Sistem Pengobatan Usada Bali
Usada adalah praktik penyembuhan holistik yang tidak hanya memandang penyakit dari sisi fisik ( sekala ), tetapi juga dari sisi spiritual/energi ( niskala ). Praktik ini bersumber dari naskah kuno yang disebut Lontar Usada.
Berikut adalah detail bagaimana seorang Balian (penyembuh) melakukan Tenung (diagnosis) dan Pengobatan :
1. Tenung (Diagnosis Penyakit)
Dalam Usada, diagnosis disebut Tenung atau Nenger. Seorang Balian tidak hanya bertanya “sakit apa?”, tetapi juga mencari akar penyebab ketidakseimbangan dalam tubuh dan jiwa.
- Tenung Tanya (Wawancara) : Balian akan menanyakan gejala fisik serta kejadian yang dialami sebelum sakit (mimpi buruk, kejadian aneh di rumah, atau bepergian ke tempat keramat).
- Tenung Nadi (Pemeriksaan Denyut) : Ini mirip dengan pengobatan Tiongkok atau Ayurveda. Balian akan memegang pergelangan tangan pasien untuk merasakan denyut nadi.
Jari telunjuk, tengah, dan manis digunakan untuk mendeteksi gangguan pada organ tertentu (jantung, hati, paru-paru) dan keseimbangan Tri Dosa (unsur angin, api, air dalam tubuh). - Tenung Wariga (Astrologi/Numerologi) : Ini sangat khas Bali. Balian akan bertanya:
“Kapan sakit ini mulai terasa?” (Hari, Pasaran, Wuku).
“Apa hari kelahiran (Otonan) pasien?” Dari sini, Balian membuka Lontar Wariga untuk melihat apakah sakit ini akibat teguran leluhur ( kepongor ), gangguan roh ( bebai ), atau sekadar sakit fisik biasa karena salah makan/cuaca. - Tureksa (Pemeriksaan Fisik) : Mengamati tanda fisik seperti warna mata (merah/pucat), warna lidah, suhu ujung jari kaki dan tangan, serta ketegangan otot leher.
- Mata Batin (Niskala) : Bagi Balian Ketakson (balian yang mendapat wahyu/medium), mereka mungkin tidak perlu memeriksa fisik, melainkan langsung “melihat” aura atau makhluk yang mengganggu pasien.
2. Metode Pengobatan (Therapy)
Setelah diagnosis, pengobatan dilakukan untuk menyeimbangkan kembali unsur Panca Maha Bhuta (5 elemen alam) dalam tubuh. Bahan obat diambil berdasarkan Lontar Taru Pramana (kitab khasiat tumbuhan), Lontar Usada Dalem, Lontar Resi Bawa, Lontar Cukil Daki, Lontar Pamugpugan, Usada Buduh, Cukil Daki, Rukmini Tattwa, Kuranta Bolong dan lontar usada lainnya.
A. Pengobatan Fisik (Herbal & Manual)
- Loloh (Obat Minum/Jamu) : Ramuan herbal yang ditumbuk, diperas, dan diminum.
Contoh: Daun dapdap, kunyit, temulawak, atau sambiloto. Rasanya bisa pahit, manis, atau sepat tergantung penyakit. - Boreh (Lulur Hangat) : Campuran rempah (jahe, kencur, cengkeh, beras) yang dihaluskan dan dibalurkan ke tubuh.
Fungsi: Mengobati masuk angin, rematik, melancarkan peredaran darah, dan menghangatkan tubuh. - Sembur (Semburan Kunyah) : Ini metode unik dimana Balian mengunyah bahan obat (biasanya bawang, jangu, sirih) bersama mantra, lalu disemburkan ke bagian tubuh pasien yang sakit.
Filosofi: Air liur Balian dianggap memiliki enzim dan energi prana (kekuatan hidup) yang mempercepat penyembuhan. - Tutuh (Tetes) : Cairan obat yang diteteskan ke hidung atau mata untuk mengeluarkan lendir atau membersihkan rongga kepala (sinusitis/sakit kepala berat).
- Urut/Pijat : Memperbaiki struktur tulang atau otot, seringkali dikombinasikan dengan minyak kelapa yang sudah didoakan ( Minyakutus-kutus atau Minyak Tantra ).
B. Pengobatan Spiritual (Niskala)
Karena banyak penyakit di Bali diyakini memiliki unsur non-medis, pengobatan fisik saja tidak cukup.
- Melukat (Pembersihan Diri) : Ritual mandi dengan air suci (tirta) dan bunga untuk membersihkan aura negatif ( klesa ) yang menempel pada tubuh eterik pasien.
- Mantra & Rajah : Balian akan membacakan mantra suci saat meracik obat. Kadang tubuh pasien atau secarik kertas ditulisi aksara suci ( Rajah ) sebagai pelindung.
- Banten (Sesajen) : Jika Tenung menunjukkan sakit akibat “teguran” leluhur atau gangguan roh, pasien diminta membuat Banten tertentu (seperti Caru atau Sesayut ) untuk menebus kesalahan atau mengharmoniskan hubungan dengan alam gaib.
Pengobatan Usada bertujuan mencapai Keseimbangan. Sakit adalah tanda ketidakharmonisan (Disharmony). Sembuh berarti kembali harmonis dengan diri sendiri, lingkungan, dan Tuhan (Tri Hita Karana).










