- 1Pralina : Mencegah Malapetaka Niskala
- 2Wariga dan Padewasan : Pemilihan Waktu Sakral
- 2.1Mekanisme Penentuan Dewasa Ayu Pemugaran
- 2.2Klasifikasi Hari Berdasarkan Kualitas Energi (Ala Ayuning Dewasa)
- 2.3Dewasa Ayu yang Direkomendasikan
- 2.4Dewasa Ala (Pantangan Keras/Hari Buruk)
- 3Tahapan Pra-Pralina - Ngingsirang Ida Bhatara dan Persiapan Spiritual
- 4Tata Cara Ritual Ngingsirang Ida Bhatara
- 5Mantra Ngingsirang Ida Bhatara
- 6Tata Laksana Pralina (Pembongkaran dan Penetralisiran)
- 6.1Tahapan Ritual Pralina
- 6.1..1Pembersihan Niskala (Meresik) :
- 6.1..2Ngayab Caru Pralina :
- 6.1..3Mantra Pralina (Peleburan) :
- 6.1..4Eksekusi Pembongkaran Fisik :
- 6.1..5Perlakuan Terhadap Sisa Material (Ngeseng) :
- 6.2Mantra dan Doa Pralina
- 7Upakara Bebantenan (Nista, Madya, Utama)
- 8Rekonstruksi Pasca-Pralina
- 8.1Upacara Ngeruak dan Nyikut Karang
- 8.2Nasarin (Peletakan Batu Pertama)
- 8.3Melaspas dan Mendem Pedagingan
- 8.4Ngenteg Linggih (Pengukuhan dan Penstanan Kembali)
Dalam struktur teologi Hindu yang diterapkan dalam kebudayaan Bali, setiap entitas material yang telah disucikan — mulai dari Sanggah, Merajan, hingga Pura Kahyangan Jagat — tidak dipandang sekadar sebagai tumpukan batu bata, kayu, dan paras. Bangunan-bangunan ini diyakini memiliki “jiwa” atau entitas spiritual yang dihidupkan melalui serangkaian ritual penyucian yang kompleks. Eksistensi bangunan suci ini tunduk pada hukum abadi Tri Kona, sebuah siklus kosmis yang mengatur kelahiran (Utpatti), kehidupan atau pemeliharaan (Sthiti), dan kematian atau peleburan (Pralina). Pemahaman mendalam mengenai siklus ini menjadi fondasi krusial sebelum melakukan intervensi fisik apa pun terhadap tempat suci.
Ketika sebuah tempat suci dibangun pertama kali, ia melewati fase Utpatti melalui upacara Nasarin dan Melaspas, di mana unsur-unsur alam (Panca Maha Bhuta) disatukan dan diundang kekuatan suci (Ida Bhatara) untuk berstana. Fase Sthiti adalah masa di mana bangunan tersebut berdiri tegak, difungsikan sebagai media pemujaan, dan dipelihara melalui upacara Piodalan berkala. Namun, material fisik memiliki batas usia. Ketika kerusakan struktural terjadi, atau kebutuhan umat berkembang sehingga memerlukan perluasan, bangunan tersebut memasuki ambang fase Pralina.
Pralina dalam konteks arsitektur bukanlah penghancuran anarkis, melainkan sebuah prosesi sakral pengembalian. Secara etimologis dan teologis, Pralina merujuk pada disolusi alam semesta pada akhir Kalpa, di mana segala sesuatu kembali kepada sumber asalnya. Dalam skala mikro (Buana Alit), pemugaran tempat suci harus diawali dengan upacara Pralina untuk memisahkan kembali unsur-unsur pembentuk bangunan kayu, batu, air, api penyucian dan mengembalikan roh atau energi suci yang berstana di dalamnya ke alam Niskala atau memindahkannya sementara (Ngingsirang) ke tempat penampungan yang disebut Turus Lumbung atau Bale Panjang. Kegagalan dalam menjalankan tata laksana ini dianggap sebagai pelanggaran berat terhadap Bhisama dan tata krama agama yang dapat memicu ketidakharmonisan (Disharmoni) kosmis.
Pralina : Mencegah Malapetaka Niskala
Lontar-lontar suci seperti Roga Sanghara Bhumi dan Aji Swamandala memberikan peringatan keras mengenai perlakuan terhadap simbol-simbol suci. Membongkar pelinggih tanpa didahului upacara Pralina disetarakan dengan merusak tubuh dewa atau leluhur. Konsekuensi dari tindakan gegabah ini sering dikaitkan dengan fenomena Grubug (bencana wabah), Karang Panes (aura rumah yang panas/konflik terus-menerus), hingga gangguan kesehatan bagi Pengempon (pemilik/penanggung jawab) pura tersebut.
Secara metafisik, bangunan yang sudah di-pelaspas memiliki “isi”. Jika fisik bangunan dihancurkan sementara isinya belum “dipermisi” atau dipindahkan, energi tersebut akan menjadi liar (Bhuta) dan berpotensi mengganggu keseimbangan lingkungan sekitar.
Wariga dan Padewasan : Pemilihan Waktu Sakral
Dalam arsitektur tradisional Bali yang berlandaskan Asta Kosala Kosali dan Asta Bumi, dimensi waktu (Kala) memegang peranan yang setara pentingnya dengan dimensi ruang (Desa). Pemilihan hari baik (Dewasa Ayu) untuk memulai prosesi Pralina adalah langkah preventif pertama untuk memastikan keselamatan Sekala (fisik pekerja) dan Niskala (spiritual).
Mekanisme Penentuan Dewasa Ayu Pemugaran
Sistem Kalender Bali yang kompleks menggabungkan berbagai siklus waktu: Wewaran (siklus hari dari ekawara hingga dasawara), Wuku (siklus mingguan 30 wuku), Sasih (bulan lunar), dan Penanggal/Pangelong (fase bulan). Tidak semua hari yang baik untuk membangun (Nasarin) otomatis baik untuk membongkar (Pralina). Seorang ahli Wariga akan melakukan kalkulasi silang (Urip) untuk menemukan hari yang memiliki energi “melebur” yang positif, bukan energi destruktif.
Lontar Aji Swamandala menyebutkan bahwa hari baik adalah kunci agar pekerjaan “diterima” oleh para Dewa. Untuk Pralina, fokus utamanya adalah mencari hari yang mendukung pelepasan dan penyucian, bukan hari yang bersifat mengikat atau melanggengkan.
Klasifikasi Hari Berdasarkan Kualitas Energi (Ala Ayuning Dewasa)
Berdasarkan analisis terhadap berbagai sumber lontar Wariga dan Wariga Belog, berikut adalah klasifikasi mendalam mengenai hari-hari yang relevan dan hari-hari pantangan keras (Ala) untuk kegiatan pemugaran tempat suci.
Dewasa Ayu yang Direkomendasikan
Hari-hari berikut memiliki vibrasi energi yang mendukung transisi dan transformasi, sangat ideal untuk upacara Pralina dan Ngeruak :
- Sedana Yoga : Hari ini dianggap sebagai puncak dari Dewasa Ayu untuk segala jenis pekerjaan konstruksi spiritual. Diyakini bahwa pada hari Sedana Yoga, segala persembahan dan aktivitas fisik diterima dengan tangan terbuka oleh para Dewata dan Leluhur. Memulai pembongkaran pada hari ini meminimalisir risiko kecelakaan kerja dan gangguan roh halus.
- Subha Dewasa (Umum) : Hari-hari pertemuan antara Sapta Wara dan Panca Wara tertentu, seperti Anggara Kasih (Selasa Kliwon) atau Buda Wage, sering dipilih karena energinya yang kuat untuk menetralisir kekuatan negatif, asalkan tidak bertepatan dengan wuku pantangan.
- Amerta Dewa : Hari yang membawa energi kehidupan dan kemurnian. Meskipun sering diasosiasikan dengan upacara Manusa Yadnya (seperti potong gigi), hari ini juga baik untuk fase Ngeruak (pembersihan lahan) pasca-pembongkaran karena sifatnya yang memulihkan kesucian tanah.
Dewasa Ala (Pantangan Keras/Hari Buruk)
Sangat vital bagi Prajuru atau Pengempon pura untuk menghindari hari-hari berikut. Kesalahan memilih hari ini dapat berakibat fatal:
| Nama Dewasa Ala | Karakteristik Energi | Implikasi pada Pemugaran |
| Carik Walangati | Energi yang memotong, memisahkan dengan kasar, dan membawa kesedihan mendalam. | Sangat dilarang untuk Pralina maupun Nasarin. Dipercaya dapat menyebabkan kematian mendadak atau perselisihan tajam di antara keluarga pemilik sanggah. |
| Kala Temah | Waktu yang membawa ketidakstabilan, kekacauan, dan kutukan. | Membongkar pelinggih pada hari ini dapat memicu energi negatif yang sulit diredam, menyebabkan renovasi terbengkalai atau pekerja sakit. |
| Kala Sasab | Energi wabah dan penyakit. | Disebutkan dalam lontar bahwa jika tempat suci dipugar pada hari ini, dampaknya bisa “merusak bumi” atau menyebarkan penyakit (gering) kepada komunitas. |
| Taliwangke | Sifat “mengikat” pada kematian (bangkai). | Meskipun baik untuk membuat pagar, hari ini sangat buruk untuk pemugaran tempat suci karena dapat mengikat energi kematian pada bangunan baru. |
| Babi Munggah | Ketidakstabilan unsur tanah (Pertiwi). | Tidak baik untuk menggali pondasi atau menurunkan struktur bangunan karena tanah dianggap sedang “labil”. |
| Rangda Tiga | Energi pemisah yang kuat dan negatif. | Pantangan keras untuk upacara besar, termasuk Ngenteg Linggih atau Melaspas. |
Dalam praktiknya, penentuan Dewasa tidak bisa berdiri sendiri. Sulinggih biasanya akan melakukan langkah-langkah verifikasi berlapis :
- Analisis Sasih : Menghindari Sasih yang dianggap “panas” atau penuh gejolak alam untuk memulai pekerjaan besar, kecuali terpaksa. Sasih Kesanga (Maret) umumnya dihindari untuk memulai bangunan karena dominasi Bhuta Kala menjelang Nyepi, namun baik untuk Pecaruan.
- Kombinasi Wuku dan Wewaran : Memastikan tanggal yang dipilih tidak jatuh pada Pasah (hari perpisahan) jika tujuannya menyatukan, namun Pasah mungkin dipertimbangkan untuk Pralina (perpisahan) dengan catatan khusus.
- Referensi Lontar Spesifik : Mengacu pada Wariga Gemet untuk melihat dewa pelindung hari tersebut.
















