Makna dan Tujuan Upacara Melasti


Tujuan Upacara Melasti

Tujuan dari upacara ini adalah untuk penyucian diri. Dalam upacara Melasti menurut Lontar Sunarigama dan Sang Hyang Aji Swamandala ada empat hal yang dipesankan dalam upacara Melasti tersebut.

  1. Untuk mengingatkan umat agar meningkatkan terus baktinya kepada Tuhan (ngiring parwatek dewata).
  2. Peningkatan bhakti itu untuk membangun kepedulian agar dengan aktif melakukan pengentasan penderitaan hidup bersama dalam masyarakat (anganyutaken laraning jagat).
  3. Untuk membangun sikap hidup yang peduli dengan penderitaan hidup bersama itu harus melakukan upaya untuk menguatkan diri dengan membersihkan kekotoran rohani diri sendiri (anganyut aken papa klesa).
  4. Dengan bersama-sama menjaga kelestarian alam ini (anganyut aken letuhan bhuwana).

Dengan melakukan empat hal itu barulah manusia berhak mendapatkan sari-sari kehidupan di bumi ini (amet sarining amerta ring telenging segara). Kalau eksistensi cuaca teratur sesuai dengan hukum Rta maka laut akan senantiasa berproses menciptakan mendung. Dari mendung itulah akan turun hujan. Hujan yang turun itu kalau disambut di muka bumi ini oleh ibu pertiwi dengan hutannya yang memadai maka kebutuhan air untuk berbagai keperluan hidup akan senantiasa teratur keberadaannya. Dalam Bhagawad Gita III.14 dinyatakan bahwa air hujan itu adalah Yadnya alam kepada semua makhluk penghuni bumi ini.

Melasti (atau makiyis) adalah upacara yadnya yang bermakna untuk mensucikan diri secara lahir dan bathin yaitu : untuk dapat meningkatkan keheningan pikiran, dan juga dilaksanakan untuk kesucian jagat raya ini yang disimbolisasikan dengan labuh gentuh dengan labuhan sesaji ke laut serta mesucikan seluruh arca, pratima, nyasa, pralingga sebagai wujud atau sthana Ida Sang Hyang Widi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa dengan segala manifestasi-Nya.

Melasti dalam Babad Bali, disebutkan merupakan rangkaian dari hari raya Nyepi dan Melasti juga disebut juga melis atau mekiyis bertujuan untuk melebur segala macam kekotoran pikiran, perkataan dan perbuatan, serta memperoleh air suci (angemet tirta amerta) untuk kehidupan yang pelaksanaannya dapat dilakukan di laut, danau, dan pada sumber / mata air yang disucikan.

Urutan Pelaksanaan Upacara Melasti

Umat Hindu melaksanakan upcara melasti dan tawur agung kesanga dalam rangkaian pelaksanaan hari raya Nyepi. Upacara melasti ini diadakan tepat pada Tilem Kesanga. Melasti dan tawur agung kesanga ini bertujuan untuk memohon tirta amertha sebagai air pembersih dari Hyang Widhi sekaligus pula menghilangkan unsur-unsur bhuta yang dapat mengganggu pelaksanaan hari Nyepi.

Prosesi melasti dimulai dengan persiapan iring-iringan umat serta jempana, rangda dan barong yang akan diarak menuju tempat sumber air. Sumber air yang menjadi tujuan prosesi melasti ini adalah danau atau pantai yang letaknya tidak jauh dari Pura di desa terdekat. Umat yang hadir berjalan beriringan dengan membawa sarana-sarana upacara menuju sumber air (sungai, danau, pantai) dengan diiringi tabuh beleganjur.

Di tepi sumber air itu, upacara melasti dilanjutkan dengan prosesi pengambilan air suci untuk membersihkan sarana-sarana upacara termasuk jempana, rangda dan barong. Dalam upacara ini dilaksanakan persembahyangan bersama. Setelah persembahyangan bersama seluruh sarana-sarana upacara serta barong dibawa kembali ke pura.

Upacara melasti kemudian dilanjutkan dengan upacara tawur agung yang dilaksanakan di pelataran parkir Pura. Dalam upacara tawur agung ini dihaturkan persembahan berupa caru yang ditujukan kepada para bhuta. Setelah penghaturan caru dilakukan prosesi pengerupukan dengan membunyikan kentongan dan membakar obor. Api dari obor dan suara dari kentongan tersebut dibawa dari pelataran parkir mengelilingi areal Pura. Sesampainya kembali di pelataran parkir semua sarana upacara tersebut dibakar menjadi satu.

Upacara pengerupukan dan tawur agung ditutup dengan pelaksanaan kirtan Tri Murti di tempat pembakaran sarana upacara. Setelah kirtan, umat berisitirahat sambil menunggu pesiapan persembahyangan tilem. Persembahyangan tilem berjalan dengan khidmat dan lancar hingga usai.

Bagi pura yang memiliki pratima atau pralingga seyogyanya mengusungnya ke tempat patirtan tersebut di atas. Pelaksanaan secara ini dapat dilakukan beberapa hari sebelum tawur demikian penjelasan dari artikel Babad Bali.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Buku Terkait
Baca Juga