Tatacara Upakara dan Mantra Pasupati saat Tumpek Landep


Upacara Pasupati di Hari Tumpek Landep

Salah satu hari suci agama Hindu yang cukup istimewa adalah Tumpek Landep yang jatuh setiap 210 hari sekali tepatnya pada setiap hari Saniscara Kliwon wuku Landep.

Secara umum untuk merayakannya, masyarakat Hindu menggelar kegiatan ritual untuk benda-benda dan teknologi, yang berkat jasanya telah mampu memberikan kemudahan bagi umat dalam mencapai tujuan hidup. Utamanya adalah benda-benda pusaka, semisal keris, tombak, sampai kepada kendaraan bermotor, komputer, dan sebagainya.

Disamping hal tersebut, sesungguhnya hari suci Tumpek Landep merupakan hari Rerahinan gumi dimana umat Hindu bersyukur kepada Ida Sang Hyang Widhi yang telah memberikan kecerdasan, pikiran tajam serta kemampuan yang tinggi kepada umat manusia (Viveka dan Vinaya), sehingga mampu menciptakan berbagai benda yang dapat memudahkan hidup termasuk teknologi. Mesti disadari, dalam konteks itu umat bukanlah memuja benda-benda tersebut, tetapi memuja kebesaran Tuhan.

Menurut keyakinan Hindu khususnya di Bali segala sesuatu yang diciptakan oleh Ida Hyang Widhi mempunyai jiwa, termasuk yang diciptakan oleh manusia mempunyai jiwa/kekuatan magis dengan cara memohon kehadapan Sang Pencipta menggunakan upacara Pasupati. Seperti contohnya yaitu benda yang disakralkan berupa Pratima, keris, barong, rangda, dan lain-lain.

Penggambaran hubungan manusia dengan Tuhan dapat melalui permohonan doa, dalam kesucian pikiran ada kekuatan magis. Secara simbolik upacara Pasupati berarti memberkahi jiwa (kekuatan magis) pada benda-benda budaya yang mempunyai nilai luhur.

Dalam rangka sakralisasi maupun penyucian suatu benda seperti keris, barong, arca, pratime, pis bolong dan lain-lain harus melalui upacara prayascita dulu yang bermakna menghilangkan noda/kotoran yang melekat karena proses pembuatan benda tersebut.

Upacara pasupati sebagai media sakralisasi, bervariasi menurut desa, kala dan patra masing-masing desa di Bali.

Sarana Upakara Banten Pasupati

Adapun sarana/upakara yang dibutuhkan dalam pasupati saat Tumpek Landep, yang paling sederhana adalah canang sari, Dupa Pasupati dan tirtha pasupati.

Yang lebih besar dapat menggunakan upakara Banten Peras, Daksina atau Pejati.

Dan yang lebih besar lagi biasanya dapat dilengkapi dengan jenis upakara yang tergolong sesayut, yaitu Sesayut Pasupati dengan kelengkapan banten prayascita, sorohan alit, banten durmanggala dan pejati.

Tebasan pasupati
  • Kulit sayut
  • Tumpeng barak
  • Raka – raka dan jaja
  • Kojong balung/prangkatan (5 kojong jadi 1) yang berisi kacang, saur, Gerang, telur dan tuung (terong)
  • Sampian nagasari, penyeneng, sampian kembang (terbuat dari don andong)
  • Pejati dan peras dengan sampian dari don andong, canangnya menggunakan bunga merah
  • Lis/buu alit (dari don andong)
  • dupa 9 batang
  • ayam biying mepanggang
  • segehan bang
Banten prayascita untuk Pasupati
  • tumpeng mepekir, 5 buah
  • tulung, 5 buah
  • siwer 1, dengan tanceb cerawis
  • tipat pendawa
  • kwangen dan don dadap 5, masing 2 ditancapkan di tumpeng
  • raka-raka dan kacang saur
  • sampian nagasari
Dapetan tumpeng 7, alas ngiu
  • taledan 2 – masing -masing di isi : taledan pertama: tumpeng 2, raka-raka kacang saur dan sampian nagasari. taledan ke dua: tumpeng 3, tulung, bantal, tipat penyeneng, raka2 kacang saur dan sampian pusung
  • sayut 2  – masing -masing di isi : sayut pertama; gibungan lempeh 1, raka2 kacang saur dan sampian nagasari dan sayut berikutnya; gibungan lanying 4, raka2 kacang saur dan sampian nagasari
  • di tengah2 isi cawan, isi base tampin, beras, benang tebus, pis bolong3, penyenyeng
Sorohan alit untuk Pasupati
  • taledan mesibeh/mesrebeng
  • kulit sayut 2 , di sampingnya
  • kulit peras di tengah2 antara sayut
  • ujung peras isi katak-kituk, sesisir pisang, sedikit jajan, nasi dan saur, isi plaus kecil, smua dsb nasi sasah, sidampingnya isi pisang tebu raka-raka
  • belakang nasi sasah isi tumpeng, 11 buah
  • kulit sayut isi nasi pulungan 4
  • kulit sayut lagi satu, sisi gibungan alit 1
  • di kulit peras isi tulung, 3 buah
  • isi kacang saur raka-raka
  • sampian pusung 2, di taruh bagian depan
  • di atas sayut sampian naga sari, 2 buah
  • atas kulit sayut sampian nagasari 1
  • penyeneng, tatakan celemih, isi base tampin, beras, benang tebus
  • lis / buu alit
  • banten bersihan
  • Banten durmanggala dengan klungah nyuh mulung (gadang)
  • Banten Pejati untuk melengkapi Banten Pasupati sebagai hulu upacara pasupati tersebut.
Dari berbagai jenis upakara tersebut yang terpenting adalah Tirtha Pasupati. Tirtha Pasupati biasanya didapat melalui nunas sama Pandita atau Pinandita melalui tatacara pemujaan tertentu.
Tapi bagaimana halnya dengan individu-individu yang mesti dilakukan jika ingin mendapatkan Tirtha Pasupati? Bisakah memohonnya tanpa perantara Pandita?
Jawabannya tentu saja boleh.
Cukup menyiapkan sarana seperti di atas (seuaikan dengan desa-kala-patra). Misalnya dengan sarana canang sari, dupa dan air (toya anyar), setelah melakukan pembersihan badan (mandi dsb). Letakkan sarana/ upakara tersebut di pelinggih/ altar/ pelangkiran. Kemudian melaksanakan asuci laksana (asana, pranayama, karasudhana) dan matur piuning (permakluman) sedapatnya baik kepada leluhur, para dewa dan Hyang Widhi, ucapkan mantra berikut ini dengan sikap Deva Pratista atau Amusti Karana sambil memegang dupa dan bunga.
Sebenarnya siapapun dapat “menghidupkan / me-pasupati” Rerajahan / barang magis setelah melalui beberapa ritual tertentu, seperti membacakan mantra pangurip. Namun hendaknya sebelum mantra ini diucapkan sebaiknya pahami benar maksud benda yang akan di pasupati agar tidak menjadi bumerang dikemudian hari.

Mantra-Mantra Untuk Pasupati

Untuk menampilkan bagian ini, diperlukan
Login Membership
Memang semua orang bisa melakukan pasupati, asal tahu tatacara dan langkah–langkahnya, namun hasilnya dari proses (eed upacara) tidak akan sama antara orang yang satu dengan yang lainnya tergantung tingkat masing–masing orang. Kekuatan yang terpancarkan, bahkan bisa akan berefek buruk pada yang menggunakan barang–barang hasil pasupati jika tidak sesuai dalam melakukannya. Pada proses pasupati orang yang melakukan upacara tersebut mesti bisa ‘berbadan dewa’ atau menyatu atau sama kedudukan yang menyembah dengan yang disembah pada saat itu sehingga proses penghadiran dewa yang dikehendaki kekuatan nya benar-benar hadir dan mengisi benda yang akan dipasupati atau manifestasi Tuhan tersebut berstana atau berdiam diri langsung di benda yang diupacarai.
 
Kewaskitaan sangat diperlukan karena proses tersebut apakah sudah benar atau hanya pikiran semata. Kalau hanya berbekal keyakinan saja bisa melakukan hal tersebut tanpa diimbangi dengan uraian diatas sama saja tidak tahu dengan apa yang dilakukan dan apa yang sedang terjadi dan apa yang akan terjadi selama dan sesudah proses pasupati terjadi.
 
Proses pasupati tidak sesimpel yang dipikirkan dengan hanya memegang benda yang akan dipasupati dan meniatkan benda itu berubah jadi apa yang dikehendaki, itu justru akan menjadi bumerang bagi yang mempasupati benda tersebut, karena dengan kesaktian penciptanya, justru kekuatan yang ada di benda tersebut akan menekan yang memakai benda tersebut sehingga berefek sangat buruk pada yang memakainya, akibatnya lama kelamaan aura kesaktian penciptanya ini akan menggencet jiwa pemakainya yang bisa mengakibatkan ketidakharmonisan didalam rumahtangga, misalnya : rasa takut, merinding, gelisah, rasa marah yang tidak terkontrol, dll