Fungsi dan Makna Perangkat Pemujaan Sulinggih (Tri Sadhaka)


A.3. Fungsi dan Makna Siwambha

Siwambha berarti sujud Dewa agar beliau memberikan anugerah air suci kehidupan yang kekal abadi untuk keselamatan dan kesejahteraan umat manusia dan dunia. Siwambha juga berarti tempat air suci.
Dari uraian tersebut dapat dimengerti bahwa siwambha adalah tempat air suci melalui proses pemujaan yang dilakukan oleh pendeta agar para dewa memberikan anugerah air suci kehidupan yang kekal dan abadi untuk keselamatan umat manusia dan dunia.

Telah dijelaskan bahwa siwambha merupakan wadah atau tempat air suci (tempat pendeta ngarga – membuat – tirtha). Oleh karena itu, siwambha disebut juga argha. Dalam hal ini pendeta memuja air suci yang terdapat di dalam siwambha supaya nantinya bernama tirtha. Hal ini juga disebut sedang ngarga tirtha, disertai dengan puja mantra, kemudian ditulis dengan aksara suci dalam siwambha tersebut dan mengikat siwambha dengan sirowista.

Makna siwambha dapat dijelaskan sebagai berikut. Siwambha diangkat dan diputar tujuh kali dengan putaran searah jarum jam disertai mantra-mantra yang mengandung makna “bhakti kepada Tuhan dalam bentuknya yang pertama dalam bentuk windhu”.

Begitu Om diciptakan windu-lah yang dimaksud dan merupakan asal pada semua ciptaan. Alam semesta ini adalah windu, dunia diciptakan dari tiada.
Pradaksina siwambha tujuh kali putaran keliling tripada mengandung makna sapta loka (langit tujuh tingkat) dan sapta rsi sebagai penerima wahyu serta tujuh dhatu yaitu Siwa, Sada, Rudra, Mahadewa, Iswara, Wisnu, dan Brahma.

Setelah pradaksina, siwambha disucikan dengan memegang terbalik di atas lampu. Hal ini mempunyai makna ether dan langit merupakan badan astral Siwa. Proses kejadian dari windu sesudah swara dalam bentuk Om adalah terciptanya akasa (eter) yang sama dengan wyoma/byoma. Eter asal dari nada yang lahir pada windu. Nada adalah suara, yaitu terciptanya alam semestra.

Siwambha disucikan dengan cara siwambha pradaksina tujuh kali keliling lampu (dipa), mengandung makna Tuhan adalah Agni Tattwa (Sanghyang Iswara). Makna dasa aksara yang diucapkan pada waktu mengasapi argha dengan asap padhupan yang berisi kemenyan dangastanggi adalah sebagai sarana untuk memusatkan satunya panca tan matra dengan panca maha bhuta.
Siwambha sebagai perangkat pemujaan, oleh pandita pada saat akan dilakukan pemujaan biasanya dipasangkan pengikat berupa sirowista. Pemasangan sirowista pada siwambha bermakna agar air suci itu dapat diterima oleh siwatma yang bersifat suci. “Simbolis sirowista berperan sebagai alat pencuci dan pemusnah (pamarisudha) semua mala (penderitaan)”.

 

A.4. Makna dan Fungsi Penuntun Surya

Penuntun surya atau padma penuntun hanya dipakai oleh para Pandita Siwa pada saat mepuja muput sebuah upacara dengan tingkat yang cukup besar. Penuntun surya atau padma penuntun tidak digunakan pada saat surya sewana. Penuntun surya atau penuntunan berfungsi sebagai stana Ida Bhatara Siwa, disimbolkan dengan memakai dan meletakkan sekar tunjung atau kalpika yang sudah diberikan puja mantra dengan proses jnana rahasia (ngili atma) dari Pandita Siwa. Ngili atma secara spekulasi berarti seda (wafat). Tujuan ngili atma adalah memisahkan antara sang roh dan badan. Selanjutnya badan akan dibakar dalam upacara dagdi karana

Makna penuntun surya adalah menghadirkan Sang Hyang Parama Siwa dengan distanakan pada penuntun surya tersebut selama proses pemujaan (mepuja/muput) berlangsung. Dengan menghadirkan Sang Hyang Parama Siwa selama Sang Pandita mepuja, tentunya menjadi bermakna bahwa upacara sudah diberkati atas kehadiran beliau.

 

A.5. Fungsi dan Makna Pawijan

Pawijan merupakan tempat bija atau biji-biji beras yang utuh yang dicuci dengan air cendana yang dipakai dalam rangkaian sembahyang.
Dalam seperangkat Siwopakarana terdapat dua buah pawijan. Pawijan pertama difungsikan sebagai tempat bija, sedangkan yang kedua digunakan sebagai tempat bubuk cendana yang diisi air atau sering disebut gandaksata. Kedua pawijan ini diletakkan bersebelahan dalam satu dulang/nare, yaitu pada dulang ditempatkannya siwambha. 

Wija adalah lambang Dewa Kumara, yaitu putra Dewa Siwa. Dewa Kumara bermakna benih ke-Siwa-an yang bersemayam dalam diri setiap manusia.

Dengan demikian, mewija/mebija mengandung makna yang amat mendalam, yaitu menumbuh kembangkan benih ke-Siwa-an di dalam diri manusia. Benih itu akan dapat tumbuh dan berkembang apabila ditanam di tempat yang bersih dan suci. Oleh karena itu, pemasangan bija dilakukan setelah metirtha. Aksata atau biji-biji berupa beras yang utuh ini adalah lambang benih yang baik harus ditanam dan bija adalah sumber kehidupan.

Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa wija atau bija mengandung makna menanamkan benih-benih trikaya parisuda di dalam diri umat. Hal itu penting karena benih itu merupakan bija dari Dewa Kumara. Tujuannya adalah agar dapat menumbuhkembangkan benih ke-Siwa-an karena Siwa (Tuhan) merupakan sumber kehidupan.


SUMBER
Ida Bagus Purwa Sidemen, S.Ag., M.Si

PERANGKAT PEMUJAAN SULINGGIH



Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga