Ajaran Kanda Pat (Catur Sanak)

Kanda Pat Bali Sebagai Kesatuan Filosofi Spiritual Nusantara


Konsep Kanda Pat (Bali) memiliki paralel yang sangat kuat dengan ajaran Jawa Kuno yang disebut Sedulur Papat Lima Pancer (Empat Saudara dan Satu Pusat). Konsep ini diyakini telah eksis dan berkembang pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Jawa. Bali menerima gelombang besar pengaruh keagamaan, sastra, dan filosofi dari Jawa, terutama setelah keruntuhan Majapahit (sekitar abad ke-15 M). Ajaran-ajaran spiritual Jawa Kuno yang bercampur dengan tradisi lokal Bali inilah yang membentuk Agama Hindu Bali seperti yang dikenal sekarang.

Kesamaan Inti Filosofis :

Konsep Bali
(Kanda Pat)
Konsep Jawa
(Sedulur Papat Lima Pancer)
Peran di Era Majapahit
PancerPancer (Diri Sejati/Ruh)Pusat kesadaran yang wajib dikendalikan oleh para bangsawan
dan spiritualis agar mencapai manunggaling kawula gusti.
Catur Sanak (4 Unsur Fisik)Kakang Kawah, Adi Ari-ari, Getih, PuserIdentik : Merujuk pada empat unsur kelahiran
(ketuban, plasenta, darah, tali pusat).
Ini adalah fondasi ajaran mistik yang turun-temurun.
Kanda Pat Bhuta (Nafsu)Empat Nafsu Utama (Amarah, Supiyah, Aluamah, Mutmainah)Melambangkan empat hawa nafsu yang harus dikendalikan oleh Pancer.
Pengendalian ini adalah ajaran moral dan spiritual yang kuat di istana.

Konsep Sedulur Papat Lima Pancer pada era Majapahit berfungsi sebagai ajaran mistisisme Jawa-Hindu yang sangat penting, diajarkan melalui tradisi Kejawen dan kitab-kitab Sastra Jendra Hayuningrat.

Pada masa Majapahit, di mana kesaktian (kawisesan) dan kewibawaan spiritual sangat dihargai, Kanda Pat (atau Sedulur Papat) memiliki peran ganda :

  • Mencapai Taksu : Penguasaan atas Kanda Pat memungkinkan seorang pemimpin, Mpu, atau seniman untuk mencapai tingkat Taksu (kharisma dan kekuatan spiritual) yang tinggi.

  • Ilmu Bela Diri dan Perlindungan : Beberapa aliran spiritual pada masa itu memanfaatkan Kanda Pat Bhuta (kekuatan liar) sebagai sumber energi batin atau pelindung gaib dalam peperangan, yang dikenal sebagai ajaran Pengiwa (sisi kiri) yang bersifat rahasia.

Pewarisan Kanda Pat dari Jawa Kuno ke Bali

Ketika Majapahit runtuh dan terjadi eksodus besar-besaran kaum Brahmana, bangsawan, dan seniman ke Bali, mereka membawa serta seluruh khazanah ajaran, termasuk lontar-lontar yang memuat konsep Kanda Pat.

  • Sistem Lontar : Lontar-lontar yang berisi ajaran Kanda Pat (Kanda Pat Sari, Kanda Pat Bhuta, Kanda Pat Dewa) diyakini disalin atau disusun ulang di Bali berdasarkan ajaran Jawa Kuno yang dibawa dari Majapahit.

  • Integrasi dengan Lokal Bali : Di Bali, ajaran ini diintegrasikan dengan sistem ritual lokal (seperti sistem Yadnya) dan mitologi lokal, sehingga istilah Sedulur Papat berkembang menjadi Kanda Pat dan Catur Sanak, menjadikannya pilar utama spiritualitas Hindu Bali hingga kini.

Kanda Pat di Bali adalah kelanjutan dan pelestarian filosofi Sedulur Papat Lima Pancer yang berkembang di Jawa, termasuk pada masa kejayaan Majapahit. Konsep ini adalah bukti dari kesinambungan spiritualitas Nusantara yang berfokus pada penguasaan diri (Pancer) untuk mencapai keseimbangan antara energi fisik, emosional, dan spiritual.

Kanda Pat adalah konsep spiritual dan kearifan lokal yang sangat penting dalam warisan agama leluhur Nusantara, khususnya dalam tradisi Hindu Bali, di mana ia dikenal juga sebagai Catur Sanak atau Empat Saudara.

Secara umum, Kanda Pat merujuk pada :

  1. Empat Saudara Halus : Dipercaya sebagai empat saudara spiritual yang menemani dan melindungi setiap manusia sejak lahir hingga akhir hayat. Mereka lahir bersamaan dengan kelahiran seorang bayi.

  2. Unsur-unsur Kelahiran : Secara fisik, Kanda Pat dihubungkan dengan empat unsur yang menyertai bayi saat di dalam kandungan dan saat kelahiran, yaitu : Yeh Nyom (Air Ketuban), Getih (Darah), Lamas (Lemak kulit / Tali Pusar) dan Ari-ari (Plasenta).

Makna dan Peran sebagai Warisan Spiritual Nusantara :

  • Pelindung dan Pemandu : Kanda Pat diyakini memiliki kekuatan magis dan spiritual yang bertugas melindungi manusia dari gangguan gaib (buta kala) dan mara bahaya. Manusia diwajibkan untuk menjaga hubungan baik dan menghormati mereka melalui persembahan (seperti banten saiban atau pelangkiran) sebagai wujud terima kasih dan agar mereka senantiasa membantu.

  • Perjalanan Kehidupan : Ajaran Kanda Pat mencakup berbagai tahapan dalam kehidupan manusia dan transformasinya, mulai dari Kanda Pat Rare (masa bayi), Kanda Pat Bhuta (masa awal kehidupan), Kanda Pat Sari (inti atau kebijaksanaan), hingga Kanda Pat Dewa (puncak spiritual). Ini menunjukkan ajaran tentang kesatuan manusia dengan alam semesta dan kekuatan spiritual di sekitarnya.

  • Ilmu Kebatinan dan Meditasi : Dalam beberapa tradisi, Kanda Pat juga merujuk pada ajaran kebatinan atau meditasi yang bertujuan untuk memahami diri, mengolah kekuatan batin (kawisesan atau kesidian), serta mencapai keseimbangan dan pencerahan.

  • Kesatuan Mikro dan Makrokosmos : Keberadaan Kanda Pat mencerminkan konsep bahwa manusia adalah mikrokosmos yang tidak terpisahkan dari makrokosmos. Mereka adalah manifestasi kekuatan Tuhan (Hyang Widhi) yang membersamai manusia.

  • Kearifan Lokal : Meskipun paling kental di Bali dalam konteks Hindu, konsep “Empat Saudara” yang menyertai manusia sejak lahir juga memiliki kemiripan dengan konsep Sedulur Papat Limo Pancer di Jawa dan kepercayaan lokal lainnya di Nusantara, menegaskan bahwa ini adalah bagian dari spiritualitas leluhur yang luas di Indonesia.

Dengan demikian, Kanda Pat adalah warisan spiritual yang mengajarkan tentang pentingnya kesadaran diri, rasa syukur, keseimbangan hubungan antara manusia dan alam gaib, serta upaya mencapai kesempurnaan batin.

Untuk mendalami Kanda Pat sebagai warisan spiritual, kita dapat melihatnya melalui tahapan perkembangan spiritualnya dan bagaimana ajaran ini diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari umat Hindu Bali.



Detail ada di Buku Tattwa Kanda Pat (Catur Sanak)
Baca Juga