Fungsi dan Makna Perangkat Pemujaan Sulinggih (Tri Sadhaka)


A.12. Fungsi dan Makna Kalpika

Fungsi kalpika adalah untuk me-lingga-kan Sanghyang Tri Murti di dalam diri pemakainya, dalam hal ini pada saat mepuja, dalam diri (angga) Pandita Siwa. Melalui kalpika yang merupakan penyatuan tiga aksara suci, yaitu tri aksara, Ang-Ung-Mang disandisuarakan menjadi Om merupakan wujud riil Omkara yang melambangkan Tuhan.

Perwujudan warna pada kalpika, yaitu merah, putih, dan hitam (hijau) juga merupakan perlambang wujud Tri Murti, yaitu Brahma, Wisnu, dan Siwa. Om adalah sumber terciptanya dunia, terjaga, dan terpeliharanya dunia serta pralaya-nya dunia.

Kalpika sebagai salah satu bagian dari Siwopakarana memiliki peranan penting dan mengandung makna yang sangat universal. Om adalah Sadyojata, Wamadewa, Tatpurusa, Aghora, dan Isana. Om (juga adalah) ia Siwa yang dipuja (Nama Siwa Ya), Dasaksara (sepuluh huruf suci) : Sa, Ba, Ta, A, I, Na, Si, Wa, dan Ya.

Mantra Dasaksara bermakna sebagai mantra dari kesepuluh huruf yang dihubungkan dengan kesepuluh arah mata angin, terdiri atas dua kelompok Pancaksara. Tiap arah dilambangkan dengan nama Dewata, warna, wahana, sifat, dan mudra. 

 

A.13. Fungsi dan Makna Sesirat

Fungsi dan makna sesirat adalah di dalamnya terdapat rangkaian sirowista/karawista, dihiasi dengan bunga sebagai simbol Brahma dan saet mingmang pada ujung atas. Pada bagian ujung bawah terdapat rangkaian alang-alang (ambengan/kusa).

Adapun fungsinya adalah untuk memercikkan air suci (tirtha) yang ada dalam siwambha, bermakna sangat suci dan memiliki kekuatan sakral. Sesirat adalah simbol pradana. Air suci (tirtha) yang dibuat oleh Sang Pandita Siwa disebut juga dengan tirtha Weda, memiliki kekuatan-kekuatan dan kesucian yang tinggi. Air suci dengan kekuatan yang tinggi ini juga harus dipercikkan dengan perangkat pemujaan yang memiliki kekuatan besar, yaitu sesirat.

 

A.14. Fungsi dan Makna Sirat Lingga

Demikian halnya dengan perangkat pemujaan berupa sesirat, yang dipakai sebagai alat untuk memercikkan air suci (tirtha) selama Sang Pandita mepuja muput upacara. Sirat lingga biasanya digunakan pada saat upacara-upacara besar, dengan tingkatan upakara yang juga besar.

Perbedaan pemakaian atau fungsi sirat lingga ini hanya khusus pada upacara tertentu dengan tingkatan upakara yang besar (utama yadnya), karena pada sirat lingga terdapat upakara yaitu tipat lingga yang diikatkan dan berfungsi untuk menstanakan Ida Bhatara Siwa.

Tipat lingga dibuat dari bahan janur, daun lontar, dan daun alang-alang (ambengan/kusa). Tipat ini tidak diisi nasi, hanya berupa anyaman, digunakan sebagai pelengkap upakara Dewa-Dewi, upakara sesayut panca lingga, dipasang pada sesirat apabila seorang pandita akan melaksanakan upacara pasang lingga. Bentuk tipat ini menyerupai lingga dan memiliki makna sebagai perwujudan Hyang Siwa turun ke dunia.

Dengan distanakannya Ida Sang Hyang Siwa pada sesirat (pasang lingga), sehingga sirat lingga memiliki fungsi dan makna yang luar biasa. Sirat lingga juga merupakan simbol purusa. Pada sirat lingga juga terdapat saet mingmang terdiri atas masing-masing 11 saet mingmang, simbol dari 11 Rudra, keseluruhan terdiri atas 33 lembar alang-alang (kusa) simbol dari 33 dewa. Pada waktu pasang lingga terjadi proses yang menirukan utpeti yang dilakukan Sang Hyanga Parama Siwa, dengan mempertemukan pradhana dan purusa, yaitu sesirat dengan lingga (di atas argha). Tingkat kekuatan dan kesucian yang keluar dari sirat lingga tersebut, pada saat dipakai untuk memercikkan air suci (tirtha) pada upakara serta umat diharapkan memberikan kekuatan dan perlindungan sehingga umat manusia terhindar dari marabahaya dan segala kekotoran yang ada bisa sirna.

 

A.15. Fungsi dan Makna Penastan

Fungsi penastan adalah untuk tempat air bersih yang nantinya dipakai mencuci kaki dan sarana berkumur oleh pendeta saat mengawali pemujaan. Jadi, fungsi penastan adalah untuk membersihkan/mencuci kaki serta berkumur oleh pendeta sebelum pemujaan dilaksanakan atau duduk menghadap Siwopakarana.

Demikian pula halnya selama proses pemujaan berlangsung, penastan harus selalu ada dan diletakkan di sebelah kanan pandita atau di bawah Siwopakarana. Penastan berfungsi untuk membersihkan tangan pandita pada setiap tahapan proses pemujaan bila diperlukan untuk membersihkan atau menyucikan tangan. 

Setelah pendeta selesai memakai kain dan kampuh atau busana, dalam posisi menghadap membelakangi Siwopakarana, kemudian pertama-tama membersihkan kaki, tangan, dan mulut (berkumur). Air yang digunakan adalah air bersih yang terdapat di dalam penastan tersebut.

Dalam Surya Sevana memaparkan bahwa saat seorang sulinggih sebelum duduk menghadap Siwopakarana, dilakukan penyucian dengan air yang terdapat pada penastan dengan duduk menghadap ke barat dan kaki tergantung.

1. Mencuci kaki
“Om am kham khasolkaya iswaraya namah swaha”

Kami bersujud kepada-Mu sebagai nyala api Iswara yang bersinar

2. Mencuci tangan
“Om rah phat astraya namah”

Kami bersujud kepada-Mu yang dilambangkan dengan aksara rah dan phat, kami bersujud kepada nyala api suci.

3. Berkumur
“Om hum rah phat astray namah”

Kami bersujud kepada-Mu yang dilambangkan dengan akasara hum, rah, dan phat, kami bersujud kepada nyala api suci.

4. Berputar searah jarum jam menghadap Siwopakarana dan membaca Mantra

“Om om padmasanaya namah”

Kami bersujud kepada-Mu sebagai Ppdmasana yang mulia.

Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa makna penastan sangat sakral karena digunakan saat awal atau pertama kali sebagai pembersihan sebelum pendeta menghadap Siwopakarana untuk kemudian melakukan pemujaan.


SUMBER
Ida Bagus Purwa Sidemen, S.Ag., M.Si

PERANGKAT PEMUJAAN SULINGGIH



Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga