Benang Merah Yoga Vrhasapati Tattwa vs Yoga Sutra Rsi Patanjali


Kata Yoga berasal dari bahasa sansekerta dari urat kata yuj yang artinya menghubungkan atau hubungan yang harmoni dengan objek yoga. Sedangkan menurut Rsi patanjali dalam kitab yoga sutra mendefinisikan yoga:

 Yogas citta vrtti nirodahah

Yogasutra I sloka 2

Terjemahannya: Mengendalikan gerak-gerik pikiran, atau cara untuk mengendalikan tingkah polah pikiran yang cenderung liar, bias, terikat oleh aneka ragam objek yang memberi kenikmatan

Kemudian Mpu Kanwa dalam kekawin Arjuna wiwaha:

Sasi wimba hanang ghata mesi banu,

Iwa mangkana rakwa kitang kadadin,

Ring angambeki yoga kiteng sakala

(ArjunaWiwaha,XI:1)

Terjemahannnya:

Bagaikan bulan di dalam tempayan berisi air di dalam air yang berisi air yang jernih   sebagai itulah dikau (Tuhan) dalam tiap mahluk kepada orang yang melakukan Yoga engkau menampakan diri

Dalam slokanya ini Mpu Kanwa mengisyaratkan kepada kita bahwa yoga adalah jalan kesucian untuk menemukan-memahami dan mengalami kemanunggalan dengan Yang Suci. Simpul kata yoga, adalah jalan untuk mulat sarira, merefleksikan diri, instrospeksi diri yang menyebabkan orang tau diri, sehingga menjadi suci lahir bhatin. Suci berarti sahrdaya, yakni sehati dalam Tuhan Yang Mahasuci.

Tujuan riil (jangka Pendek) orang mempelajari yoga adalah agar menjadi orang yang sehat dan bahagia lahir-batin, tidak sakit-sakitan terhindar dari penderitaan dan dapat melaksanakan tugas hidup sebagai mana mestinya. Sementara tujuan jangka panjangnya adalah agar dapat mengalami pengalaman religius, yakni mengetahui, memahami dan mengalami kemanunggalan dengan sang jati diri, manunggalnya Atman dengan Brahman.

Dalam Vrhaspati tatwa sloka 53 disebutkan ada enam cabang yoga, yang disebut dengan sadangayoga. Sadangayoga ini juga dapat dikatakan sebagai enam tingkatan yoga yang saling terkait, mengabaikan salah satu tingkatan yoga berarti menghancurkan sistem yoga itu dan itu berarti gagal.

Bunyi dari sloka yang dimaksud adalah:

Nahan tang sadanga yoga ngaranya, ika ta sadhana ning sang mahyun Umangguhakena sang hyang wisesa denjika, pahawas tang hidepta, haywa ta iweng-iweng denta ngrengosang hyang aji, hana pratyahara yoga ngaranya, hana tarka yoga ngaranya, hana pranayama yoga ngaranya, hana dharanaya yoga ngaranya, hana tarka ngaranya, hana samadhiyoga ngaranya, nahan sadanga yoga ngaranya

(Vrhaspatitattwa: 53)

Terjemahannya:

Pratyahara (penarikan), Dhyana (meditasi),  pranayama (pengendalian nafas), dharana (menahan), tarka (renungan), Samadhi (konsentrasi), itulah ke enam cabang yoga.Sadangayoga menyatakan alat bagi orang yang ingin mencapai visesa.

Pikiranmu harus tetap tanggap: tidak hanya mendengarkan ajaran suci. Patut kita ketahui prathyahara yoga, dhyanayoga, pranayama yoga, dharana yoga, tarka yoga, dan samadhi yoga.

Dengan asumsi bahwa dengan mengetahui dan memahami serta mempraktikan sadangayoga secara benar dan baik selaras dengan karma vasana pastilah memperoleh pengalaman dan manfaat yang positif.

Benang Merah Antara Yoga Menurut Vrhasapati Tattwa Dengan Yoga Sutra Rsi Patanjali

Kitab Wrhaspati Tattwa selain mengajarkan konsep ke-Tuhanan dan pembentukan alam semesta beserta isinya yang mengikuti ajaran samkya, kitab Wrhaspati Tattwa juga mengajarkan etika pengendalian diri yang mengambil ajaran yoga. Ajaran etikanya kita dapati pula pada lontar-lontar lain seperti Vratisasana dan panca siksa. Isinya merupakan percakapan antara Parameswara dengan yang mulia wrhaspati. Pada sloka dua diceritakan wrhaspati memohon kepada Sang Hyang Widhi agar diajarkan dari inti sari ilmu dengan demikian akan memberikan kebahagiaan kepada semua yang bergerak dan yang tidak bergerak.

Pengendalian diri menurut kitab wrhaspati tattwa pada prinsipnya tidak jauh berbeda dari kitab yang lainnya melainkan mempunyai hubungan yang sangat erat yang dapat kita gunakan sebagai pedoman untuk menuntun hidup kejalan yang benar. Pengendalian diri ini sangat diperlukan oleh siapapun yang menginginkan taraf kehidupannya kearah yang lebih baik dari pada sekarang supaya tidak jatuh ke neraka seseorang harus mengendalikan dirinya dan melaksanakan ajaran etika sehingga kecenderungan-kecenderungan hati yang buruk dapat dibendung dan kecenderungan yang baik dapat dipupuk dalam hati. Dalam hubungan ini wrhaspati tattwa mengambil Sstanga Yoga ajaran Rsi Patanjali sebagai jalan untuk menguasai diri. Dengan demikian ajaran Yama dan Nyama dalam ajaran ini juga menjadi alas ajaran yoga ialah sebagai ajaran yang bersifat etis.

Susunan Astanga yoga dalam ajaran wrhaspati tattwa berbeda dengan susunan astangga yoga Rsi Patanjali. Dengan memisahkan Nyama dan Yamadari kedelapan anggota yoga sehingga tinggal enam yoga itu disebut Sadangga Yoga. Susunan Saddangga itupun berbeda-beda dengan susunan dalam yoga sutra yaitu dengan mendahulukan dhyana dari prayanama dan mengganti asana dengan tarka yoga.

Tentang penjelasan masing-masing anggota yoga itu sesuai juga dengan penjelasan yoga sutra Patanjali. Dalam kitab wrhaspatitattwa ini ajaran yoga dimulai dengan jalan sadangga yoga dan kemudian ajaran Yama Nyama. Hal ini terbalik bila dibandingkan dengan susunan yoga sutra Patanjali, dalam tulisan ini kami ikuti susunan astangga yoga itu sebagai mana yang tersebut dalam kitab Wrhaspati Tattwasloka 53 sebagai berikut :

Pratyaharastatha dhyanam,
Pranayamasca dharanam,
Tarkascaiva samadhisca,
Tarkascaiva samadhisca

Wrhaspati Tattwa sloka 53

Terjemahannya:

Demikianlah sadangga yoga namanya, Itulah saranannya orang yang ingin menemukan Sang Hyang Wisesa, biarlah terang hitam, janganlah kalut olehmu mendengar ajaran ini. Ada pratyahara yoga namanya, ada dhyana yoga namanya, ada tarka yoga namanya, ada Samadhi yoga namanya. Demikianlah sadangga yoga namanya

Yang harus diketahui oleh seseorang untuk dapat mengendalikan diri adalah harus menyadari apa tujuan hidup dilahirkan sebagai manusia. Dari demikian banyaknya makhluk yang hidup yang dilahirkan sebagai manusia itu saja belum semuanya mampu berbuat baik.

Adapun peleburan perbuatan buruk kedalam perbuatan baik juga merupakan manfaat menjelma menjadi manusia. Hendaknya janganlah seseorang bersedih meskipun tidak makmur kelahiran menjadi manusia itu hendaknya membesarkan hatimu sebab sangat sulit menjelma menjadi manusia, Sebagai manusia merupakan phala dan karena itu merupakan suatu kesempatan bagi manusia untuk dapat memperbaiki diri dengan melebur atau mengalahkan perbuatan yang tidak baik dengan perbuatan yang baik selalu.

Dalam ajaran agama hindu hidup itu sendiri adalah samsara (sengsara) yang harus disahkan oleh setiap orang menyudahinya, sebaliknya hidup sebagai manusia merupakan phala karena hidup itu ia akan dapat mengusahakan , membebaskan diri dari penderitaan sebagai akibat lahir itu dibandingkan dengan makhluk lainnya. Sebab menjadi manusia sungguh utama juga karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan samsara dengan jalan karma yang baik, demikian keistimewaan menjadi manusia itu.

Orang yang tidak berhasil melakukan dharmaartha dan kama serta moksa, maka tiada berguna hidup ini, orang yang demikaian dinamai orang yang hanya mementingkan memelihara badan wadagnya, yang kemudian dicaplok oleh maut. Dengan melatih Dhyanayoga, pranayama yoga, dharana yoga dan Samadhi yoga, ketenangan bhatin, ketentraman dalam hidup ini maupun di akhirat akan terwujud.

Setelah Pratyahara, Dhyanapranayamadharanatarka, samadhi dapat dilakukan barulah dijelaskan dalam kitab Wrhaspati tattwa etika dalam yoga. Namun berbeda dengan yang dijelaskan dalam yoga sutra Rsi Patanjali, etika dalam kitab Wrhaspati tattwa bukan disebut dengan Yama dan Nyama melainkan disebut dengan Dasa Sila atau sepuluh sifat kebijaksanaan. Susunan Yama dan Nyama dalam kitab Wrhaspati tattwa terdapat dalam sloka 60 dan sloka 61 sebagai berikut:

Dalam pustaka suci Vrhaspati tatwa sloka 60 di uraikan sebagai berikut:

Ahimsa brahmacayanca,Satyam avyaharikam,
Astainyamiti pancaite, Yama rudrena bhasitah

Wrhaspati Tattwa sloka 60

Terjemahannya:

Ahimsa namanya tidak membunuh, brahmacari namanya tidak berhubungan seksual, Satya namanya tidak berbohong, avyaharika namanya tidak berjual beli, tidak  berbuat dosa karena kepintarannya, Asteya namanya tidak mengambil milik orang lain bila tidak mendapat persetujuan kedua belah pihak. Demikianlah susunan Yama dalam kitab Wrhaspati tattwa.

Dalam pustaka suci Vrhaspati tatwa sloka 61 di uraikan sebagai berikut:

 Akrodha gurususrusa, Sauca aharalagawan,
Apramadasca Pancaite, Niyama Parikertitah

Wrhaspati Tattwa sloka 60

Terjemahannya:

Akrodha namanya tidak marah saja, gurususrusa namanya berbakti kepada guru, selalu melakukan japa, memebersihkan badan,aharalagawa namanya tidak makan berlebihan, Apramada namanya tidak lalai. Demikianlah susunan Nyama dalam kitab Wrhaspati tattwa.

Mengendalikan pikiran dalam konteks yoga merupakan hal yang terpenting, yang dimaksud mengendalikan dalam konteks yoga berarti amuter tutur pinahayu “membalik kesadaran secara benar” menurut Mpu Kanwa. Artinya kesadaran yang tadinya cenderung mengarah keluar dan suka berada di luar diri adalah kesadaran yang cenderung terjebak karena sering kali didasari pemikiran yang keliru. Oleh sebab itu kesadaran itu perlu dibalik. Maksudnya pikiran hendaknya berdasarkan atas pengetahuan yang benar, pikiran diarahkan kedalam diri, hal ini dapat dilakukan dengan mengikuti disiplin yoga.

Untuk dapat melihat perbedaan susunan yoga menurut kitab Vrhaspati tattwa dan Yoga sutra Patanjali lihatlah tabel berikut ini:

Tabel Perbedaan Yoga Sutra Rsi Patanjali Dan Vhraspatti tattwa

No Yogasutra Patanjali Vhraspati tattwa
1 Yama Brata Pratyahara
2 NyamaBrata Dhyana
3 Asana Pranayama
4 Pranayama Dhrana
5 Pratyahara Tarka
6 Dhrana Samadhi
7 Dhyana
8 Samadhi

Berdasarkan tabel tersebut dapat kita lihat perbedaan susunan yoga menurut kitab Vrhaspati tattwa dan Yoga sutra Patanjali, perbedaan-perbedaan itu yaitu:

  1. Dalam Vhraspati tattwa Yama dan Nyama tidak dimasukan secara langsung kedalam tingkatan yoga seperti dalam yoga sutra Patanjali. Dalam hal ini penulis berasumsi bahwa Yama dan Nyama bukanlah tindakan yang hanya harus dilakukan oleh orang ingin menekuni yoga saja, namun sudah merupakan kewajiban bagi umat Hindu, yang dapat tercermin dari perilaku kesehariannya. Selain itu penulis berasumsi bahwa tingkatan yoga dalam Vhraspati tattwa diperuntukan bagi seseorang yang memiliki tingkat spiritual yang tinggi, dimana Yama dan Nyama Bratanya tidak diragukan lagi.
  2. Dalam Vhraspati tattwa Yama Pratyahara diletakan pada tingkatan pertama dalam hal penulis berasumsi bahwa karena tingkat spiritual yang tinggi dan Yama dan Nyama tidak diragukan lagi, maka dengan sangat mudah Pratyahara (penarikan indria dari objek kesengannya) itu dilakukan.
  3. Kemudian susunan pranayamadalam Yoga sutra Patanjali pranayama diletakan sebelum DhranadanDhyana. Sedangkan dalam kitab Vrhaspati tattwa, pranayama diletakan diantara Dhyana dan Dhrana. Menurut Yoga sutra Patanjali prana atau nafas itu meliputi seluruh tubuh termasuk di dalam indria, jadi dengan mengendalikan nafas (pranayama) kita dapat mengendalikan indria.
  4. Kemudian yang sangat menarik adalah susunan dhrana dan Dhyana, jika didalam Yoga sutra Patanjali letak Dhrana berada pada tingkatan ke-enam yakni sebelum Dhyana akan tetapi ini berbeda jika pada tingkatan yoga dalam kitab Vrhaspati tattwa,Dhyana mendahului Dhrana. Yang penulis dapat cermati disini adalah di dalam kitab Vrhaspati tattwakitab Vrhaspati tattwa setelah Pratyahara dapat dilaksanakan maka sang yogi akan melaksanakan pemusatan pikiran pada suatu bentuk yang tidak berpasangan, tak berubah dan tak bergerak, dalam konteks ini adalah Tuhan yang bersifat transenden atau Nirguna Brahman. Namun sang yogi disini memusatkan pikiran kepada Tuhan yang bersifat Dvaita, dimana sang yogin menganggap bahwa  adanya perbedaan dan keterpisahan antara Paramatman (Tuhan) dan jivatman (roh pribadi). Hal ini berbeda jika kita cermati dalam Yoga sutra Patanjali, dimana sang yogin memusatkan pikirannya lansung kepada Tuhan yang bersifat transenden atau Nirguna Brahman dan merupakan Tuhan yang bersifat advaita dimana sang yogi menganggap Paramatman (Tuhan) identik dengan jivatman (roh pribadi). Dimana ia tidak mencari keluar namun kedalam.
  5. Jika kita bandingkan dengan yoga dalam kitab Vrhaspati tattwa setelah Dhyana berhasil dilakukan, maka sang yogin akan melaksanakan pranayama untuk membantu dalam mencapai Dhrana yaitu pemusatan kedalam dengan objek pemusatan berupa aksara suci “OM” yang terletak di hati. Yang dapat penulis cermati disini adalah jika sang yogin sudah mencapai tahap Dhrana maka dapat dikatakan bahwa sang yogin mengalami perubahan pandangan, melalui tahap Tarka  berangsur-angsur sang yogin akan menyadari bahwa dirinya adalah  Brahman atau Siva. Simpul kata kitab Vrhaspati tattwa mengajarkan kita konsep ke-Tuhanan Dvaitadvaita sedangkan dalam Yoga sutra Patanjali mengajarkan pada kita konsep ke-Tuhanan Dvaita.

Berdasarkan uraian diatas memang kita temukan beberapa berbedaan yoga menurut Rsi Patanjali maupun menurut Vrhaspati tatwa. Namun hendaknya kita tidaklah binggung dengan adanya perbedaan-perbedaan ini, karena sesuai yang di sebutkan dalam Vrhaspati tatwa sloka 3 dan 4. Disebutkan bahwa kenapa ajaran yang diturunkan itu berbeda hal ini disebakan karena banyaknya yogi yang menjadi sumber kelahiran dan adanya bermacam-macam wasana. Kemudian dalam sloka selanjutnya dijelaskan bahwa yang menyebabkan kebingungan (brantha) adalah awidya. Di ibaratkan ilmu pengetahuanatau kebenaran itu bagaikan seekor gajah, namun manusia yang diijinkan menyentuhnya bagaikan orang buta, dan tidak menyentuh gajah itu secara menyeluruh sehingga menimbulkan pandangan yang berbeda-beda tentang gajah dalam konteks ini ilmu pengetahuan atau kebenran, sehingga menyebabkan kebingungan pada manusia.

KESIMPULAN

Yoga merupakan salah satu cara untuk mencapai kebahagian lepas dari segala penderitaan. Didalam melaksanakan yoga dibutuhkan suatu disiplin yang tinggi mengabaikan salah satu tingkatan berarti sama dengan merusak tingkatan selanjutnya. Yoga bukan hanya berarti hanya duduk diam dan memejamkan mata. Tetapi yoga dapat terealisasi dari kehidupan sehari-hari, hal ini terdapat dalam ajaran Vrhaspati tatwa dan juga Yoga SutraRsi patanjali. Didalam melaksanakan yoga hendaknya selain memahami dan mengetahui ajaran yoga seseorang harus menyesuaikan dengan kemampuan spiritual yang dimilikinya, hal ini karena tingkat spiritual yang dimiliki manusia itu berbeda-beda.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

HALAMAN TERKAIT
Baca Juga