Prosesi Upacara Metatah (Potong Gigi) Massal


Persiapan upacara metatah massal

Setiap melakukan kegiatan praktek adat- istiadat, keagamaan dan lain-lainnya seperti keterangan kepala desa dengan prajuru masing-masing desa adat bahwa diawali dengan paruman banjar, membentuk panitia, menentukan hari baik, biaya, sulinggih yang akan muput, tempat upacara, pendataan peserta dan sistem kerja. Berdasarkan uraian diatas, langkah selanjutnya adalah

  1. Tempat upacara yaitu tempat kegiatan ritual metatah, dilengkapi dengan kasur, bantal dan tikar yang sudah dirajah oleh sangging.
  2. Bale Gading yang dibuat dari bambu gading dihiasi dengan bunga putih- kuning serta didalamnya diletakakan beberapa jenis
  3. Kepala Gading yang sudah dikasturi, airnya dibuang dan diberi aksara suci “Ardhanaresvari” sebagai tempat ludah dan singgang gigi yang nantinya dibuang
  4. Dadap, tebu ratu yang masing-masing panjangnya 1,5 cm sebagai singgang
  5. Cicin bermata mirah sebagai pengilap
  6. Inan Kunyit sebagai pengurip-urip
  7. Bokor sebagai tempat untuk alat-alat potong gigi
  8. Rurub atau kain Bali untuk menutupi
  9. badan pada waktu pelaksanaan upacara.
  10. Banten tetingkeb untuk di injak setelah selesai metatah yang disebut dengan pras enjekkan 
  11. Banten untuk sangging dan gender serta kidung

 

Tata Cara Pelaksanaan Metatah  Massal

Pada hakekatnya upacara metatah   atau potong Gigi, mesanggih ataupun mepandes bertujuan untuk menyucikan diri baik yang bersifat lahir dan bathin (pamarisudha angga sarira) dan memohon keselamatan dalam upaya peningkatan kehidupan spiritual menuju kebahagiaan didunia yang bersifat niskala-sekala. Oleh karena didalam pustaka Atma Tatwa diuraikan bahwa hukum dharma bagi manusia  mulai berlaku setelah manusia menginjak usia remaja (akil balik) sebelum itu tidak masuk catatan Sang Suratma. Itulah sebabnya mengapa setelah dewasa dilakukan upacara metatah, dengan memotong enam gigi yang terdiri dari dua buah taring sebagai simbol sifat keraksasaan dan empat gigi sari sebagai simbol sifat-sifat kebajikan.

Secara umum pelaksanaan upacara metatah massal yang dilakukan oleh masyarakat Desa Buahan Kaja, diawali dengan matur piuning di sanggah/mrajan masing-masing disertai dengan nunas tirtha untuk dibawa ketempat kegiatan upacara, kemudian dilanjutkan dengan mabyakala, sembahyang kehadapan Hyang Surya, Hyang Semara Ratih, pengekeban, metatah dan terakhir mejaya-jaya.

Dalam pelaksanaan upacara metatah/ potong gigi hendaknya berpijak bahwa setiap upacara keagamaan dilandasi oleh Catur Dresta yaitu: Sastra Dresta, Purwa Dresta, Loka Dresta, dan Desa Dresta.

  1. Sastra Dresta adalah petunjuk-petunjuk Agama Hindu yang terdapat dalam kitab suci.
  2. Purwa Dresta adalah pandangan- pandangan masa lalu yang masih dianut oleh generasi sampai
  3. Loka Dresta adalah pandangan lokal atau wilayah teritorial
  4. Desa Dresta adalah pandangan desa adat setempat atau keadaan yang telah berlaku di desa

Catur Dresta dilaksanakan sesuai dengan desa kala patra desa pakraman mengenai tradisi metatah di Bali tidak terlepas dari tradisi yang telah berlangsung dari  generasi ke generasi sehingga pelaksanaannya bervariasi tergantung dari desa, kala, patra masing-masing daerah. Hal ini disebabkan belum meratanya penyebaran pustaka lontar mengenai pelaksanaan upacara tradisi metatah. Pengetahuan masyarakat baru terbatas pada simbolisasi dan dilaksanakan berdasarkan tradisi.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga