Tata Cara dan Doa Penyupatan saat Upacara Tumpek Kandang (Uye)


Jika di tingkat nasional dikenal adanya Hari Cinta Satwa yang diperingati setiap tahun pada tanggal 5 November, maka bagi umat Hindu “cinta hewan” sudah sejak lama menjadi kebiasaan yang tak pernah layu dalam perkembangan jaman yang semakin maju. Tumpek Kandang dirayakan pada setiap Saniscara Kliwon wuku Uye.

Filosofi Tumpek Kandang ini berpegang pada ajaran tattwa bahwa manusia dengan lingkungan diibaratkan sebagai halnya singa dan hutan. Sebagaimana disuratkan di dalam Kakawin Nitisastra 1.10 :

Singha raksakaning halas, halas ikangrakseng hari niytaca, Singha mwang wana tan patut pada wirodhangdoh tikang kecari, rug bradtang wana denikang jana tinor wreksanya cirnapadang, Singhanghot ri jurangningkang tegal ayan sampun dinon durbala

 

Bahwa singa adalah penjaga hutan, akan tetapi juga selalu dijaga oleh hutan. Jika singa dengan hutan berselisih mereka marah, lalu singa itu meninggalkan hutan. Maka hutannya dirusak-binasakan orang, pohon-pohonnya ditebangi sampai menjadi terang. Singa yang lari bersembunyi di dalam jurang, di tengah-tengah ladang, diserbu dan dibinasakan orang.

Analogi singa dan hutan, seperti dilukiskan di atas, sesungguhnya memberi gambaran betapa manusia dengan lingkungan sedapatnya harus mampu menciptakan dan kemudian memelihata suatu bentuk kodrat “persahabatan alamiah”. Hewan meski disebut juga buron, tetapi ia bukanlah hewan buronan yang selalu diburu untuk dijadikan ‘caru’. Prinsip rerainan Tumpek Kandang menyiarkan tuntunan bahwa manusia perlu “mengandangkan hewan” dengan satu sikap “memelihara sebelum menggunakan”.

Hari Tumpek Kandang adalah upacara selamatan (otonan) untuk binatang-binatang atau wewalungan, binatang yang disembelih dan binatang piaraan, hakekatnya adalah untuk memuja Pada saat Tumpek Kandang, hewan khususnya ternak dibuatkan otonan yang pada intinya umat memuja Sang Hyang Siwa Pasupati, manifestasi Tuhan sebagai rajanya semua makhluk hidup,  Siwa sebagai Rare Angon, penggembala makhluk.

Berdasarkan ini, tegas bahwa yang dipuja adalah Tuhan Yang Maha Esa, bukan memuja binatang, demikian pula terhadap tumbuh-tumbuhan, senjata-senjata, gamelan dan sebagainya. Upacara selamatan kepada binatang dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa kasih sayang kepada semua binatang, khususnya binatang ternak atau piaraan.

 

Makna penyupatan Dalam Upacara Tumpek Kandang

Tumpek Uye sejatinya sebagai korban suci untuk semua jenis binatang yang ada di alam ini seperti golongan sato, mina, paksi, manuk, serta gumatap-gumitip. Tujuannya untuk memberikan penyupatan agar kelahiran berikutnya dari roh hewan-hewan tersebut bisa meningkat kualitas tingkat kehidupannya atau berinkarnasi menjadi mahluk yang lebih mulia.

Umat Hindu memepercayai bahwa di dalam tubuh para binatang bersemayam jiwatman memberikan kehidupan kepada para binatang sama halnya dengan makhluk lainnya.

Penyupatan itu tidak semata untuk binatang dalam pengertian fisik yang ada di bhuwana agung (alam), tetapi juga nonfisik berupa “sifat-sifat kebinatangan” yang ada dalam diri manusia (bhuwana alit).

Penyebutan Tumpek Kandang tiada terlepas dari perhitungan dina (hari) Saniscara (Sabtu) dianggap memiliki urip 9, wara kliwon memiliki urip 8 dan wuku uye juga memiliki urip 8. Jika dijumlahkan, Saniscara Kliwon Uye memiliki urip 25. Jika kedua angka itu dijumlahkan, didapat angka 7.

Berdasarkan Tattwa Samkhya, hari dengan urip 7 dianggap sebagai hari berwatak rajah yang disejajarkan dengan watak sato (binatang).

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia juga kerap mengkonsumsi daging yang bersumber dari hewan. Karenanya, unsur-unsur binatang telah bersemayam juga dalam tubuh manusia. Semua ini sedikit banyak juga membawa pengaruh pada tabiat, sifat dan karakter manusia. Karena itu, manusia dikonsepsikan dalam Hindu memiliki sifat Tri Guna yakni satwam, rajas dan tamas.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga