Bayuh Oton & Tirta Penglukatan Wayang Sapuh Leger


Mistikisme lakon Sapuh Leger dalam konteks kosmologis memberikan paham subyektif terhadap alam dari masyarakat Bali yang jelas nampak dari konsepsi buana agung dan buana alit, yaitu suatu konsepsi yang didasari oleh “ Ide kesatuan”, ide dasar dimana manusia harus melakukan penyatuan terhadap alam secara serasi, selaras, dan seimbang. Mitos ini sangat serasi dengan perumpamaan kadi manic ring cacupu (seperti janin dalam rahim Ibu), dimana manusia diumpamakan manik dan alam sebagai cecupunya  yang mengandung makna, manusia hidup dilingkupi oleh alam dan dari alamlah manusia mendapatkan sarana untuk hidup. Dari perumpamaan ini nampaklah manusia itu terhadap alam adalah bebas dalam keterikatan atau terikat dalam kebebasan, sebagaimana Kala diberi kebebasan dalam keterikatan memangsa orang yang menjadi haknya.

Wawasan kosmologis memberikan paham subyektif terhadap keadaan alam ( Buana Agung), adalah bertingkat yaitu: alam atas (Swah Loka) adalah tempat para Dewa yang berada diatas (lebih utama) dari kehidupan manusia; alam tengah (Buah Loka) adalah Bumi, tempat manusia hidup; dan alam bawah ( Bhur Loka) adalah alamnya para bhuta. Ketiga alam ini merupakan satu-kesatuan yang tak terpisahkan, bagaikan ruang dalam pakeliran wayang kulit. Segala sesuatu yang ada dalam yang satu, harus ada dalam yang lain, termasuk sifat Dewata, Bhuta, Manusia dan sebagainya.

Sistem nilai budaya kesenian sacral ini maknanya adalah hakekat hidup manusia, hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, hakekat persepsi manusia dengan waktu, hakekat karya manusia, dan hubungan manusia dengan sesame manusia. Sehingga tepat bahwa pertunjukan Wayang Sapuh Leger berkaitan dengan upacara Manusa Yadnya, yaitu ritual yang berhubungan dengan siklus kehidupan manusia. Wayang Sapuh Leger kalau diamati dari aspek filosopisnya mengikuti konsep yang berorientasi spasial, temporal, dan spiritual. Secara temporal pertunjukan Wayang Sapuh Leger diselenggarakan pada saat tertentu saja yaitu pada saat Tumpek Wayang menurut kalender/pawukon Bali.

Dalam pementasan, wayang sapuh leger memiliki beberapa ketentuan khusus yang harus dimiliki oleh seorang Amengku Dalang yang berkewenangan sebagai pemuput dan dibantu oleh yang lainnya, adalah sebagai berikut :

  1. Dalang seharusnya seorang Dalang Brahmana yaitu seorang Pandita sebagai Dalang dan atau yang berlatar belakang dalang yang disebut Ida Mpu Leger.
  2. Beliau adalah seorang Mpu Leger yang mampu dan paham serta menguasai Ketattwaning / Dharma Pewayangan.
  3. Beliau juga tahu dan paham serta menguasai mantram pengelukatan seperti : Agni Nglayang, Asta Pungku, Dangascharya, Sapuh Leger serta mantram pengelukatan lainnya.
  4. Beliau memang benar-benar mampu dan menguasai Gagelaran sebagai seorang Pandita (Mpu Leger) dan dalam segala tindak tanduk dan tingkah laku tiada terlepas dari Sesana Kawikon (siwa sesana) antaranya sebagai Sang Satya  Wadi, Sang Apta, Sang Patirthan Dan Sang Penadahan Upadesa (siwa-sadha siwa-parama siwa).




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Buku Terkait
Baca Juga