Upacara Mebayuh Otonan sebagai Pembersihan Karma Wasana


Proses Ritual Upacara Bayuh Oton

A. Mewacak (Metenung)

Upacara ritual bayuh oton pada pawetonan umat Hindu melibatkan pemangku dan sulinggih untuk upacara bayuh oton agung. Sumber pelaksanaan upacara bayuh agung maupun bayur oton sesuai dengan referensi yakni Lontar Pewacakan dan Wrhaspati Kalpa.
Rentetan upacara bayuh oton dimulai dari mewacakan atau metenung untuk mengetahui tentang karakteristik anak. Mewacak atau matenung merupakan rangkaian upacara mabayuh, di mana sebelum seseorang dibayuh maka diwacak atau ditenung pada orang bisa atau wajar melakukan hal itu seperti : Balian, Pemangku atau Pedanda, pada umumnya orang-orang tersebut sudah punya lontar yang dipakai mewacak atau matenung.
Istilah mewacak atau matenung dipakai mencocokkan bagi kelahiran para anak. Mewacak berasal dari kata wacak, kalau dalam bahasa Jawa Kuno kata waca artinya baca, baos, wacaka artinya ngandikayang, ngorahang. Kalau dalam bahasa Bali ada kata mewacak maksudnya membacakan kalau diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia maka dalam acara mewacak maka orang yang mau dibayuh dibacakan tentang hari lahir seseorang yang terdapat dalam lontar pewacakan, dimana di dalam lontar pewacakan akan ditemukan seperti : ciri-ciri seseorang, penyakit yang diderita, obat yang dipakai mengobati atau ramuan obatnya dan upakara yang dipakai mabayuh serta tempat pelaksanannya.
Sedangkan istilah matenung kalau di Bali ada dua pengertian yaitu : matenung yang ada hubungannya dengan upacara mabayuh dan matenung yang tujuannya untuk meramal sesuatu misalnya : meramal tentang nasib seseorang pada umur tertentu mengalami penderitaan, atau kebahagiaan dan sebagainya, di samping itu ada istilah matenung misalnya untuk meramal jika seseorang mengalami kecurian, di mana malingnya tak diketemukan atau tidak diketahui, maka yang kecurian akan melakukan tenung kepada Balian atau orang yang mampu mengadakan petenungan, tenung disini tidak memakai lontar, melainkan meramal berdasarkan ilham, namun secara hukum tak dapat dipercaya namun si kecolongan ingin juga mengetahui, misalnya akan diberitahu ciri-cirinya si maling, arah datangnya dan sebagainya.

Istilah matenung dalam hubungan upacara mabayuh yaitu istilah bagi yang dibayuh orang dewasa dan lontar yang dipakai berbeda serta upacara upakara bantennnya juga berbeda, ukuran seseorang dikatakan dewasa yaitu menurut adat di Bali yaitu apabila seseorang telah meningkat remaja (menek dehe) misalnya bagi wanita telah haid atau datang bulan, bagi orang laki-laki volume suaranya membesar atau ngembakin dan kelihatan dagunya.
Istilah mewacak dan matenung hanya perbedaan lontar yang dipakai dan unsur seseorang, perbedaan ini didasari atas perbedaan unsur bhuta kala yang mempengaruhi kehidupan manusia di mana unsur bhuta ini setiap unsur tertentu akan berubah nama dan kekuatannya, terutama dalam mabayuh dibedakan menjadi dua yaitu : antara anak-anak dengan orang dewasa atau remaja. 

B. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Pelaksanaan upacara bayuh otonan apabila dilihat dari rentetannya menunjukkan tempat pelaksanakan yang berbeda. Misalnya saja untuk prosesi melukat tidak hanya dilakukan di Griya melainkan juga di Pantai atau Segare.

Setelah prosesi ritual pengelukatan selesai, barulah sang anak akan melaksanakan upacara bayuh oton. 
Ritual Bayuh dilaksanakan berdasarkan pada hasil Pewacakan kelahiran dari eka wara hingga dasa wara. Pada umumnya, saat pawetonan bertepatan dengan pada saat pawetonan atau yang bertepatan dengan datangnya bulan purnama, dianggap sebagai saat yang paling baik dan tepat untuk melaksanakan Ritual Bayuh Agung, karena pada saat itu adalah dianggap waktu yang paling sempurna untuk pemberian atau pengembalian kekuatan pada diri seseorang. Jenis upacara ritual pemberian kekuatan atau bebayuan biasa disebut Bebayuhan.

Mendapatkan pawetonan yang bertepatan bulan purnama sangatlah sulit sekali atau suatu hal yang sangat jarang terjadi dalam setiap 210 hari pawetonan seseorang. 

Bebayuhan akan berbeda-beda sesuai dengan ciri-ciri yang terdapat pada setiap kelahiran seseorang sesuai dengan hasil Pewacakan. Prilaku dan wataknya serta ”hala hayu” dalam kehidupan juga tidak akan sama yang akan dijalani oleh seseorang dikemudian hari.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Buku Terkait
Baca Juga