belajar tantra bali

Analisis Terpadu Ajaran Tantra di Bali, untuk Tercapainya Keharmonisan


Teologis Dewi Durga dan Tantra dalam Tutur Gong Besi

Analisis mendalam dan ekshaustif mengenai kedudukan teologis Dewi Durga dalam manifestasinya sebagai Hyang Bhagawati, sebagaimana termaktub dalam naskah esoteris Tutur Gong Besi.

Artikel ini didorong oleh kebutuhan untuk mendekonstruksi pemahaman simplistik mengenai kematian dan transisi roh dalam kosmologi Hindu Bali, yang sering kali terdistorsi oleh persepsi awam dan komodifikasi ritual modern. Melalui eksegesis ketat terhadap sumber-sumber primer lontar dan literatur sekunder otoritatif, artikel ini menguraikan bagaimana Tutur Gong Besi berfungsi bukan sekadar sebagai manual ritual, melainkan sebagai peta metafisik (metaphysical cartography) yang memandu perjalanan jiwa (atma) melalui lanskap sakral yang dijaga oleh berbagai manifestasi Bhatara Dalem.

Fokus utama analisis meliputi :

  1. Ontologi Tutur Gong Besi dan konsep ketuhanan monistik Siwa-Durga;
  2. Transformasi spasial manifestasi ilahi dari gunung hingga samudra;
  3. Mekanisme kematian dan pelepasan elemen Panca Maha Bhuta;
  4. Peran Hyang Bhagawati sebagai penjaga gerbang transformasi di Setra Gandamayu; dan
  5. Integrasi mikrokosmos melalui ajaran Kanda Pat dan praktik Pangiwa (Tantra Kiri).

Temuan menunjukkan bahwa Dewi Durga adalah sentralitas absolut dalam siklus Sangkan Paraning Dumadi, bertindak sebagai agen pemurni yang memungkinkan kembalinya elemen kehidupan kepada kehampaan suci (Sunya).

Pusat gravitasi teologis Tantra Bali, khususnya dalam hal kematian dan Pangiwa, dijelaskan secara rinci dalam naskah pingit Tutur Gong Besi. Naskah ini menjelaskan Polimorfisme Teologis—bagaimana Tuhan mengubah wajah-Nya sesuai lokasi.

Transformasi Wajah Ilahi

Menurut Tutur Gong Besi, Bhatara Dalem adalah manifestasi absolut yang berubah wujud berdasarkan ruang (Desa) untuk memutar siklus kehidupan :

  1. Di Gunung Agung : Berwujud Ida Sanghyang Giriputri (Suci/Hulu).
  2. Di Pura Desa : Berwujud Sanghyang Tri Upasedhana (Pemelihara).
  3. Di Sungai/Jurang : Berwujud Bhatari Gangga (Pembersih).
  4. Di Perempatan (Catus Pata) : Berwujud Sanghyang Catur Bhuwana atau Durga Catur Muka. Ini adalah titik pengadilan roh.
  5. Di Kuburan (Setra) : Berwujud Bhatara Durga atau Hyang Bhagawati.

Peran Hyang Bhagawati di Setra Gandamayu

Dewi Durga di kuburan (Setra) memiliki dua aspek :

  • Raudha (Menyeramkan) : Sebagai Durga yang memimpin pasukan Bhuta Kala untuk menghancurkan tubuh fisik mayat dan memutus ikatan duniawi roh yang baru meninggal.
  • Saumya (Lembut) : Setelah proses peleburan selesai, Ia berubah menjadi Hyang Bhagawati, ibu penuh kasih yang memangku roh suci untuk diantarkan kembali ke asal-Nya (Sangkan Paraning Dumadi).

Tanpa aspek “menyeramkan” dari Durga, jiwa manusia akan selamanya terperangkap dalam ilusi materi. Oleh karena itu, Setra bukan tempat angker semata, melainkan laboratorium daur ulang spiritual.

Aksara Modre: Kode Magis

Energi ini digerakkan menggunakan Aksara Modre (huruf suci magis). Ini adalah “bahasa pemrograman” realitas.

  • Mantra Ang-Ah (Hidup-Mati) dirajah di tubuh atau divisualisasikan.
  • Teknik Ngurip Aksara (Menghidupkan Huruf) : Praktisi membayangkan suku kata suci (Bijaksara) bersinar di organ tubuh tertentu. Misalnya, menempatkan aksara SA di jantung dan BA di hati.
  • Dalam Pangiwa, aksara ini sering dibalik (Sungsang) untuk menciptakan gesekan energi yang dahsyat.

Praksis Ritual : Yoga Kawisesan dan Kematian

Praktik pengolahan energi untuk kesaktian disebut Yoga Kawisesan. Sumber-sumber lontar seperti Siwer Mas dan Canting Mas memberikan panduannya.

Teknik Kuno (Berdasarkan Lontar) :

    1. Penyucian : Puasa (Mawinten) dan meditasi di tempat angker (Setra/Jurang) untuk menaklukkan rasa takut.
    2. Ngarad Surya Candra : Membayangkan matahari dan bulan masuk ke dalam tubuh melalui mata.
    3. Pasuk Wetu (Pernapasan) : Mengatur napas untuk menarik energi elemen alam (Panca Maha Bhuta).
    4. Visualisasi Senjata : Lontar Siwer Mas mengajarkan menempatkan senjata Dewa di tubuh : Bajra di jantung, Gada di punggung, Cakra di tangan. Ini menciptakan “Baju Besi Emas” (Siwer Mas) secara metafisik.
    5. Ngereh : Puncak ilmu Pangiwa. Berubah wujud di kuburan. Ini bukan sekadar fisik, tapi proyeksi tubuh astral.

Degradasi Modern : Di era kini, proses meditasi panjang sering dipotong. Banyak orang mencari “jalan pintas” dengan membeli jimat atau sabuk kekebalan tanpa melalui disiplin spiritual (Sadhana). Hal ini menyebabkan ketidakstabilan emosi (panas) karena wadah tubuh tidak siap menerima energi besar.

Ritual Kematian (Ngaben) menurut Gong Besi

Upacara Ngaben adalah operasi Tantra untuk mengembalikan elemen tubuh ke asalnya.

  1. Pelepasan : Roh dilepas dari badan kasar melalui mantra Pralina.
  2. Navigasi : Roh dihadapkan ke Catus Pata (Perempatan) untuk diadili oleh Durga Catur Muka.
  3. Kajang : Kain putih bertuliskan Aksara Modre diletakkan di atas mayat. Ini adalah “paspor” agar roh dikenali oleh pasukan Durga dan diizinkan lewat.
  4. Penyatuan : Abu dilarung ke laut (Segara), simbol kembalinya unsur cair ke Bhatari Gangga, menyempurnakan siklus yang dimulai dari gunung.

Analisis mendalam terhadap Tutur Gong Besi, praktik Pangiwa-Panengen, dan pemujaan Durga menunjukkan bahwa Tantra di Bali adalah sistem yang holistik dan non-dualistik.

  1. Integrasi Kegelapan : Bali tidak menolak kegelapan (Pangiwa/Durga), melainkan merangkulnya sebagai aspek Tuhan yang diperlukan untuk Pralina (peleburan/daur ulang) dan perlindungan ekstrem.
  2. Siklus Energi : Melalui Tutur Gong Besi, kita memahami bahwa Tuhan di Pura Besakih (Gunung) dan Tuhan di Kuburan (Setra) adalah Satu (Tunggal), hanya berbeda fungsi.
  3. Teknologi Spiritual : Yoga Kawisesan dan penggunaan Aksara Modre adalah warisan teknologi batin kuno yang dirancang untuk memperkuat kedaulatan diri manusia menghadapi kekuatan alam.

Revitalisasi pemahaman ini penting agar Tantra Bali tidak kerdil menjadi sekadar “ilmu santet” atau tontonan turis, melainkan tetap lestari sebagai jalan pembebasan (Moksa) yang adiluhung.



HALAMAN TERKAIT
Baca Juga