan Pra-Pralina – Ngingsirang Ida Bhatara dan Persiapan Spiritual

Sebelum fisik bangunan disentuh oleh palu atau linggis, aspek teologis menuntut adanya “evakuasi” spiritual. Proses ini disebut Ngingsirang Ida Bhatara, sebuah eufemisme halus yang berarti “memindahkan” stana manifestasi Tuhan dari bangunan permanen ke bangunan sementara.

Langkah pertama dalam persiapan adalah mendirikan tempat penampungan suci yang disebut Turus Lumbung atau Bale Panjang. Struktur ini bukan sekadar gubuk darurat, melainkan harus memenuhi syarat kesucian minimal karena akan ditempati oleh Ida Bhatara selama proses renovasi berlangsung (bisa berbulan-bulan hingga bertahun-tahun).

  • Material : Biasanya terbuat dari bambu gading atau kayu Dapdap yang dianggap memiliki sifat pendingin (tis).
  • Lokasi : Didirikan di area Utama Mandala (jeroan) yang tidak terkena dampak langsung debu proyek, atau di sudut timur laut (Ersanya) pekarangan jika memungkinkan.
  • Dekorasi : Dihias dengan Wastra (kain) putih-kuning, Lamak, dan Gantung-gantungan layaknya pelinggih asli, menandakan status sakralnya tetap terjaga.

Tata Cara Ritual Ngingsirang Ida Bhatara

Upacara ini harus dipimpin oleh orang yang memiliki wewenang spiritual, minimal seorang Pemangku (Pinandita) untuk Sanggah / Merajan, atau Sulinggih (Pandita) untuk Pura Kahyangan Jagat.

Urutan Pelaksanaan :

  1. Matur Piuning (Pemberitahuan) : Beberapa hari sebelum hari H, Pemangku menghaturkan Pejati di pelinggih yang akan dibongkar, menyampaikan niat Krama atau pemilik untuk memugar bangunan demi kemuliaan Beliau.
  2. Persiapan Daksina Pralingga : Dibuat Daksina khusus yang besar (Daksina Gede atau Daksina Linggih) untuk setiap pelinggih yang akan dibongkar. Daksina ini berfungsi sebagai simbol tubuh (Pralingga) Ida Bhatara saat Arca atau bangunan fisik tidak ada.
  3. Mendak dan Nedunang (Menjemput dan Menurunkan) :
    • Pemangku melakukan persembahyangan pembuka (Mapurwa).
    • Dengan sikap hormat, benda-benda sakral (Pratima, Arca, Pralingga) di dalam pelinggih dikeluarkan.
    • Jika tidak ada arca, Daksina Pralingga yang telah disiapkan diupacarai untuk menyerap esensi kekuatan suci dari pelinggih lama melalui mantra Utpatti (menghidupkan) dan Avesa (mengundang masuk).
  4. Prosesi Perpindahan :
    • Diiringi suara Genta, kidung suci, dan (jika tingkatan utama) Gamelan Baleganjur, iring-iringan Pralingga dibawa menuju Turus Lumbung / Bale Panjang.
    • Posisi Pralingga harus selalu lebih tinggi dari kepala pengusung.
  5. Menstanakan (Nglinggihang) :
    • Sesampainya di Bale Panjang, Pralingga diletakkan dengan tata letak yang sesuai (misal : Bhatara Surya di posisi paling timur/tinggi).
    • Dilakukan upacara Ayaban atau persembahan Banten Punia untuk menegaskan bahwa Beliau kini resmi berstana di tempat baru tersebut.

Mantra Ngingsirang Ida Bhatara

Mantra berikut diucapkan oleh Pemangku saat memohon Ida Bhatara berpindah stana. Kekuatan mantra ini terletak pada permohonan maaf dan permohonan izin.

Untuk menampilkan bagian ini, diperlukan
Login Membership

Tata Laksana Pralina (Pembongkaran dan Penetralisiran)

Setelah Ida Bhatara “pindah”, bangunan fisik yang tertinggal kini dianggap kosong dari kehadiran Dewa Utama, namun masih mengandung jejak-jejak energi spiritual dan Bhuta Kala penjaga yang perlu dinetralisir sebelum dihancurkan.

Inilah inti dari upacara Pralina.

Tahapan Ritual Pralina

Proses ini dilakukan tepat sebelum tukang bangunan mulai bekerja membongkar atap atau dinding.

Pembersihan Niskala (Meresik) :
  • Pemangku memercikkan Tirtha Penglukatan dan Tirtha Prayascita ke seluruh bagian bangunan pelinggih (atas, tengah, bawah).
  • Tujuannya adalah membersihkan kekotoran (Mala) dan memutuskan ikatan-ikatan magis pelaspas terdahulu.
Ngayab Caru Pralina :
  • Di bagian sor (bawah) pelinggih, diletakkan Caru (kurban) sesuai tingkatan (lihat halaman selanjutnya).
  • Pemangku menghaturkan caru ini kepada Bhuta Kala dan roh-roh penjaga bangunan (Sang Bhuta Anggapati, Banaspati) agar mereka mau pergi atau kembali ke asalnya dan tidak mengganggu para tukang (Undagi) yang akan bekerja.
Mantra Pralina (Peleburan) :
  • Ini adalah puncak ritual. Pemangku mengucapkan mantra khusus untuk mengembalikan elemen bangunan.
  • Disertai dengan tindakan simbolis : memukul atap atau tiang bangunan sebanyak tiga kali dengan palu yang telah diupacarai (biasanya dilingkari benang tridatu), atau mencabut atap ilalang / ijuk sedikit.
Eksekusi Pembongkaran Fisik :
  • Setelah pemukulan simbolis, tukang bangunan diperbolehkan mulai membongkar.
  • Aturan Penting : Material bekas tempat suci (kayu, bata, paras) memiliki status “Lulu Pralina” (sampah suci). Tidak boleh digunakan untuk bangunan kotor seperti kamar mandi, kandang babi, atau dapur. Tidak boleh diinjak-injak dengan tidak hormat.
Perlakuan Terhadap Sisa Material (Ngeseng) :
  • Sisa material yang mudah terbakar (kayu, atap, bambu) sebaiknya dilakukan upacara Ngeseng (pembakaran) di tempat khusus yang bersih.
  • Abunya dikumpulkan dan dihanyutkan ke laut (Segara) atau sungai besar (Nganjut). Ini menyimbolkan pengembalian unsur Pertiwi dan Teja ke Apah (air/laut) sebagai penyerap segala mala.
  • Jika tidak memungkinkan ke laut, abu atau puing batu dapat dipendam (Mendem) di area Teba (kebun belakang) yang jarang dilalui orang, dengan permohonan agar kembali menjadi tanah.

Mantra dan Doa Pralina

Berikut adalah mantra-mantra spesifik yang wajib diucapkan dalam prosesi Pralina untuk memastikan pelepasan energi berjalan sempurna.

Untuk menampilkan bagian ini, diperlukan
Login Membership


HALAMAN TERKAIT
Baca Juga