Sabda (Suara), Aksara dan Pemujaan dalam Tutūr Aji Śaraśwatī


 

Pengringkesan Dasaksara dalam Tutur Aji Saraswati

Cara di mana Dasaksara diringkas (pengringkesan) untuk menjadi prinsip yang halus sangat penting. Teks tampaknya lebih menekankan pada “kembali ke asal” daripada pada menjadi. Dengan demikian, ajaran yang terkandung dalam teks ini berguna bagi orang yang tulus yang ingin “kembali ke asal”. Hal ini ditunjukkan dengan ringkasan sejumlah besar huruf suci ke huruf/suara yang lebih kecil. Ini membutuhkan guru spiritual yang kompeten (guru) yang dapat membimbing dan membantu.

Dikatakan bahwa ini dimulai dari memahami Catur Dasksara ke Dasaksara, kemudian ke Pañca Aksara, Pañca Brahma, Tri Aksara, Rwa Bhinéda dan akhirnya ke Ekaksara,  yaitu Ongkara. Pada text lontar diuraikan Dasaksara dengan posisi dan warna tertentu di dalam tubuh manusia dan alam semesta.

Untuk menampilkan bagian ini, diperlukan
Login Membership

Lakukan hal ini dengan keyakinan dan jagalah kerahasiaannya yang disebut dengan dengan gunung Sêméru; anda tidak akan tertangkap ketika diserang oleh musuh yang paling kuat sekalipun, dan juga oleh orang yang mempraktekkan ilmu hitam (léak); ini disebut Manik Svéta, tempat untuk mengamankan jiwa. Lalu bayangkan kedua langit dan bumi bersatu. Inilah cara membakar ketidaksucian di dalam diri melalui penggunaan Dasaksara..

Itulah caranya membakar penyakit/ketidaksucian di dalam tubuh. Ketika semua telah dibinasakan dari tubuhmu, tubuh menjadi enak, nyaman dan bersih, kemudian lakukanlah kontemplasi untuk menciptakan sebuah istana di dalam bentuk padmasana, dan pujalah sesuai kemampuanmu..

Saat melakukan ringkasan, setiap Aksara dikaitkan dengan dewa, warna, organ internal di mana peran pikiran untuk konsentrasi / kontemplasi menjadi sangat penting. Teks ini tidak menyebutkan signifikansi teknik Yoga dalam hal ini, namun, dari konteks yang diberikan jelas perannya dalam ringkasan Aksara tersebut.
Teks ini juga memuat sejumlah mantra yang bisa menyebabkan lahirnya kekuatan penyucian. Misalnya, mantra untuk air suci, memercikan air suci, mempersembahkan pras, tehenan, menangkap leyak, penyucian diri mulai belajar sastra, dan lain-lain.

Sesuai tradisi Bali, Dewi Saraswati piodalannya dilaksanakan sekali dalam enam bulan menurut kalender Bali. Lontar dianggap sebagai sthana ketika beliau disembah/dipuja. Oleh karena itu, lontar dianggap suci dan harus diperlakukan dengan rasa kesucian. Siswa, guru, pegawai pemerintah, intelektual tradisional menucikan hari suci ini dengan melakukan pemujaan dalam bentuk Saraswati Puja. Bantên (persembahan) untuk menyembahnya adalah khas; di mana ada jajan berbentuk cecak kecil yang terbuat dari bubuk beras dikenal dengan jaja saraswati.


Sumber

I.B. Putu Suamba
Dan
Lontar Ida Bagus Made Jlantik (Griya Kacicang, Karangasem)



Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

HALAMAN TERKAIT
Baca Juga