- 1Dari Atharvaveda hingga Kapalika
- 2Sinkretisme Siwa-Buddha
- 3Dialektika Pangiwa dan Panengen (Kiri dan Kanan)
- 4Panengen (Dakshinachara) : Jalan Pemeliharaan
- 5Pangiwa (Vamachara) : Jalan Transformasi
- 6Morfologi Dewi Durga dan Transformasi Pangiwa - Panengen
- 7Analisis Komparatif Vamachara dan Dakshinachara
- 8Klasifikasi Energi Berdasarkan Guna dan Arah
- 9Kesalahpahaman Modern : Stigma vs Esensi
- 10Morfologi Dewi Durga : Dari Shakti Siwa Menjadi Ratu Setra
- 11Sinkretisme Siwa-Buddha dan Durga - Prajna paramita
- 12Mandala Pura Dalem dan Setra
- 13Pura Dalem sebagai Reaktor Daur Ulang Spiritual
- 14Setra : Laboratorium Pangiwa
- 15Instrumen Teknologi Magis : Aksara, Banten dan Ruang
- 16Aksara Modre : Kode Sumber Alam Semesta
- 17Sanggah Cucuk : Antena Penetralisir Mala
- 18Taluh Bukasem : Bio-Spiritualitas Durga
- 19Tata Cara Praktik Yoga Kawisesan : Kuno vs Kini
- 20Era Kuno : Kawisesan sebagai Dharma Negara dan Moksha
- 21Era Kini: Pragmatisme, Komodifikasi, dan Degenerasi
- 22Teologis Dewi Durga dan Tantra dalam Tutur Gong Besi
- 23Transformasi Wajah Ilahi
- 24Peran Hyang Bhagawati di Setra Gandamayu
- 25Aksara Modre: Kode Magis
- 26Praksis Ritual : Yoga Kawisesan dan Kematian
- 27Ritual Kematian (Ngaben) menurut Gong Besi
- 28Epistemologi dan Kedudukan Sastra Tutur Gong Besi
- 29Konteks Tantra Siwa Siddhanta di Nusantara
- 30Konsep Ketuhanan "Bhatara Dalem"
- 31Transformasi Wajah Ilahi (Polimorfisme Teologis)
- 32Dialektika Raudha dan Saumya
- 33Hegemoni di Setra Gandamayu
- 34Mekanisme Kematian dan Transisi Roh
- 35Disolusi Panca Maha Bhuta
- 36Navigasi di Persimpangan Jalan (Catus Pata)
- 37Kanda Pat sebagai Manifestasi Internal Hyang Bhagawati
- 38Yoga Kematian dan Praktik Meditasi
- 39Ngaben : Ritual Transformasi Tantrik
- 40Peran Kajang dan Aksara Modre
- 41Ritual Nyekah dan Memukur : Penyatuan Kembali
Teologis Dewi Durga dan Tantra dalam Tutur Gong Besi
Analisis mendalam dan ekshaustif mengenai kedudukan teologis Dewi Durga dalam manifestasinya sebagai Hyang Bhagawati, sebagaimana termaktub dalam naskah esoteris Tutur Gong Besi.
Artikel ini didorong oleh kebutuhan untuk mendekonstruksi pemahaman simplistik mengenai kematian dan transisi roh dalam kosmologi Hindu Bali, yang sering kali terdistorsi oleh persepsi awam dan komodifikasi ritual modern. Melalui eksegesis ketat terhadap sumber-sumber primer lontar dan literatur sekunder otoritatif, artikel ini menguraikan bagaimana Tutur Gong Besi berfungsi bukan sekadar sebagai manual ritual, melainkan sebagai peta metafisik (metaphysical cartography) yang memandu perjalanan jiwa (atma) melalui lanskap sakral yang dijaga oleh berbagai manifestasi Bhatara Dalem.
Fokus utama analisis meliputi :
- Ontologi Tutur Gong Besi dan konsep ketuhanan monistik Siwa-Durga;
- Transformasi spasial manifestasi ilahi dari gunung hingga samudra;
- Mekanisme kematian dan pelepasan elemen Panca Maha Bhuta;
- Peran Hyang Bhagawati sebagai penjaga gerbang transformasi di Setra Gandamayu; dan
- Integrasi mikrokosmos melalui ajaran Kanda Pat dan praktik Pangiwa (Tantra Kiri).
Temuan menunjukkan bahwa Dewi Durga adalah sentralitas absolut dalam siklus Sangkan Paraning Dumadi, bertindak sebagai agen pemurni yang memungkinkan kembalinya elemen kehidupan kepada kehampaan suci (Sunya).
Pusat gravitasi teologis Tantra Bali, khususnya dalam hal kematian dan Pangiwa, dijelaskan secara rinci dalam naskah pingit Tutur Gong Besi. Naskah ini menjelaskan Polimorfisme Teologis—bagaimana Tuhan mengubah wajah-Nya sesuai lokasi.
Transformasi Wajah Ilahi
Menurut Tutur Gong Besi, Bhatara Dalem adalah manifestasi absolut yang berubah wujud berdasarkan ruang (Desa) untuk memutar siklus kehidupan :
- Di Gunung Agung : Berwujud Ida Sanghyang Giriputri (Suci/Hulu).
- Di Pura Desa : Berwujud Sanghyang Tri Upasedhana (Pemelihara).
- Di Sungai/Jurang : Berwujud Bhatari Gangga (Pembersih).
- Di Perempatan (Catus Pata) : Berwujud Sanghyang Catur Bhuwana atau Durga Catur Muka. Ini adalah titik pengadilan roh.
- Di Kuburan (Setra) : Berwujud Bhatara Durga atau Hyang Bhagawati.
Peran Hyang Bhagawati di Setra Gandamayu
Dewi Durga di kuburan (Setra) memiliki dua aspek :
- Raudha (Menyeramkan) : Sebagai Durga yang memimpin pasukan Bhuta Kala untuk menghancurkan tubuh fisik mayat dan memutus ikatan duniawi roh yang baru meninggal.
- Saumya (Lembut) : Setelah proses peleburan selesai, Ia berubah menjadi Hyang Bhagawati, ibu penuh kasih yang memangku roh suci untuk diantarkan kembali ke asal-Nya (Sangkan Paraning Dumadi).
Tanpa aspek “menyeramkan” dari Durga, jiwa manusia akan selamanya terperangkap dalam ilusi materi. Oleh karena itu, Setra bukan tempat angker semata, melainkan laboratorium daur ulang spiritual.
Aksara Modre: Kode Magis
Energi ini digerakkan menggunakan Aksara Modre (huruf suci magis). Ini adalah “bahasa pemrograman” realitas.
- Mantra Ang-Ah (Hidup-Mati) dirajah di tubuh atau divisualisasikan.
- Teknik Ngurip Aksara (Menghidupkan Huruf) : Praktisi membayangkan suku kata suci (Bijaksara) bersinar di organ tubuh tertentu. Misalnya, menempatkan aksara SA di jantung dan BA di hati.
- Dalam Pangiwa, aksara ini sering dibalik (Sungsang) untuk menciptakan gesekan energi yang dahsyat.
Praksis Ritual : Yoga Kawisesan dan Kematian
Praktik pengolahan energi untuk kesaktian disebut Yoga Kawisesan. Sumber-sumber lontar seperti Siwer Mas dan Canting Mas memberikan panduannya.
Teknik Kuno (Berdasarkan Lontar) :
-
- Penyucian : Puasa (Mawinten) dan meditasi di tempat angker (Setra/Jurang) untuk menaklukkan rasa takut.
- Ngarad Surya Candra : Membayangkan matahari dan bulan masuk ke dalam tubuh melalui mata.
- Pasuk Wetu (Pernapasan) : Mengatur napas untuk menarik energi elemen alam (Panca Maha Bhuta).
- Visualisasi Senjata : Lontar Siwer Mas mengajarkan menempatkan senjata Dewa di tubuh : Bajra di jantung, Gada di punggung, Cakra di tangan. Ini menciptakan “Baju Besi Emas” (Siwer Mas) secara metafisik.
- Ngereh : Puncak ilmu Pangiwa. Berubah wujud di kuburan. Ini bukan sekadar fisik, tapi proyeksi tubuh astral.
Degradasi Modern : Di era kini, proses meditasi panjang sering dipotong. Banyak orang mencari “jalan pintas” dengan membeli jimat atau sabuk kekebalan tanpa melalui disiplin spiritual (Sadhana). Hal ini menyebabkan ketidakstabilan emosi (panas) karena wadah tubuh tidak siap menerima energi besar.
Upacara Ngaben adalah operasi Tantra untuk mengembalikan elemen tubuh ke asalnya.
- Pelepasan : Roh dilepas dari badan kasar melalui mantra Pralina.
- Navigasi : Roh dihadapkan ke Catus Pata (Perempatan) untuk diadili oleh Durga Catur Muka.
- Kajang : Kain putih bertuliskan Aksara Modre diletakkan di atas mayat. Ini adalah “paspor” agar roh dikenali oleh pasukan Durga dan diizinkan lewat.
- Penyatuan : Abu dilarung ke laut (Segara), simbol kembalinya unsur cair ke Bhatari Gangga, menyempurnakan siklus yang dimulai dari gunung.
Analisis mendalam terhadap Tutur Gong Besi, praktik Pangiwa-Panengen, dan pemujaan Durga menunjukkan bahwa Tantra di Bali adalah sistem yang holistik dan non-dualistik.
- Integrasi Kegelapan : Bali tidak menolak kegelapan (Pangiwa/Durga), melainkan merangkulnya sebagai aspek Tuhan yang diperlukan untuk Pralina (peleburan/daur ulang) dan perlindungan ekstrem.
- Siklus Energi : Melalui Tutur Gong Besi, kita memahami bahwa Tuhan di Pura Besakih (Gunung) dan Tuhan di Kuburan (Setra) adalah Satu (Tunggal), hanya berbeda fungsi.
- Teknologi Spiritual : Yoga Kawisesan dan penggunaan Aksara Modre adalah warisan teknologi batin kuno yang dirancang untuk memperkuat kedaulatan diri manusia menghadapi kekuatan alam.
Revitalisasi pemahaman ini penting agar Tantra Bali tidak kerdil menjadi sekadar “ilmu santet” atau tontonan turis, melainkan tetap lestari sebagai jalan pembebasan (Moksa) yang adiluhung.














